Fanny masih mengenakan gaun yang ia pakai di pesta saat ia berdiri didepan pintu salah satu unit apartmen. Ia sudah berdiri selama tiga menit didepan pintu itu untuk berpikir kembali tentang keputusannya, tetapi Fanny tidak menemukan solusi yang lebih baik selain datang kesini. Fanny kemudian menarik napas panjang sebelum memencet bel unit itu.
"It's fine," kata Gabrina kepada Fanny saat wanita itu berkata akan menginap ditempatnya. Gabrina sendiri belum tidur karena ia sedang mengerjakan desain terbarunya. "Gue ambil dulu baju ganti, lo mau mandi?"
Fanny mengangguk, "Kulit gue lengket, thanks." Setengah jam kemudian saat ia selesai mandi dan berganti baju dengan kaus putih milik Gabrina ia kembali ke ruang tamu untuk mengambil bungkusan yang ia bawa, "Lo sudah makan? Tadi gue take away burger."
"Thanks," Gabrina yang kebetulan melupakan jam makan malamnya kemudian menyadari bahwa ia lapar. Ia melihat ke jam dinding, "Nggak diet lo?"
Fanny menggeleng dan ia mengeluarkan makanan yang ia bawa ke atas meja. "Tenaga gue habis setelah pestanya tadi – better for tonight eat what I want to keep my sanity."
"Nggak ada wine disini, jadi lo nggak bisa curhat sambil mabuk," kata Gabrina kepada Fanny dan itu membuat wanita itu tertawa kecil. Ia membiarkan Fanny membantunya mengambil piring untuk diletakkan di ruang tengah. Apartmen yang ia miliki tidak terlalu besar karena ia hanya menggunakannya sebagai tempat persinggahan. Gabrina lebih banyak menghabiskan waktu di studio atau di kantor, ia pulang hanya untuk tidur selama tiga sampai empat jam, mandi, sarapan kalau ia menginginkannya, dan setelah itu ia akan pergi bekerja. Tidak jarang juga ia diminta tidur di rumah Kandiya Tjahjadi ketika wanita itu membutuhkan bantuannya untuk memilih gaun, jadi tidak ada alasan yang menurutnya tepat untuk menghabiskan waktu di rumah karena ia lebih suka menggunakan waktunya untuk bekerja.
"Lo baik-baik saja?" tanya Gabrina sambil mengambil kentang goreng. "Sorry, but I heard little bit of your conversation."
"Beruntung hanya lo yang mendengarnya – bukan orang lain."
Gabrina hanya tersenyum tipis saat Fanny melanjutkan, "Seharusnya gue yang minta maaf karena kata-kata Mama gue terdengar tidak mengenakkan."
Seperti biasanya – sama seperti beberapa orang yang menganggap rendah dirinya karena ia bukan siapa-siapa. Gabrina menjawab dengan santai seolah ia tidak memersalahkannya, "I can handle it, biasa itu. Lo sendiri apa baik-baik saja, Fan?" tanyanya sekali lagi.
"..."
"Mungkin hari ini memang sudah diluar limit – jadi itu membuat gue terlalu emosi ketika Mama lagi-lagi menyebarkan berita hubungan gue dengan Ben atau saat memaksa gue bertemu dengan teman-temannya yang tidak ingin gue kenal."
Ia melanjutkan, "Apa yang lo dengar tidak sepenuhnya benar, Gab. My relationship with Ben is fine, but I just want her to believe what I say before she does anything else."
Fanny kemudian menyadari bahwa hanya hubungannya dengan Benedict yang membuat ibunya senang. Tidak ketika ia mendapat panggung runway di desainer terkenal maupun fashion show terkenal, atau ketika ia mendapat sorotan karena video klip yang ia bintangi, atau ketika ia menjadi pemandu acara tetap sebuah program berita olahraga. Ia baru menyadarinya, Fanny menarik napas karena dadanya terasa sesak, "Mama terlalu terobsesi dengan status yang ia impikan – padahal yang menjalani pernikahan ini bukan Mama tapi gue."
"Honestly, gue belum siap untuk menikah. Film yang akan gue mainkan adalah langkah penting dan Raya sudah membantu banyak kepada gue untuk mendapat tawaran itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Lullaby
ChickLitEndless Lullaby | Mint Series #1 © 2020 Grenatalie. Seluruh hak cipta.