#1# - One

6.6K 454 16
                                    

Renata mengerutkan keningnya saat ia melihat jumlah foto yang ada di kamera, "We've already taken two hundred photos, Evie. Kita bahkan masih ada di tengah jembatan."

Evie yang hari itu memakai blus sabrina berwarna merah menyala dan terlihat kontras dengan Brooklyn Bridge yang berwarna cokelat kemudian segera menghampiri Renata untuk memakai jaket denimnya yang tersampir di bahu temannya. Blus yang ia pakai memperlihatkan bahunya dengan sempurna tetapi ini adalah jembatan yang meghubungkan dua kota - melintasi East River - dan memiliki angin yang cukup membuatnya berpikir untuk memakai jaket di jeda photoshoot. "Rekor bulan lalu kita mengambil hampir tiga ratus foto."

Renata menyingkir ke tepi pagar agar ia tidak menghalangi orang yang berjalan dan ia melepas tali kamera dari lehernya yang sudah pegal. "Use your tripod if you want to take it again. Hell - umurku dua puluh satu tapi punggungku seperti lima puluh tahun. Shit."

"Berlebihan."

Renata membalas dengan cepat, "Kita sudah satu setengah jam berjalan tapi baru sampai di tengah-tengah sini - which means there was still half a mile left, aku atau kamu yang berlebihan?"

Evie Graham memutar bola matanya. Dua jam yang lalu selesai kelas mereka di hari ini, keduanya kemudian mencari taksi untuk memulai photoshoot Evie dan mereka memutuskan untuk memulai dari sisi Brooklyn agar pemandangan gedung tinggi Manhattan terlihat sebagai background fotonya nanti. "Ya, aku. Tentu saja - I got it, Miss. Dua ratus foto sepertinya cukup."

Renata membuka tas punggungnya dan meletakkan sepatu kets milik Evie didepannya. "More than enough, hell."

Renata menggulung tali kamera dan mengambil penutup lensa kamera saat Evie memanggil namanya, "Ren."

"What?"

"Aku butuh pegangan," kata Evie yang belum melepaskan heels merahnya. Renata kemudian mendekat dan membiarkan tangan Evie menjadikan bahunya sebagai tumpuan. Brooklyn Bridge memiliki panjang satu mil dan tidak mungkin bagi Evie untuk berjalan sejauh itu menggunakan heels-nya. Ia memakai sepatu kets sejak berangkat dari University Center tadi dan baru menggantinya dengan heels saat ia akan berfoto.

"I want ice cream, Evie." Renata menghela napas dan menyeka keringat yang muncul di dahinya. Kesalahan pertama mereka hari ini adalah datang ke tempat ini setelah makan siang - sangat ramai - dan mereka baru tahu kalau waktu terbaik datang kesini adalah saat matahari terbit karena pemandangannya yang lebih bagus dan suasana yang tidak terlalu ramai.

Matahari terbit, Renata menggelengkan kepalanya. Aku butuh ilmu di Parsons daripada datang pagi-pagi ke tempat ini.

"There are no vendors here, nanti kita cari di Manhattan."

Hampir tiga jam di kelas dan sekarang berada di tengah keramaian manusia, pikir Renata saat Evie melepaskan pegangan dari bahunya dan itu membuat ia berdiri dari posisinya serta mundur tanpa melihat apapun.

"Aduh!" teriak Renata saat tangannya terserempet pesepeda. Ia tidak menyadari masuk ke bike lane dan tidak bisa menghindar ketika seorang pesepeda tidak sengaja menyerempet lengannya.

Orang itu menghentikan sepedanya dan bergegas menghampiri wanita yang sekarang memegang lengannya, "Are you okay?"

"Not okay, you can see it!"

Sekali lagi Evie menyesali keputusannya datang ke jembatan ini saat siang hari dimana sudah sangat ramai dengan orang-orang lainnya, Evie kemudian berusaha membantu temannya berdiri, "Ren, are you okay? Kamu berdiri di jalur sepeda - "

"Your name is Ren?"

Evie yang menjawabnya karena sekarang temannya benar-benar terlihat kesal sekaligus mengerutkan dahi seperti menahan sakit. "Renata."

"Renata? Such a pretty name."

Evie balik bertanya, "Dan Anda?"

Renata tidak tahu bagian mana yang membuat lelaki didepannya terlihat seperti menahan tawa, tetapi ia mendengarkan nama pria itu. "Dominic."

"Mr. Dominic," kali ini Evie yang berbicara terlebih dahulu karena ia kagum dengan lelaki itu yang lebih tinggi bahkan dari Renata. "Teman saya keras kepala, please forgive her. It was our fault standing on the bike path, Sir."

Renata mengerutkan keningnya dan menatap Evie seolah ia bertemu dengan orang asing. "Dia yang harusnya minta maaf-"

Dominic tidak tahu dimana ajudannya yang pergi dengannya hari ini, mungkin karena ia yang terlalu cepat mengayuh sepedanya. Tetapi ia juga tahu Arthur seharusnya tidak terlalu lambat. Ia mengangkat kedua bahunya sekilas, "It's fine."

Sekarang Renata merasa kekesalannya semakin memuncak, "It's fine you say?"

Dominic merasa dirinya menjadi pria yang baik dan bertanggung jawab dengan menanyakan keadaan wanita itu yang sebenarnya sudah salah di matanya, walaupun ia harus pergi karena ia harus segera bertemu dengan seseorang yang sudah menunggu di suatu tempat yang akan menjadi tujuannya sekarang. Ia balik bertanya, "Is that wrong?"

"No, Sir." Evie menggeleng lebih cepat sebelum Renata kembali mengeluarkan protesnya. "Anda buru-buru? Jadwal sibuk? It's New York, Anda bisa pergi terlebih dahulu."

"Ev-"

Evie menarik lengan Renata ke belakangnya, "Have a nice day, Sir."

Evie kemudian berbalik dan berbisik, "I'll give you my Armani's blazer."

Renata tidak mengerti kenapa Evie terlihat buru-buru, tetapi ia tidak dapat menghentikan lagi Dominic yang sudah kembali ke sepedanya. "Armani untuk lenganku yang sekarang ngilu?"

"Berlebihan deh, Ren."

"That jerk is shit, Evie."

"Every man is jerk, I know that." Evie yang mengkhawatirkan lengan temannya kemudian menawarkan sesuatu kepada Renata untuk membuat temannya sedikit lebih tenang, "Aku traktir es krim nanti."

"I can buy it for myself. You can't bargain my sore arm for ice cream, Evie."

Evie menghela napas panjang. Kali ini ia membereskan heels-nya. "Dan Armani."

"Minggu lalu Atha mengirimku beberapa koleksinya and I'm sure there are five Armani."

Evie mengangguk dengan santai, "Diam deh, Ren. Kita harus berjalan setengah mil lagi dan sudah jauh dari pria - yang kata kamu brengsek - itu. Nanti sebelum kita ke Maze aku bawa kamu ke rumah sakit. Oke?"

"Bawa aku ke kli-"

"And I'll cover that," tambah Evie yang sama sekali tidak terlihat keberatan. "Okay? Sekarang kita tinggal berjalan - maybe thirty minutes and go to the hospital to see what happened to your arm. I'll buy you an ice cream near Chinatown before we go back to my dorm."

"That means we didn't come to the Maze?"

"Hell, no." Evie menatap temannya yang terlihat lebih lama untuk memahami kata-katanya, "Jam sembilan kita akan ke Maze. That's why we go to my dorm - for sleep."

Renata mendesah pelan karena tawaran Evie sangat menarik, orang kaya dan pemikiran mereka yang tidak ia mengerti.

____

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang