#71# - Seventy One

873 138 4
                                    

43/99 Finally, we meet again.

44/99 She doesn't seem to know me.

45/99 Her face grew more mature, charming, and cold.

____

Gabrina merasakan matanya memanas. Tidak boleh, ia berkata kepada dirinya. Kamu tidak boleh menangis dihadapannya. Ia kemudian memiringkan tubuhnya, memunggungi Dominic. Ia membenci dirinya sendiri yang merasa lemah.

"Kamu benar, aku sekarang menjadi tahu apa yang harus aku lakukan kepada mereka." Ia mendengar suara dari belakangnya, "Terlebih sekarang aku akhirnya tahu siapa nama belakangnya."

Gabrina tidak mengerti tetapi ia tidak berniat untuk berbicara lagi. Saat itulah tiba-tiba ia merasakan pergerakan dari belakangnya – sebuah tangan melingkari perutnya dan membuat tubuhnya mundur, Dominic menghapus jarak mereka dan memeluk wanitanya dari belakang.

"N–Nic–"

"Aku akan memastikan mereka membayar apa yang seharusnya mereka bayar."

" .... " Jantung Gabrina terpacu lebih cepat dan ia berharap Dominic tidak merasakannya. "Nickie, kamu harus melepas tangan kamu."

"God, aku cemburu karena kita membahas orang yang pernah kamu sukai." Dominic mencium rambut Gabrina dari belakang – dalam waktu yang lama. "Kamu sangat kuat hingga sekarang, G. You're still fighting for your life after that–" Dominic semakin mengeratkan pelukannya berharap dengan cara ini wanita itu bisa mendengar degup jantungnya yang menggila. "Thank you for living."

Terima kasih telah hidup – selama dua puluh delapan tahun dalam hidupnya ia tidak pernah mendengar orang mengatakan hal itu. Air mata Gabrina menetes setitik mengulangi kata-kata Dominic – Terima kasih telah hidup.

Terima kasih telah hidup – menjadi kalimat favoritnya didetik itu juga.

"Kenapa kamu tidak jijik ke aku?" bisik Gabrina menahan suaranya yang pecah karena menahan emosi.

"Kalaupun jijik – itu harusnya kepada diriku sendiri, G. Aku jijik kepada diriku sendiri yang masih menginginkan kamu bahkan di situasi seperti ini," suara Dominic terdengar serak dan frustasi di telinga Gabrina. "Oh God, jangan mengingatnya, Gabrina. Jangan mengingatnya – aku butuh kamu melupakan dia yang hidup itu agar aku bisa menyingkirkannya."

"Don't play with me," desis Gabrina yang masih belum percaya. "Apakah ceritaku membuat kamu berhenti penasaran?"

"Rasa penasaranku tidak ada habisnya kalau bersama kamu, let me show it."

Dominic memutar badan Gabrina yang masih lemah untuk berada diatasnya, ia mendengar suara terkesiap Gabrina namun wanita itu sama sekali tidak menolak dan ia bisa melihat dari matanya – Gabrina percaya kepadanya – dengan lembut ia menyentuh pipi Gabrina. "You need to know that you're so enchanting."

Ia menyibak anak rambut Gabrina yang berjatuhan dengan jarinya, "Your eyes – aku jatuh cinta dengan mata kamu yang hitam dimana aku seperti bisa melihat bayanganku sendiri. I wonder, what if I could finally see myself being the only person you love with those eyes."

"N-Nic," Gabrina memanggilnya dengan terbata-bata. Ia malu dengan posisi mereka jadi ia berniat untuk menegakkan punggungnya tetapi Dominic lebih dulu menangkap tangannya.

"Coba lihat aku, Gabrina." Dominic mengatakannya dengan putus asa dan ia menemukan mata Gabrina telah menatapnya. "Never in my life I feel jealous, angry, disappointed and happy at the same time. Aku menyerah, Gabrina. Aku kira kemarin aku harus lebih menahan diri untuk tidak memeluk kamu, ternyata aku tidak bisa – it drive me crazy."

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang