Secara sains mimpi tidak lebih daripada pengalaman bawah sadar yang melibatkan indra manusia dalam tidur, itu yang diyakininya saat menghabiskan tiga puluh menit untuk menatap langit-langit ruangan. Jean Aston Dominic Faillieres mengalami mimpi yang spektakuler – terlalu nyata – hingga ia sempat berpikir untuk tidur lagi untuk melanjutkan mimpi tersebut. Lima hari berlalu setelah penasihatan keuangannya pergi ke Minnesota untuk menarik penawaran kepada Graham Industries, sementara itu Dominic sibuk menyelesaikan pengalihan aset Evie secepat mungkin. Itulah yang membuatnya baru saja tertidur di sudut ruangan baca, tempat dimana ia memindahkan seluruh pekerjaannya. Setidaknya dalam satu hari ia akan menemui Hervé untuk bertukar kabar, sebelum ia menghabiskan sisa waktu di hari tersebut dengan bekerja.
"Dominic?"Sebuah suara yang muncul memecah kesunyian dan membuat Dominic menghentikan pikirannya sendiri. "Boleh aku masuk?"
Sinar matahari sore terlihat dari balik jendela, gorden tebal menghalangi sinar tersebut untuk masuk ke ruang baca yang ditempati Dominic. Ia memerlukan ketenangan, walaupun Chantilly memiliki banyak kamar kosong yang dapat ia gunakan untuk ruang kerja, ia lebih menyukai ruang baca ini. Dirancang pada akhir abad kesembilan belas, langit-langit berkubah, chanderliers – dan yang paling utama – terpisah dari perpustakaan utama dimana keamanan jauh lebih ketat untuk melindungi ribuan koleksi perpustakaan.
Hervé berdiri di pintu, menunggu Dominic menjawabnya.
"Papa." Dominic merapikan lengan kemeja yang sebelumnya terlipat sebelum ia berdiri. Hervé masuk, melihat kacaunya meja yang digunakan Dominic. Ia mengambil sebuah map dan membukanya, "Music License Application?"
"Timku sedang mengerjakan film dokumenter dan minggu ini aku harus selesai meninjau beberapa hal." Tanpa terasa ia melewatkan makan siang saat Dominic melirik jam tangannya. "Bukankah Papa seharusnya beristirahat karena tiga jam lagi jadwal dokter visit?"
"Oui, dan aku sudah menghabiskan dua minggu untuk bertahan seumur hidupku." Hervé menaikkan alis, sifat keras kepalanya mulai kembali setelah ia mendapat instruksi dari dokter bahwa ia harus mengurangi pekerjaannya. "Aku melihat belakangan kamu sibuk dengan perusahaanmu, terlebih setelah membeli saham perusahaan media minggu lalu untuk menghilangkan rumormu dengan Allesia."
Raut Dominic mengeras, ia yakin perlu berbicara dengan ajudannya sesegera mungkin. Hervé melihat ketegangan menyelimuti putranya, "Je suis toujours le roi de ce pays." (1)
"Papa tidak perlu khawatir," Dominic menjadikan ayahnya sebagai prioritas saat ini dan ia akan melakukan apapun agar ayahnya tidak mendengar sesuatu yang membuat stresnya muncul. "Aku berusaha membuat semuanya mudah antara aku dan Allesia sehingga meminimalisir kerugian diantara kami."
"Apakah itu benar-benar perlu? "
"I'm fine." Suara Dominic terdengar tajam, sebenarnya tidak.
"Tu es mon Fils (2). Jangan berbohong kepadaku, walau kita setiap hari bertemu tetapi aku tahu bagaimana saat kamu tidak baik-baik saja. " Hervé mengambil duduk di kursi seberangnya. "Apakah berbagi cerita dengan pria tua sepertiku sekarang tidak menyenangkan, Dominic?"
Dominic memilih untuk tidak menjawabnya. "Aku menantikan kamu membawa pasanganmu kedepanku, meminta restuku–" Ucapan itu menggantung diudara. "Aku ingin melihatmu bahagia tanpa harus pergi jauh dari keluargamu sendiri."
"Papa, bukannya aku tidak ingin membicarakannya, tetapi aku khawatir penyakitmu akan kambuh." Hervé memiliki kondisi jantung yang sebelumnya tidak terdiagnosis – laten – hingga stress atau kecemasan ekstrem memicunya, yang dapat menyebabkan serangan jantung. Dokter mengatakan kasus Hervé termasuk ringan, tetapi ia menyarankan untuk Hervé mengubah gaya hidupnya untuk mengurangi tingkat stresnya jika ia tidak menginginkan kejadian yang lebih serius di masa depan. "Aku tidak bisa berhenti menyalahkan diriku sendiri jika nantinya kamu stress karena aku, Papa." Satu detik, kita berbicara. Detik selanjutnya, semua berubah. Skenario paling buruk yang pernah terpikirkan oleh Dominic.
"Apa yang terjadi padaku bukanlah kesalahanmu, melainkan karena stres yang kurasakan saat bekerja. Seharusnya aku mendengarkan Jeanne untuk mengurangi pekerjaanku, tetapi itu tidak kulakukan."
"Perjalananku dipenuhi rasa ketakutan karena aku tidak pernah disampingmu, Papa. Aku sangat bodoh kalau melakukan kesalahan yang sama."
"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri untuk apa yang terjadi," kata Hervé dengan tegas namun sorot matanya memancarkan kelembutan seorang ayah. "Aku ingin mendengarkan apa yang kulewatkan."
Tidak hanya tentang Gabrina, Dominic menjelaskan apa yang terjadi satu terakhir ini. Perusahaan – dari proyek film hingga saat ia berusaha mengendalikan rumor di Prancis – Abraham dan Evie, Graham Industries dan Orono. Jantung Dominic berdetak semakin kencang seiring ia menyelesaikan ceritanya dalam empat puluh menit lebih, menunggu reaksi Hervé.
Sunyi. Hervé melipat tangan kedepan dada, "Merasa lebih baik?"
"Ya." Dominic mengangguk. Begitu pula dengan Hervé, "Senang mendengarmu menceritakannya, Nak."
Mungkin ini yang dibutuhkannya, ia menatap Hervé. Walau tubuh pria itu fit karena rutin olahraga, garis-garis wajahnya semakin dalam dari yang ia ingat dan beberapa sudut rambutnya mulai berubah menjadi abu-abu. Dominic kemudian memasukkan kertas-kertas kedalam map, mulai merapikan berkas untuk beristirahat.
Gerakan tangannya terhenti, "Apakah kamu mencintai Maman, setelah apa yang dilakukannya?"
"... "
"Aku memaafkannya." Puluhan tahun yang lalu, pernikahan diantara mereka terjadi untuk kepentingan politik. Hervé tidak bersikap naïf untuk mengharapkan kisah romantis. Cinta yang ia tahu adalah rasa terbiasa setelah menjalin kerja sama, perasaan yang bersifat saling menguntungkan untuk kepentingan masing-masing pihak. Tapi ia mencintanya – ia mencintai Jeanne karena itulah yang memang harus dilakukan olehnya. Ia harus mencintai Jeanne.
"Aku berusaha memahami mereka," kata Dominic. "Tapi sejauh apapun aku mencobanya, pada kenyataannya mereka adalah dua orang dewasa beretika yang sama-sama berkhianat dan berbohong. Period." Adrenalin mengalir deras ketubuhnya saat ia kembali merasakan kemarahan, kecewa– "Pernahkah kalian berpikir untuk mengambil tindakan yang lain?"
"Believe me, son – ada banyak ratusan skenario dikepalaku. Tidak ada hal yang lebih menyakitkan melihat anakmu sendiri juga melihat apa yang terjadi." Hervé menarik napasnya seolah hal itu adalah hal yang paling berat. "Jeanne rapuh saat itu. Aku sibuk dengan pekerjaaan – banyak kunjungan, rapat parlemen – dan Jeanne sempat ... terlupakan. Kami lebih sering bertengkar. Ia membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkannya dan saat suaminya tidak bisa, ia mencari orang lain yang bersedia mendengarkannya."
"Ditahun yang sama juga tahun yang berat untuk Pieter, orangtuanya tiada dalam kecelakaan. Pada awalnya mereka hanya teman bercerita saja, tapi mungkin yang tidak aku duga mereka melebihinya. Rumor mulai menyebar di internal kerajaan. Reine Mère mengadakan pertemuan keluarga darurat dan disanalah ia mengaku. Ketika ia berkata akan menyudahi hubungan itu, ia tidak benar-benar melakukannya."
Dominic menarik kesimpulan bahwa Hervé tahu apa yang terjadi selanjutnya, ketika Pieter dan Jeanne membuat alibi yang melibatkan anak-anak mereka untuk bertemu. Rasa marah semakin menggelegak dalam nadinya hingga kini kata-kata Hervé tidak lagi ia perhatikan.
"Memaafkan bukan berarti tidak peduli dengan dirimu sendiri. Memaafkan – sejatinya memberimu kekuatan untuk melupakan pengkhianatannya dan melanjutkan hidup. Aku mencintainya, dan aku tidak bisa melepaskannya ketika banyak hal yang dipertaruhkan nanti. Yang terpenting bagiku adalah Jeanne menyadari kesalahannya dan berusaha berubah. Kembali menjadi seorang Ratu untuk negeri ini sekaligus Ibu bagi anak-anak kami."
"Apa Papa bahagia?" suara rendah Dominic menghentikan Hervé.
____
(1) Aku masih seorang Raja negeri ini
(2) Kamu putraku
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Lullaby
ChickLitEndless Lullaby | Mint Series #1 © 2020 Grenatalie. Seluruh hak cipta.