#6# - Six

3K 284 12
                                        

Emile Arthur sudah bekerja melayani keluarga kerajaan Prancis sejak dua puluh tahun yang lalu dan ia menjadi ajudan untuk Dominic Faillieres selama sepuluh tahun terakhir, sejak Dominic memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya di London. Ia tentu mengenal bagaimana tabiat pangeran Prancis dan tahu kebiasaan-kebiasaannya. Termasuk perubahan sikapnya sejak empat hari yang lalu dimana saat Dominic pergi ke Parsons untuk bertemu dengan adiknya dan entah secara kebetulan atau tidak, ia juga bertemu dengan seorang wanita, sebelum akhirnya diusir secara terang-terangan oleh wanita itu - yang bahkan tidak tahu bagaimana latar belakang Dominic.

Arthur tidak tahu siapa nama wanita itu dan walau ia menjaga jarak- atas permintaan Dominic - ia tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Bahkan ketika Dominic dan wanita itu berpisah di lantai empat setelah berbicara di tangga. Yang ia lihat selanjutnya adalah Dominic tidak bisa berkata apapun dan hanya memandang punggung wanita itu yang menjauh dari mereka sebelum akhirnya berbelok.

Dominic tidak bisa menahan wajah masamnya, "Saya diusir, Arthur."

"Your highness, mungkin sudah waktunya untuk Anda pulang - ke penthouse maksud saya, Sir."

Dominic memasukkan tangannya ke dalam saku celana, "Ini pertama kalinya saya diusir, Arthur."

"Apa ada yang harus saya lakukan?"

"Seperti apa?"

"My Lord, saya kira Anda ingin pulang setelah jadwal hari ini. Saya akan mengembalikan kartu aksesnya sementara Anda menunggu di mobil?" usul Arthur saat ia mengikuti Dominic berjalan di koridor. "Her Majesty baru mengirimkan pesan untuk bertanya tentang Anda yang tidak mengangkat telepon darinya."

"Oh ya?" Dominic tidak tertarik untuk pulang ke Columbus Circle tetapi ia tahu tidak ada urusan lagi disini. Jadi untuk apa?

"Dan mengingatkan lagi - agar Natal tahun ini Anda pulang."

"Saya pulang setiap tahun, Arthur."

Arthur menjawab dengan sabar, "Pulang yang ia maksud adalah menghabiskan waktu bersama dari malam Natal hingga tiga hari setelah Natal, My Lord."

Ia melihat Dominic melepaskan kalung kartu akses dari leher dan ia melanjutkan, "Vice Provost sudah sibuk dengan rapat-rapatnya hari ini dan dia sudah berpesan kepada saya untuk pulang tanpa harus menemuinya lagi, My Lord."

"Jadi pada intinya - saya harus pergi dari sini?"

"Ya," Arthur mengangguk dengan yakin walau ia tahu Dominic sedikit berbeda saat berbicara dengan wanita tadi. "There's nothing else you do here, My Lord."

Dan sekarang, Arthur yang tahu dimana keberadaan Dominic di jam seperti ini, membuka pintu perpustakaan milik Dominic yang penuh dengan buku dan berantakan. Dominic Faillieres tidak ingin ruangan ini dibersihkan oleh pengurus penthouse atau oleh ajudannya. Ia membiarkan ruangan kecil itu apa adanya. Berantakan dan sesak. Sesuatu yang bertolak belakang dengan keluhan Charleen yang perfeksionis.

Tidak susah bagi Arthur untuk menemuka Dominic, ruangan itu bahkan lebih kecil dari kamarnya. "My Lord."

"Ya?"

Seperti biasa. Dominic Faillieres duduk di sofa dengan buku tebal yang sedang ia baca sambil menaikkan salah satu kakinya. "Mr. Liam menghubungi ponsel Anda -"

Dominic sudah menghabiskan tenaganya untuk hari ini dan ia benar-benar lelah, "Saya sudah mengirim data cash burn rate dari sepuluh startup yang sedang diseleksi, Arthur. Saya sudah membalas empat puluh email proposal sesuai permintaannya." Liam Rennel adalah manajer senior di venture capital Dominic melakukan internship-nya. Jenis atasan yang otoriter dan itu membuat Dominic berkali-kali bersabar saat hampir setiap hari Liam akan bersikap tegas di depan sepuluh staffnya, ia tidak menolerir sebuah kesalahan sekalipun.

Arthur menjawab, "Ya - beliau sudah menerimanya."

Otoriter dan bossy. "Which part did he dislike from my job?"

"My Lord, bukan itu yang ingin ia sampaikan." Arthur menutupi kegugupannya, "He's satisfied with your work, anyway."

"Arthur, sebenarnya saya lelah setelah mendengar kabar tentang wanita yang akan dijodohkan dengan saya. Ada apa sebenarnya dengan Liam?"

Arthur mengangguk karena ia memahami keadaan Dominic saat ini, "The problem was that he was angry that - Your Highness - didn't pick up the phone from him."

"Jadi masalahnya ada pada saya?" balas Dominic walau ia tidak berniat untuk menurunkan bukunya. "The stodgy Liam now knows that I'm the Royal Prince of France after nearly two months of my apprenticeship?"

"Dan sejak kapan ia tahu kalau saya adalah Pangeran, Arthur? I didn't expect that from him, tapi aku akan tetap menghargainya tentu saja."

"Liam mengundang Anda makan malam dengan keluarganya, Sir."

"Dan apa yang kamu katakan?"

"Bahwa Anda sibuk." Arthur bernafas lega saat melihat Dominic mengangguk kecil. "Dia mengundang Anda di akhir pekan ini dan saya ingat dengan permintaan Her Royal Highness untuk makan malam bersama Anda besok di -"

"Tunggu dulu, Charleen?" Dominic mengalihkan pandangannya dari buku. "Charleen?" ulang Dominic sekali lagi.

"Tadi pagi sebelum Her Royal Highness berangkat, beliau menyampaikannya ke saya."

Dominic berdecak, "Tidak ada bedanya kalau begitu, Arthur. Dua pilihan yang sama -sama menyebalkan dan menyulitkan."

Arthur bertanya, "Tapi mana yang akan Anda pilih, My Lord?"

"Let's finish first. Liam? He thought it rude not to pick up the phone from him?"

"My Lord, saya minta maaf mengatakan hal ini. Tapi menurut beliau - ya."

"Mungkin keputusan yang baik ketika kamu bilang saya sibuk, Arthur. It doesn't mean I not respect him, tetapi sepertinya saya tahu apa yang akan terjadi saat saya datang ke undangannya?"

"Saya mengerti, My Lord."

"Dan Charleen, kenapa tiba-tiba mengajak makan malam bersama?" tanya Dominic entah pada siapa. Pada Arthur - atau mungkin pada dirinya. "Tapi bagaimana jadwal saya pada hari itu?"

"Tidak ada apapun."

"Ya Tuhan," Dominic menggelengkan kepalanya. "That's mean she prepared it well, Arthur. Menyebalkan, bukan?"

"Her Highness menyiapkan semuanya dan bagi Anda - itu menyebalkan? Saya tidak mengerti, My Lord."

Sekali lagi Dominic mengangkat kepalanya dari buku, "Yang kamu tahu kami hanya seperti kucing dan tikus saat bertemu - artinya selalu bertengkar?"

Dominic melihat bagaimana ajudannya mengangguk kecil, ia melanjutkan, "Menyebalkan karena ia bukan dirinya, Arthur. Si brengsek Jack sepertinya tidak sadar telah mengubah Charleen - entah pria itu tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu kalau adikku mencintainya."

"Her Highness baik dan sempurna di mata masyarakat-"

"Ya, itu masalahnya, Arthur." Dominic tidak tahu kalau wanita yang sedang mereka bicarakan mendengarkan semuanya karena pintu ruangan ini tidak tertutup. "Charleen membuat semuanya sempurna."

____

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang