"Morning." Gabrina Clo Prasetjana masih belum tersadar seratus persen walau ia mampu untuk berdiri dan membuka pintu kamar. Matanya bertemu dengan Fanny yang baru keluar dari kamar seberangnya, "Jus?"
Gabrina menggeleng. Pagi ini ia terbangun di kamarnya sendirian. Semalam ia bergairah dan ingin bercinta dengan Dominic. Gabrina mengungkapkannya dengan jelas, berinisiatif memulai terlebih dahulu, namun Dominic tidak bisa terlihat lebih menyebalkan ketika menarik diri saat ia sudah membuka kancing piyamanya dan memperlihatkan tubuh bagian atas yang setidaknya masih memakai bra..
"Dominic?" Benaknya kembali memutar bagaimana ia kebingungan saat Dominic duduk ditepi ranjang, membungkuk dan meremas rambut dengan kedua tangan dengan frustasi.
"Domi–"
Suara berat pria itu menjawabnya, "Gabrina, aku tidak bisa – kita tidak bisa."
Ia yakin wajahnya memerah, "Fuck, I'm wet just because your kiss."
Dominic kemudian berdiri, menurunkan suhu AC setelah berhasil menemukan remote. Ia mengambil selimut sambil berkata dengan frustasi, "That's not gonna happen. I'm sorry."
"Kamu menolakku?" suara Gabrina meninggi dari sebelumnya. "Really?"
"Coeur, seandainya kamu tahu pikiranku sekarang." Ia menggeram, memposisikan Gabrina diantara dua bantal seolah membuat benteng untuk wanita itu. "Aku ingin kamu. Dibawahku, bagaimana aku berada dalam tubuhmu dengan kamu menyebutkan namaku dan memohon dimana kita akan memuaskan satu sama lain. Your skin, your scent, your moans, are the things I want to engrave in my mind."
"Look at you. You're a mess."
Dominic mengangguk, tidak menolak bahwa ia terlihat sangat kacau sekarang karena menahan gairahnya. "Masalahnya ada padaku, aku tidak bisa. Aku kuno, tradisional, aku tidak ingin mengingkari janjiku kepada kakekmu untuk melindungimu."
"Screw that. Kita sama-sama menginginkannya." Ia menendang selimutnya, hendak bangkit dan menyingkirkan 'benteng' bantal disekelilingnya. Tangan Dominic lebih dulu sampai, mendorong bahunya untuk kembali ke posisi sebelumnya. Gabrina bisa melihat mata pria tersebut yang berkabut hingga menghipnotisnya untuk tidak bergerak. "Kiss me one more time and I can't stop."
"Let it be."
"Aku hidup dalam tradisi, Gabrina. Kita bisa bercinta setelah kita resmi ... dalam ikatan. Menikah. Kamu paham maksudku?"
Dominic bangkit menjauh, mengambil kaus lainnya di lemari. "Kamu benar-benar meninggalkanku?"
"Aku butuh mandi lagi. Dengan air yang lebih dingin." Ia berbalik, "Dan sebaliknya aku mandi di tempat lain."
"Dan aku?"
"Jika AC tidak membantumu, mandi air dingin juga, Coeur. Sleep well."
Gabrina menghela napas panjang saat mengingat tiga puluh menit setelah Dominic keluar dari kamarnya ia justru membuat AC menyetel pada suhu terendah. Fanny membuka kulkas ketika mereka berdua di dapur, mengambil botol jus dan menuangkan ke gelas sambil berkata, "Gue ada rencana snorkeling." Fanny mengetikkan sesuatu pada ponsel. "Mind to join?"
Gabrina menyisir rambut dengan jemari, mengikat rambutnya secara asal. "Bukannya kemarin lo rencana bareng Benedict?"
"Here the issue, pasangan kita baru tidur jam empat tadi sepertinya. Mereka pasti tidak akan bangun sampai nanti siang setelah begadang. Pemandu kita datang dua jam lagi dan gue tidak mau sendirian."
"Memangnya apa yang mereka lakukan?"
"Tadi malam gue lihat mereka main game. Mereka sepertinya tidur di ruang tengah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Lullaby
ChickLitEndless Lullaby | Mint Series #1 © 2020 Grenatalie. Seluruh hak cipta.