Part 109

3.5K 238 34
                                    

Rian merasa dirinya bukan Rian jika tak ada penyemangatnya. Hidupnya hampa tanpa adanya seorang Naura dihidupnya.

Rian juga tidak tega terhadap Nadiya yang sudah mengidap penyakit itu dari lama bahkan dirinya baru tahu sekarang.

Apa mungkin jika Nadiya lebih dulu memberi tahu tentang penyakitnya ia akan meninggalkan Naura?

Apa mungkin jika dulu tidak bertemu Naura hidupnya menjadi seberarti sekarang?

Rian membuang nafasnya kasar secara berulang. Pusing dengan kerumitan semuanya.

Karena perlu bukti dari omongan Nadiya, dirinya mengajak Nadiya untuk kontrol ke Dokter bersama Rian.

Nadiya R

Nnt ak jmpt
Kt ke dokter
Ak mau tau kondisi km

Eh Yan
Gak usah
Aku udh kontrol kemarin

Skrg sm ak
Tunggu ak

Yan
Gak usah beneran deh
Aku ngerepotin

Gk

Rian lalu menutup ponselnya dan berganti pakaian untuk mengantar Nadiya ke Dokter.

Merasa aneh? Iya tentu. Bagaimana seorang Nadiya bisa terlihat fine fine saja dimata orang padahal dirinya mengidap kanker stadium 4.

Harusnya sudah banyak perubahan dari diri Nadiya jika mengidap penyakit itu, tapi ini tidak.

"Mau kemana ?" Tanya Fajar yang melihat Rian sudah rapih dengan pakaiannya.

"Jemput Naura ? " tanya Fajar lagi.

Rian menggeleng lalu pergi meninggalkan Fajar.

"Jom gue nanya mau kemana" Teriak Fajar saat ditinggali oleh partner nya.

"Ada urusan" Jawab Rian lalu meninggalkan gedung asrama.

Rian lalu menancapkan gas nya meninggalkan Pelatnas untuk menjemput Nadiya dirumahnya.

Setelah bermacet macetan, Rian pun akhirnya sampai ditempat tujuan. Ia tidak masuk kerumah Nadiya seperti apa yang Rian lakukan jika menjemput Naura, Rian hanya menunggunya didepan rumah Nadiya.

"Lama banget" Sahut Nadiya lalu memakai seatbeltnya.

"Macet" Jawab Rian singkat.

"Udah tau macet, bukannya berangkat lebih awal"

Gila? Iya. Beda banget sama Naura yang gapernah protes mau Rian jalan jam berapapun. Dia selalu ok ok saja saat Rian datang terlambat pun, asalkan Rian selamat.

"Tadi abis ngabarin kamu juga aku langsung jalan" Ujar Rian.

"Telat, kelamaan tapi. Harusnya kamu bisa nyari jalan cepet, aku kan nunggu nya jadi lama"

Rian tak menggubris perkataan dari Nadiya, percuma dijawab juga. Disini posisinya bukan lagi sama Naura yang bisa ngalah, ini Nadiya yang punya prinsip Women always right.

"Udah cepet jalan, malah bengong. Kita ke RS yang biasa aku kunjungin aja" Ujar Nadiya.

Sabar, yang penting harus sabar. Udah itu aja intinya.

Rian pun menuruti permintaan Nadiya untuk ke Rumah Sakit yang biasa Nadiya kunjungi.

"Yan" panggil Nadiya.

"Hm"

"Gimana?"

"Gimana apanya?"

"Dengan Naura"

My boyfriend is athleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang