"Estefany Poetrimarta Raviv – apa kamu mendengarkan Mama?" Julia memanggil nama anaknya – pertanda ia sangat serius.
"Hmm, ya aku mendengarkan Mama." Fanny memijat pelipisnya sambil bersandar di kepala ranjang. Porto – kota terakhir dimana ia akan melakukan dua puluh satu scene sebelum tim akan melanjutkan perjalanan ke Moroko dan hanya tersisa dua hari keberadaannya disini setelah menyelesaikan enam belas scene. "Mama datang ke pesta Iliona Tjahjadi – ya aku masih ingat. Mama bertemu dengan teman-teman dan kalian melihat bagaimana Benedict berdansa dengan Gabrina. People around us talk about this – termasuk Mama."
"Kalau begitu kapan kamu punya waktu bebas agar bisa kembali ke Jakarta – Demi Tuhan – banyak hal yang harus kamu perbaiki karena keputusan bodoh kamu itu."
Mata Fanny yang awalnya terpejam kemudian membuka. Ia sudah berpesan kepada manajernya untuk tidak memberitahu siapapun tentang waktu bebasnya selama empat hari sebelum syuting akan dilanjutkan di Moroko. "Pulang hanya untuk memenuhi obsesi Mama?"
"Fanny, kapan kamu bisa pintar? You forgot the details, tentu saja untuk keluarga kita. Bukan Gabrina yang seharusnya berada di samping Benedict melainkan kamu – you look shining beside him."
"Ma-"
"Aku suka kalau putriku terlihat bersinar di tempat seharusnya."
Fanny berusaha mengubah topik mereka, menanyakan Marcus Raviv, "Bagaimana kabar Papa? I called him yesterday tetapi ia tidak mengangkat teleponku. Apa Papa sibuk?"
"Biar Mama yang berbicara dengan Raya agar membantu kepulangan kamu ke Jakarta-"
"Ma, it's over. Kenapa Mama mengharapkannya?" Fanny yang kelelahan karena ia memiliki jadwal yang padat kemudian berkata, "Mama tidak pernah memedulikan keputusanku – kecuali saat aku belajar hukum tentu saja. Aku selalu memberi undangan untuk Mama di acara-acara penting tetapi Mama tidak mau datang. Mama selalu bilang kalau pekerjaanku adalah hal yang memalukan-"
"Apa kamu kesal denganku, Fanny?"
Fanny hampir tertawa dengan reaksi ibunya, "Well, I don't get the point. Bagian mana yang Mama maksud memalukan ketika aku bahagia menjalaninya? What do you want, Ma? Kenapa aku merasa hidupku seperti bukan milikku sendiri?"
"Mama sedang mengembalikan hal-hal yang salah ke tempatnya yang seharusnya -" Julia bersikeras. "- termasuk kalian berdua. Papa kamu tidak bisa membantu keinginan Mama, Fanny. Apa kamu tidak ingin menjadi anak yang berbakti hanya dengan menikahi Benedict? "
"Then what if I'm not happy?" Fanny bergumam pelan.
"Satu hal yang harus kamu tahu, tidak seharusnya Gabrina berada disamping Benedict, sayang."
"Mama sudah berkata itu berkali-kali." Fanny menarik napas, "Aku cukup tahu kalau mereka berdua sedang bersama dan tidak perlu tahu sampai detailnya. Apa Mama mengerti?"
"Kalau setiap detail yang Mama sampaikan membuat kamu berpikir untuk pulang, then I'll do it whether you like it or not. Gabrina tidak berada di kelas yang sama seperti kita. That's the fact." Julia tidak mendengar balasan apapun dari anaknya setelah ia menunggu beberapa detik. "Fine, kamu tidak mau pulang?"
____
"Look what we have here."
"Pengganggu, kenapa lo disini?" kata Gabrina saat ia menyadari siapa yang bersuara dibelakangnya, sementara itu Benedict Canale menyipitkan mata meminta kejelasan atas kehadirannya disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Lullaby
Romanzi rosa / ChickLitEndless Lullaby | Mint Series #1 © 2020 Grenatalie. Seluruh hak cipta.