#84# - Eighty Four

709 95 2
                                    

82/99 She's the type of person who knitting to put herself in a better mood even if it makes her hands swell

83/99 She hated the city where we met

84/99 At least she's curious about me

____

Getar ponsel yang diletakkan Dominic di meja nakas membuatnya membuka mata dengan berat dari tidur yang baru dilakukannya semenjak dua jam yang lalu. Sebelah tangannya terulur meraih benda itu sementara sudut matanya melirik punggung Gabrina yang tenang. Disaat ia berpikir untuk mengangkat panggilan itu, pintu kamarnya terketuk dan ia bisa mendengar suara Arthur yang memanggilnya.

"Ya, Arthur. Tunggu." Dominic kemudian menyibakkan selimut, sambil menggeser layar dan menempelkan benda itu ke telinga. "Charleen?"

"Thank God, apakah kamu sudah membaca pesan aku, Nickie?"

"Belum." Dengan sebelah tangan yang bebas ia mengambil kacamatanya dan hal pertama yang ia lihat setelah membuka pintu adalah Arthur yang menunggunya.

"My Lord, maaf menganggu istirahat Anda–"

Ia memberi tanda kepada Arthur, bahwa ia perlu menyelesaikan teleponnya dengan Charleen terlebih dahulu. "Her Majesty meminta kita semua untuk ke Versailles, Nickie. Olivier sudah berada dalam pesawatnya dan aku akan berangkat dari Singapura. Apa Arthur ada disampingmu? Jangan tolak penerbangannya kali ini, Nickie. Demi Tuhan, aku tidak heran kalau ia akan menyeretmu ke bandara!"

Ia dan Arthur bertatapan dan disaat itulah Dominic menyadari wajah tegang pria tersebut. "Bernafaslah, Charleen. Bagaimana aku bisa memahami kata-katamu kalau tidak ada jeda sama sekali?"

"God, I'm just panicked." Terdengar helaan napas panjang. "His Majesty pingsan, Nickie. Dalam rapatnya sendiri! Bagaimana aku tidak panik? Terlebih ketika Her Majesty meminta kita – seluruh anaknya untuk pulang?"

"Char- Charleen," Dominic berusaha menyusun kata-kata dalam benaknya. "Bagaimana kabarnya?"

"Papa sudah bangun dan menjalani tes kesehatan sekarang. Je ne sais pas (1), Lucien bilang penerbanganku tiga jam lagi. Apapun hasilnya Maman berjanji akan memberitahu aku nanti." Dominic diam, memberi kesempatan untuk Charleen berbicara panjang lebar karena ia tahu kekhawatiran adiknya itu. "Rasanya kepalaku kosong, Nickie. Je ne veux pas entendre quelque chose comme ça, je veux à ses côtés!" (2)

"Charleen, Papa va bien." (3) Hervé Faillieres, telah menduduki tahta Kerajaan Prancis selama lima belas tahun yang lalu setelah menggantikan ayahnya sendiri. Walau monarki Prancis tidak memiliki kekuasaan untuk memegang kendali tertinggi pemerintahan terlebih sejak Revolusi, mereka tetap berperan sebagai bagian dari Council of State, terlebih iklim politik dimana perang saudara sempat terjadi selama tiga tahun dan merubah banyak aspek dalam pemerintahan. Selama sepuluh tahun terakhir tidak pernah Ratu memanggil semua anaknya diwaktu yang sama untuk urusan kerajaan, namun mendengar sendiri adiknya yang sedang panik membuat Dominic mulai merancang beberapa skenario yang bisa dilakukannya untuk menenangkan Charleen.

"Apa yang terjadi, Arthur?" Jantung Dominic berdetak cepat.

"His Majesty tidak sadarkan diri saat menghadiri jamuan makan siang. Ia siuman setelah dua puluh menit dan kini dokter sedang mengobservasinya. Satu jam yang lalu Her Majesty memanggil sepuluh orang yang berada di garis suksesi tahta kerajaan sehingga saya telah menyiapkan pesawat paling pagi, boarding empat jam lagi, My Lord."

"Apa media tahu?"

Arthur menggangguk dan Dominic menarik napas panjang, berusaha membuat dirinya tenang. "Tolong hubungi Sara lima belas menit lagi, Arthur. Aku perlu berbicara dengannya selama aku tidak ada disini. Tanyakan juga kepada Lucien untuk memberitahuku setiap jam keadaan Charleen." Dominic yang mengkhawatirkan adiknya kemudian menyerahkan ponselnya kepada Arthur.

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang