#38# - Thirty Eight

983 125 0
                                    

Kandiya Tjahjadi tahu semua orang akan menatapnya. Seperti biasa. Tentu saja mereka akan melihat siapapun yang melewati pintu ini, semua orang berharap bisa menjadi sorotan sejak mereka mendapatkan undangan acaranya.

Malam ini bersama dengan tiga ratus tamu lainnya, Kandiya datang di acara yang diadakan oleh Iliona setiap beberapa bulan sekali. Ia menoleh ke belakang dan mendapati seorang wanita menatapnya dengan polos, kali ini ia datang tanpa suami atau kedua anak perempuannya, melainkan dengan Gabrina Clo.

"Menurut kamu sendiri, mana yang cocok untuk saya, Gabrina?" tanya Kandiya dua hari sebelumnya. Gabrina baru menginjakkan kaki di rumah ini tiga puluh menit yang lalu setelah menyelesaikan pekerjaannya dan hal pertama yang akan ia lakukan tentu saja mengurus pakaian Kandiya di pesta yang akan datang.

"Silver saya rasa, Tante. Pas dengan gaun Tante yang mengembang. Haknya standar dan lebar," kata Gabrina dengan jujur. Mengurusi hal-hal seperti ini membuat Gabrina juga harus menghafal ketentuan-ketentuan tidak tertulis, salah satunya seperti permintaan dari Raphael Tjahjadi untuk tidak mencari sepatu dengan hak tinggi karena ia begitu mengkhawatirkan istrinya.

"Oke, saya ambil ini saja, Gabrina. Ada lagi yang perlu saya coba?"

"Tidak ada –" Gabrina mencoret sesuatu di notes yang terbuka. Setelah ini seharusnya ia menemani Kandiya memilih perhiasannya namun beberapa jam yang lalu ia diberitahu kalau Raphael sudah menyiapkan kejutan sendiri tanpa sepengetahuan istrinya. Kejutan seperti biasanya. "Semua sudah selesai, Tante."

Kandiya melepaskan heels di kaki dengan mudah dan menyatukan kedua tangannya di depan dada dengan semangat tanpa alasan yang Gabrina tahu. "Nanti saja dibereskan, Gabrina. Ayo temani saya makan malam."

Gabrina tidak menutupi keterkejutannya, ia ingin menolak tetapi Kandiya lebih dulu berbicara, "Hari ini saya memang sengaja menunggu seseorang agar bisa makan malam bersama saya, Gabrina."

"Ayo," kata Kandiya dengan nada lembut dan tak bisa dibantah sambil memberikan gesture agar wanita itu mengikuti langkahnya. Gabrina mengangguk, kemudian ia menutup buku kecil miliknya dan meninggalkan barang-barang yang Kandiya minta untuk dibereskan nanti, walau ia tahu asisten-asisten rumah Kandiya akan menatanya kembali.

Mereka keluar dari ruang kerja Kandiya menuju ke ruang makan. "Terima kasih untuk sepatunya, Gabrina."

"Sama-sama, Tante."

"Tante dengar kamu akan merilis koleksi baru, Gabrina?" tanya Kandiya untuk membuka percakapan mereka di makan malam ini. "Anak perempuan Tante berlagak sibuk tetapi Tante tahu kalau ia lebih sering pergi ke luar negeri untuk mencari kesempatan menghabiskan waktu lebih banyak bersama pasangannya. Maaf kalau dia merepotkan kamu, Gabrina."

"She's well, Tante. Atha mengambil alih kembali VVIP Kuwait untuk membantu saya."

"Ah, that's her job. Terima kasih karena kamu telah menggantikannya selama ini." Kandiya mengatakannya dengan begitu santai, "Dan kamu? Bagaimana dengan proyek dokumenter kamu, Gabrina?"

"Saya?"

" ... " Kandiya tersenyum tipis dan mengangkat sebelah alisnya. Tentu saja ia berbicara dengan wanita didepannya karena hanya ada mereka berdua di meja makan ini. "Dokumenter siapa lagi yang sedang kita bicarakan, Gabrina? Apa projeknya menyenangkan?"

"Uh, syuting bagian saya beberapa bulan lagi," kata Gabrina sedikit gugup. "Yang saya tahu adalah sekarang waktu untuk shooting Prisha Yudiantara sebelum berlanjut ke Astrid."

"I always knew that you would be like this, Gabby. Apa meeting produksinya menyenangkan? Kapan waktu kamu shooting? Apa mereka memisahkan jadwal shooting-nya begitu lama, Gabrina?"

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang