Yuhhhuhhhh up lagi nih guys... Nggak lama kan nunggunya??
Judulnya masih sama absurd-nya kayak kemarin. Sebenernya judulnya bukan itu sih kalo aku lanjutin nulis sesuai rencana awal. Tapi berhubung mood-nya ikut-ikutan abg alay yang labilnya kebangetan, jadi ya sampai di situ aja nulisnya dan otomatis judulnya juga harus berubah wkwkwkwk...
Makasih untuk coret-coretannya kemarin, maaf nggak bisa sebutin nama"-nya kayak di chap kemarin soalnya nggak keburu waktunya... hhh tapi aku bener" apresiasi banget coret-coretan kalian...
Berharap dapat coret-coretannya lagi!!Dan bagi yg ngasih vote, jangan tersinggung ya jika kemarin" aku nggak cantumin nama kalian dalam persembahan pada chap tersebut, aku hargai banget itu tapi aku lebih menghargai lagi yg mau coret-coret makanya aku sebutin satu" hhhh....
Happy reading guys....
***
Ziovan berjalan keluar dari lobi bersama Reyna. Sampai di depan lobi, mereka masih harus menunggu Darren yang masih dalam perjalanan."Zio,"
"Hemm...." gumam Ziovan dan hanya melihat ke depan.
"Kau marah padaku?"
"Tidak," balas Ziovan singkat tapi Reyna tahu suaminya itu sedang marah atau setidaknya kesal padanya karena dia meminta agar orang lain yang mengemudi dan bukannya Ziovan sendiri.
Terbukti dari sejak saat itu Ziovan terus mendiamkannya. Dan jika bicara, hanya mengatakan seperlunya saja. Bahkan sekarang, saat Ziovan bilang tidak marah tapi dengan sikapnya yang tak perlu barang sejenak menoleh ke arahnya saat bicara, siapa yang akan percaya jika dia benar tidak marah?
"Lalu kenapa dari tadi kau terus saja mendiamkanku?" Kejar Reyna.
Dia merasa asing bahkan aneh dengan sikap Ziovan yang mendiamkannya, membuatnya tak tahan jika harus lebih lama lagi dalam situasi ini.
Tidak seperti harapan Reyna, yang berharap Ziovan tak lagi mendiamkannya atau sekedar menaruh perhatian padanya. Karena nyatanya masih sama, bahkan hanya menoleh sekilas saja tidak.
Menghela napas berat, Reyna tidak tahu bagaimana harus mengatasi situasi ini. Ziovan yang mendiamkannya bahkan terkesan mengabaikannya adalah hal baru baginya.
Menarik napas dalam-dalam dan menghelanya, Reyna berusaha mencari cara agar Ziovan tidak mengabaikannya. Karena jujur, situasi ini benar-benar membuatnya tak nyaman.
Reyna pindah berdiri di depan Ziovan agar pria itu melihatnya dan tak lagi bisa mengabaikannya. "Bukankah kau sendiri yang bilang ingin menghabiskan waktu berdua denganku karena hari ini adalah hari pertama kita setelah menikah. Lalu kenapa sekarang kau malah mengabaikanku seperti ini?"
"Ya, aku tahu kau tidak begitu setuju dengan keinginanku itu. Tapi bukankah sudah__"
"Apa salah jika aku ingin pergi ke sana hanya berdua saja denganmu?" sela Ziovan dengan membalas tatapan Reyna.
"Tidak, tapi sekarang menjadi salah karena keadaan. Jika dalam keadaan biasa, aku akan membiarkanmu. Tapi ini?"
Mendapati Ziovan hanya melihatnya tanpa menjawab, Reyna kembali melanjutkan. "Aku bisa saja setuju pergi hanya berdua denganmu, tapi kau tidak mengizinkanku mengemudi menggantikanmu sewaktu-waktu jika kau kelelahan. Jadi daripada terjadi sesuatu nanti, aku lebih pilih hal ini. Apa itu salah?"
"Darren sudah datang," Ziovan mengabaikan kata-kata Reyna yang sudah ngalor-ngidul begitu saja dengan berlalu dari hadapan gadis itu dan membuka pintu mobil bahkan sebelum Darren keluar untuk melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny With You [Completed] TERSEDIA DI GOOGLE PLAYSTORE
RomanceSekuat apapun kamu mencoba menolak takdir maka sekuat itu juga takdir akan mendekat padamu sampai kamu mau menerimanya. "Karena ketertarikan tidak membutuhkan sebuah alasan jika takdir yang bergerak menjalankannya." [Ziovan Albert Russell] "Mimpi ya...