13/99 God, she has priorities on her phone and I'm not a part of that.
14/99 She have a laugh that pleasant as a bell.
15/99 Met with her was my best early Christmas gift.
_____
Ada beberapa hal yang Benedict berusaha untuk pahami kepada keadaan yang ia hadapi didepannya.
Pertama, ia telah memutuskan untuk tetap berada di Jakarta seperti rencana awal — yang mana ia sudah menunggu satu bulan lagi sebelum pergi ke Kairav. Ia tidak menemui Gabrina Clo demi memberikan wanita itu waktu, walaupun ketika ia mencoba memperbaiki hubungan mereka dengan cara menghubungi Gabrina tidak banyak panggilan yang diangkat dan biasanya wanita itu hanya menyebutkan sumpah serapah — seolah-olah menegaskan bahwa ia tidak harus menghubunginya.
Kedua, infotaiment show sedang dipenuhi dengan video singkat Estefany Poetrimarta Raviv yang sedang menggandeng lengan seorang pria di Portugis — rumor yang mengasumsikan bahwa ia telah bersama dekat dengan pria lain pasca kandasnya hubungan dengan anak sang Presiden. Benedict yang mendapatkan info tersebut dari ajudannya hanya melanjutkan pekerjaannya seolah tidak terjadi apa-apa. Demi Tuhan, Benedict tahu siapa pria itu dan ia tidak memersalahkannya sama sekali — Oskar Sjahran adalah seorang gay dan Benedict tidak memedulikan orientasi seksual pria itu, hanya wanitanya. Estefany.
Jadi, hal kedua yang ia lakukan malam ini — sehari sebelum keberangkatannya — setelah ia melakukan video call dengan Fanny, Benedict Canale merasa bahwa ia harus menghubungi Gabrina.
"Gabrina gue akan berangkat besok." Itu adalah kalimat pertama yang ia sampaikan kepada Gabrina yang entah kenapa — kali ini mengangkat panggilannya setelah berkali-kali mengabaikan semua panggilannya. Samar-samar melalui ponsel Benedict mendengar suara yang ramai dan nafas yang kadang tidak beraturan, membuatnya tahu bahwa wanita itu sedang berjalan sambil tetap menjawab teleponnya.
"Lalu?"
Benedict menghembuskan napas panjang mendengar reaksinya. "Adam akan mengurus sisa perjanjian kita — tentu gue akan menepati janji gue."
"Hmm, good. Akhirnya, selesai juga."
Benedict bertanya, "Dimana lo, Gabrina?"
"Diluar, ada acara." Gabrina yang sekarang sedang diluar rumah mencari kursi terdekat tetapi ia tidak menemukannya sama sekali. "Hanya ini yang ingin lo bicarakan?"
"Hm, lo menjawab telepon gue dengan tenang."
Gabrina mendengar suara tertawa samar Benedict, "Lalu apa yang lo inginkan?"
"I like it when we're like this, Gab. Seperti biasanya — tanpa lo harus takut atau canggung."
" ... "
" ... "
"Kita tetap berteman, kan? Lo dan gue — Benedict si menyebalkan — kata lo."
"Ya tentu saja," mata Gabrina terpejam dan ia merasakan – di satu sisi telinga ia mendengar suara Benedict melalui ponsel dan sisi telinga lainnya mendengar riuh dari orang-orang yang berada didalam sana. "Apapun yang gue lakukan — apapun yang kita lakukan, it's just a simple thing a friend would do."
"Tapi teman tidak berciuman," Benedict mengatakanya diiringi dengan suara tawa kecil. "Itu hanya sesaat ya, Gab?"
" ... " Gabrina memandang jauh sebuah pohon kecil didepannya. "Iya, hanya sesaat."
" ... "
"Benar," dengan lirih Benedict menjawabnya.
Hanya sesaat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Lullaby
Romanzi rosa / ChickLitEndless Lullaby | Mint Series #1 © 2020 Grenatalie. Seluruh hak cipta.