#28# - Twenty Eight

1.2K 143 3
                                    

"Hei, lo mau kemana?" Bagas yang hari itu sedang menggantikan manajer Fanny membalikkan badannya dari kursi pengemudi saat melihat Fanny terlihat sibuk dengan tasnya sendiri dengan pintu disampingnya yang sudah membuka. Ia memanggilnya saat wanita itu tidak menjawab pertanyannya, "Fan? Tutup pintunya please nanti kalau ada orang yang mengenali lo bagaimana?"

Fanny tidak menjawabnya untuk beberapa saat. "Mau ke atas sebentar."

"Hah?" Bagas mengerutkan keningnya karena ia tahu tugasnya adalah mengantar Fanny ke pemotretan yang akan dimulai tiga jam lagi. "Maksud lo ke atas?"

Fanny mengangkat wajahnya yang sudah memakai kacamata hitam, "Gue ada urusan dengan Benedict, Gas. Can you wait for us? "

"Tadi dengan Tante Julia-"

"Bagas, setengah jam saja gue janji."

"Ya tapi pembicaraan kalian seharusnya sudah selesai dan kita harus berangkat sekarang, Fanny. Nanti malam memang tidak bisa?" tanya Bagas.

"Nggak bisa nanti malam, besok sudah berangkat tapi gue ingin berbicara dengan Ben lagi, please?"

Bagas kemudian menatap Fanny yang masih menunggu persetujuannya, ia terlihat menimbang sesuatu sebelum akhirnya mengangguk pelan. Selanjutnya, hanya membutuhkan sepuluh menit untuk Fanny pergi ke lantai dua belas Hotel Mulia dan ketika ia menunggu didepan salah satu kamar untuk menunggu pemilik membuka pintunya, dari balik pintu Benedict terlihat masih mengenakan kemeja yang sama dengan pertemuan tadi dan menunggunya untuk masuk.

Benedict menarik tubuh wanita itu kedalam pelukannya dan menarik napas panjang untuk mencium aroma lavender Fanny yang ia sukai, "Hm, putus? You made up that scenario without telling me."

Fanny tidak menyangkalnya, "I called your phone since morning but you didn't pick up, Ben. Kamu lembur lagi?"

"Kemarin aku ke Renata dan dia mengusir aku karena menurutnya sandiwara ini hanya sia-sia. Aku tidak bisa tidur dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk pembicaraan hari ini jadi aku memutuskan untuk bekerja saja. Maaf tadi aku terlambat."

"Jadi kamu kemarin bertengkar dengannya?"

Benedict tidak melepas rengkuhannya sama sekali karena saat Fanny bertanya tentang apa yang terjadi dengannya antara Renata, ia justru memikirkan kembali pembicaraan mereka setengah jam yang lalu. "Hmm, ya."

"Dan kenapa kalau Renata kemarin mengusir kamu, sekarang dia datang?"

"I don't know," Benedict memundurkan wajah mereka untuk menempelkan bibirnya kepada bibir Fanny. Ia mencium wanita itu dengan lembut dan beberapa menit kemudian barulah ia memutuskan ciuman mereka dan bertanya, "Fan, are you okay?"

Fanny menarik napas dan mengangguk, "I don't mind to follow what you and Gabrina do."

"We can think about that later."

Tangan Benedict melingkar di pinggang Fanny saat ia berkata, "Dia tampil cantik tadi, Ben. It was rare for her to dress like that for the sake of the whole."

Fanny membiarkan Benedict menuntun tubuhnya untuk duduk di sofa, "We have to thank her. Itu tadi benar-benar topi kamu?"

"Aku tidak tahu itu topi siapa."

"Entah itu topi siapa, tapi Gabrina tahu apa yang ia lakukan."

Benedict meletakkan kaki jenjang Fanny di pangkuannya saat wanita itu kembali berbicara, "Menurut aku tadi Mama terlihat percaya karena Gabrina-"

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang