#88# - Eighty Eight

694 89 0
                                    

94/99 She is an expert for making the most authentic fried rice.

95/99 Her presence is my best lullaby

96/99 She introduced me to his grandfather – the one person that related her.

____

Everything fine my ass, pikir Dominic saat ia sampai di Chantilly dengan ponselnya yang hancur dan tubuh yang lelah, seolah rutinitas jogging setiap pagi yang ia lakukan untuk menjaga stamina tidak bekerja dengan baik. Bahkan ibunya, Jeanne kembali ke Versailles ditengah-tengah acara, sementara ia masih berada di ruangan khusus VVIP untuk menunggu Allesia menyelesaikan urusannya.

Hal pertama yang ia lakukan begitu sampai dikamarnya adalah menjatuhkan tubuhnya keatas ranjang. Ia tidak tahu sejak kapan ia tertidur, tapi begitu melihat jam dan kamarnya yang gelap Dominic tahu ia tertidur tanpa membersihkan dirinya terlebih dahulu. Ia kemudian bangkit, mengambil kembali jas yang dilempar dan menaruh ditempat yang semestinya. Dibawah kucuran shower benaknya kembali mengulang kejadian dimana ia menunggu hingga dua jam di Sofitel, disaat ia berniat menyusul Allesia wanita itu terlebih dulu datang dengan gaunnya yang kusut pada beberapa bagian.

"Something happen obviously," kata Dominic Faillieres. "So that's it? Aku menunggu drama dimana kamu akan menendang atau bahkan menyeret temanmu selama dua jam disini dan ini yang kudapatkan? The after–sex–face?"

"Sorry I was wrong about you, Nickie. Kamu gentleman, kamu menghormati aku dan menunggu aku, thanks for the time. I appreciate it than that asshole." Allesia sedang kacau tanpa ia menyadarinya. "For the God sake, what am I doing in here, Nickie?"

"Kill the man who wants to cancel the damn painting auction?"

"Maaf aku kacau sekali," Allesia bahkan tidak menyadari Dominic sudah membuatnya duduk agar ia tenang. "Please, jangan bertanya dulu."

"Tidak." Dominic melepaskan jasnya, menaruh benda itu diatas bahu Allesia sehingga tubuhnya yang kurus tertutupi. "Perhaps in the next time we meet, kamu harus membayar untuk waktuku."

Air yang turun dari shower mati, Dominic menghentikan pikirannya sendiri dan bergegas untuk mengeringkan tubuhnya. Tiga menit kemudian setelah ia memakai baju, Dominic menyalakan laptopnya. Mengecek email dan beberapa dokumen yang harus ia review sebelum ditandatangani.

Suara ketikan hanya satu-satunya suara yang ia dengar selama sepuluh menit terakhir, jadi ketika ia mendengar suara ketukan pintu kamarnya ia berpikir untuk apa pengawal membangunkannya. Pintu membuka dan Hervé adalah orang yang muncul dari balik pintu itu, membuat Dominic hampir meloncat dari kursinya.

"Papa? Dimana pengawalmu?"

"Disini." Hervé dengan baju tidurnya menunjuk santai kepada dua pengawal yang menemaninya. Ia melihat lampu kamar Dominic belum mati jadi ia memutuskan untuk datang. "Apa aku mengganggu kegiatanmu?"

"Bukankah seharusnya kamu istirahat, Papa?" Hervé masuk dan melihat ke laptop Dominic. "Aku tidak bisa tidur, Nak."

"Bukan berarti Papa bisa berkeliling," Dominic menghembuskan napas panjang, ia melirik tajam kepada dua pengawal yang berdiri di pintu kamarnya. Hervé menggeleng saat menyadari arah tatapan putranya. "Ferme la porte," (1) pintanya dengan suara tegas kepada pengawalnya.

"Jeanne pulang lebih awal karena kamu tidak kembali bersama Allesia."

"Aku sudah menghubungi ajudan Maman. Allesia memiliki urusan yang cukup rumit disana jadi aku menunggunya." Jelas Dominic.

"Termasuk ponsel kamu?" Hervé jelas melihat ponsel tak berbentuk yang Dominic letakkan diatas meja nakas.

"Ironisnya, iya." Dominic berencana menggantinya siang nanti. Allesia seharusnya bertanggung jawab untuk mengganti ponselnya namun ia terlalu lelah untuk melihat drama yang lain. "Papa memikirkan sesuatu?"

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang