#70# - Seventy

881 121 2
                                    

40/99 She was selected for Forbes 30 Under 30 Asia.

41/99 My sister said that she's a tremendous asset to her company.

42/99 She becomes an attractive independent woman – can she remember me?

____

Hal pertama yang Gabrina ia rasakan selain rasa berat saat membuka mata ialah tubuhnya seperti tak bertulang. Ia berusaha menggerakkan tangan tetapi sesuatu yang berat menindihnya – ia mengerang pelan saat mendapati sebuah selimut tebal ternyata ada diatasnya. Gabrina menoleh dan mendapati sebuah lemari besar – sejak kapan ada lemari di kamarnya – ia sedang mempertanyakan lemari itu saat menyadari bahwa ia tidak sendirian. Dominic sedang berada di ruangan yang sama dengannya, kenyataan segera menghantam kepala Gabrina dengan telak.

Dominic Faillieres – ya, ia mengenalnya – duduk didepan laptop dan beragam kertas memenuhi meja yang tidak besar didepannya. Gabrina menggeliatkan tubuh, berusaha untuk duduk dan bertumpu dengan tangannya walau ketika ia menggerakkan tubuh terasa seperti ada barbel yang menimpa kepalanya. "Kenapa ... kamu disini?"

Dominic mendongak saat mendengar suara itu – Gabrina menyadari untuk pertama kali ia melihat Dominic dengan kacamata dan rambut yang berantakan, sebelum membalas tatapannya. "Aku bekerja."

Gabrina menatapnya seolah ia adalah makhluk asing dari planet lain. "Sara tidak bisa tidur kalau kamu disini."

"Sara?" gumam Dominic pelan saat Gabrina kembali bertanya karena ia masih mengira berada di kamarnya sendiri, "Jam berapa sekarang? Jam sepuluh dia mungkin kembali."

"Kita di kamar aku, G." Dominic berdiri dari kursi dan berjalan mendekati Gabrina. "You should go back to sleep." Dengan perlahan ia meraih tubuh Gabrina dan mendorongnya, dokter yang menangani wanita itu sudah berpesan untuk membiarkan Gabrina tidur karena obat yang ia berikan.

Gabrina mengerjapkan mata lemah, efek obat membuat matanya masih terasa sangat berat. "Kenapa aku di kamar kamu?"

"Best option."

Kali kedua Gabrina membuka mata, benda pertama yang ia lihat adalah lemari itu lagi. Dominic masih tetap diposisi yang sama, berada di kursinya sambil membaca sesuatu di Ipad. Tangannya kemudian bergerak, meraba-raba sisi lain ranjang namun tidak menemukan ponsel miliknya. Membuatnya mengeluarkan suara, "Kenapa aku di kamar kamu?"

Dominic melirik Gabrina – yang sudah membuka mata setelah dua jam tertidur lagi. Ia menjawab, "Karena Gabrina, Sara mungkin saja akan tertular dengan kamu."

"Aku sakit apa?"

"Let's see." Dominic kembali berdiri ia menempelkan punggung tangannya ke dahi wanita itu. Dua jam yang lalu saat Gabrina pertama kali membuka mata suhu wanita itu masih tiga puluh tujuh koma lima derajat. "Kamu demam," kata Dominic setelah ia merasakan suhu Gabrina sudah lebih baik.

"Bukan – bukan aku." Gabrina mengernyit karena ia merasakan keanehan saat tangan Dominic menyentuh dahinya. Punggungnya penuh dengan keringat tetapi berbeda dengan dua jam yang lalu – kini tidak ada rasa pening dari kepalanya. Ia menegakkan punggungnya untuk meraih dahi Dominic dan terdiam untuk beberapa saat sembari melihat kantung hitam yang melingkar di mata Dominic. "Kamu yang demam."

"Oh." Dominic mengerjapkan matanya yang sayu dan meletakkan tangannya sendiri di leher. "Benar juga, konyol ya?" Dominic tidak sadar bahwa dirinya juga demam.

"Kamu harus diobati," Gabrina kemudian menyibakkan selimut tebal yang ia pakai dan menurunkan kakinya dari ranjang. "Ada dokter?"

"Aku minum obatmu saja." Dominic tidak ingin Gabrina lepas dari pengawasannya lagi jadi ia menahan wanita yang hendak berdiri itu, "Kamu disini, aku ambil air. Jangan bergerak," titahnya.

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang