"H-hei."
Ketika ia tahu kapan waktu untuk menghentikan gerakan pria itu dan membuatnya berdiri di pintu sembari membawa sebuah benda, Gabrina yang sedang duduk dengan ragu di pinggir ranjang kecil kemudian bertanya dengan canggung, "B-bawa apa lo? Handuknya sudah selesai, lebih baik taruh dimana?"
Benedict menunjuk ke satu arah, "Biarkan disana saja, Ren. Dan gue bawa laptop untuk pekerjaan gue - no need to worry."
Benedict memandang ranjangnya. Dalam kamar ini hanya ada satu single bed dengan meja kecil di sudut dan karpet dilantai. "Lo butuh sesuatu yang lain, Gabrina? Tidak ada selimut, biar gue cari sebentar- "
"Gue - g - gue nggak perlu selimut." Gabrina menggigit bibir bawahnya sendiri. Bodoh, apa yang kamu lakukan? tanyanya. Lima belas menit lalu ketika ia menerima tantangan dari Benedict hanya satu yang ingin ia tunjukkan, yaitu agar pria iblis didepannya tahu bahwa ia berusaha untuk berubah. Bodoh, dasar bodoh, Gabrina terus menerus menyumpahi dirinya sendiri saat hujan turun semakin deras di luar sana. Apa ia harus membatalkan hal gila ini?
Benedict menatap Gabrina yang tegang dan mencengkeram sprei kuat-kuat hingga wanita itu sendiri itu tidak menyadarinya. "Lo ingin kita berhenti, Gabrina? Tidak apa, gue akan keluar sekarang."
Mana mungkin. "Apa? Berhenti? Jangan bercanda, mana mungkin gue mundur hanya karena nggak berani tidur disini." Gabrina melepaskan cengkeraman tangan dari sprei dan merebahkan badannya sendiri di atas ranjang untuk membuktikan perkataannya sendiri. Ia tidak tahu kemana Benedict menghadap, tetapi ia berkata, "Tolong jangan matikan lampunya."
"Oke."
Selanjutnya hanya terdengar deru napas mereka masing-masing, Gabrina tengah memunggungi pria itu tapi dari suaranya ia tahu Benedict masih di bawah, "Jadi, hanya seperti ini?"
"Ya."
"Lo bekerja dan gue tidur."
"Hmm."
Tubuh Gabrina masih kaku, "Good, can we keep the door open?"
"Ya, tentu saja anak kecil, lo ingin gue mendongeng juga?" dengan kesal Benedict terlihat bersiap berdiri. "Cookies, susu panas - anything you want, Renata."
Tidak ada suara lagi setelah itu jadi Benedict kembali ke pekerjaannya. Hanya dua menit jeda tenang itu sebelum ia mendengar suara hujan yang cukup deras dari belakangnya. Hujan semakin deras? Benedict memiliki pikiran itu sebelum akhirnya menyadari sesuatu, "Diluar suara hujan terdengar tetapi lo masih menyetelnya?"
"It's my lullaby to sleep," Gabrina kemudian meletakkan ponsel disamping bantal. Tidur siang, kapan terakhir ia melakukannya? Alih-alih memejamkan mata Gabrina justru menatap jauh langit-langit ruangan yang masih asing. "Bukannya lo juga ingin lihat?"
Benedict memfokuskan dirinya sendiri untuk mendengar musik dari ponsel Gabrina. "The sound always like this?"
"Gue lebih suka kalau digabung dengan suara ombak."
Benedict hanya mengedikkan bahunya, "Buat diri lo sendiri nyaman, Renata."
"Ya, gue nyaman." Gabrina bergumam, "Tapi sebenarnya apa yang sedang gue lakukan sekarang?"
"Tidur bukannya berbicara, Renata. Katanya lo bisa tidur kalau ada suara hujan." Benedict mendengar kata-kata Gabrina. "Apa lo benar-benar ingin gue mendongeng?"
"Ben, berisik."
" ... "
" ... "
"Bagaimana kabar Fanny?" Pada akhirnya orang yang pertama berbicara setelah keheningan adalah Gabrina dan itu membuat Benedict menjawab singkat sambil terus fokus kepada laptop, "Baik."

KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Lullaby
ChickLitEndless Lullaby | Mint Series #1 © 2020 Grenatalie. Seluruh hak cipta.