#21# - Twenty One

1.7K 146 5
                                        

Mulan mengetuk buku jarinya ke atas meja saat Fanny terlihat tidak mendengarkan perkataannya, "Fan, lo melamun?"

Fanny tersentak dan secara refleks ia menatap Mulan, salah satu stylist agensi dan berusaha mengingat apa yang dikatakan wanita itu tetapi ia tidak tahu sama sekali. "Apa?" tanya balik Fanny.

"Kenapa lo disini padahal Raya sudah berpesan untuk lo datang ke ruangannya?"

"Habisin kopi dulu baru kesana." Fanny yang hari ini datang ke kantor agensinya untuk mengurus beberapa hal kemudian menyesap kopinya yang tinggal seperempat. Mulan mengambil duduk di kursi yang kosong, "Kapan lo ke salon untuk potong rambut?"

"Setelah ketemu Raya," jawab Fanny dengan singkat karena hari ini ia merasa moodnya tidak begitu bagus. Film yang akan ia bintangi merupakan film action – mengisahkan seorang agen yang menjalankan misi untuk mengungkapkan rahasia politik beberapa bulan sebelum pemilihan umum legislatif akan digelar. Fanny dituntut untuk memotong rambut panjangnya menjadi pendek, mempelajari Inggris aksen Skotlandia serta belajar beberapa teknik bela diri walaupun sutradara memutuskan untuk menggunakan stuntman (1) dalam beberapa scene.

Sepuluh menit setelah menghabiskan kopi dan menyiapkan dirinya, Fanny pergi ke lantai empat kantor agensinya dan masuk ke salah satu ruangan terbesar – setahunya sejak ia bekerja disini hingga sekarang – yang ada dilantai ini. Fanny mengetuk pintu sambil memanggil nama chief executive, "Raya."

Sebuah suara menjawabnya dari dalam, "Masuk."

Fanny membuka pintu besar berwarna hitam itu dan mendapati orang yang mencarinya sedang di atas sofa dengan tubuhnya yang telentang. Diandraya Sjahran – wanita itu tahu sofanya tidak cukup panjang untuk tubuhnya jadi ia membiarkan kedua kakinya yang memakai sneakers menjuntai begitu saja di lengan sofa. "Bagas didn't come to work so he's not here," kata Diandraya menyebutkan nama sekretaris yang mejanya ada didepan ruangannya.

Diandraya menegakkan punggungnya dan bertanya, "Maaf punggung aku sakit, Fan. Kamu keberatan tidak aku tidur seperti ini?"

"Tidak," Fanny tersenyum. "Are you okay?"

"I'm fine." Diandraya ikut tertawa kecil, "Kemarin main ice skating dan aku tidak bisa menghitung berapa kali aku jatuh. Memang dasar aku yang semakin tua sepertinya."

"Tadi pagi aku dapat kabar dari Nike kalau visa kamu sudah selesai." Ia melanjutkan, "Kelas bela diri kamu juga sudah selesai tiga hari yang lalu, kan? Badan kamu ada yang sakit seperti aku?"

Fanny menggeleng dengan santai, "Tidak ada."

"And how about your accent?"

Fanny menjawabnya dengan aksen Skotlandia, "The last class is next week."

"Jadi semuanya masih berjalan dengan baik, bukan? Kamu ada kesulitan untuk naskahnya?"

"I can handle it," jawab Fanny dengan percaya diri. Setahun yang lalu ia bergabung dengan agensi ini dan merasakan banyak perubahan dalam karirnya – Diandraya yang duduk didepannya adalah tipikal orang yang memahami kemampuan artis yang berada di bawah naungannya dan tahu bagaimana bagaimana harus mengelola potensi mereka di industri ini.

Diandraya tersenyum puas. Ia kemudian berdiri untuk mengambil soda kaleng dan meletakannya didepan Fanny sebelum kembali duduk. "Few days ago I had a meeting with Benedict." Diandraya bersandar di punggung sofa dan bertanya kepada Fanny yang menatapnya heran, "And yesterday someone told me that you and he were getting married, right? Congratulation."

Fanny mengerutkan dahinya, "We're not getting married, Raya. Siapa yang memberitahu kamu? Benedict?"

" ... "

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang