#4# - Four

3.3K 319 15
                                    

Melanie Gaines memiliki pengalaman mengajar selama dua puluh dua tahun di beberapa design school sebelumnya dan sekarang ia bekerja di Parsons School of Design sejak tiga tahun yang lalu sebagai Vice Provost sekaligus lecturer di salah satu elective course. Hari ini, di jam empat sore Melanie memiliki jadwal rapat dengan executive dean , Rachel Agid, tetapi lima menit yang lalu asistennya mengetuk pintu kantornya dan mengabarkan kedatangan salah satu pangeran kerajaan Prancis. Membuat Melanie memilih untuk menemuinya terlebih dahulu. Tentu saja ia harus menemuinya. Parsons Paris yang didirikan tahun dua ribu tiga belas memiliki afiliasi dengan kerajaan itu - keberadaan Parsons Paris tidak lepas dari campur tangan Her Majesty, Jeanne Françoise Faillieres.

"Your Royal Highness," Melanie segera menjabat tangan Dominic yang sudah terulur ketika ia masuk ke ruangan dimana pria itu menunggunya. "It is my pleasure and honor to welcome you here."

Dominic tersenyum dan mengangguk, "Maaf mengganggu waktu Anda, Ma'am."

"Tidak sama sekali," kata Melanie sambil mempersilahkan Dominic untuk kembali duduk. "Seharusnya saya tahu lebih awal saat Her Royal Highness, Charleen Faillieres mengambil dua short course disini. Saya bisa membantunya tentu saja."

Dominic menggelengkan kepala. Dua jam yang lalu saat ia masih di kantor, ia mendapat pesan - lagi - dari Charleen yang memintanya untuk datang ke University Center , tetapi adiknya yang menyebalkan itu tidak memberitahu alasan yang lebih kuat dari 'I need your help'. Saat ia datang ke gedung ini - ia tidak bisa masuk lebih jauh padahal Charleen menunggunya kecuali kalau ia memiliki kartu akses khusus, dan itu membuatnya berpikir untuk menjadi kakak yang menyebalkan dan tidak peduli, seperti biasanya.

Arthur memberinya nasihat untuk meminta bantuan dari seseorang. Vice Provost baru saja tiba di gedung ini dari penerbangannya selama tujuh jam lebih dan itu membuat Arthur bersikeras untuk bertemu dengannya. Dominic kemudian berkata dengan sopan, "Bukan itu maksud saya, Ma'am. Saya datang kesini untuk bertemu dengan adik saya yang menunggu di salah satu studio - tetapi ada kartu akses khusus dan sudah mencapai limit untuk tamu seperti saya."

"It's high security to ensure everyone's safety here, I hope you understand that, Sir."

"Tentu saja saya mengerti."

Melanie yang sudah mendekati setengah abad kemudian tersenyum hingga memperlihatkan kerutan di wajahnya, "Asisten saya akan mengurus akses Anda, Sir."

"Terima kasih banyak, Ma'am."

Tiga puluh menit kemudian Emile Arthur kembali ke ruangan dimana dirinya menunggu dan memberikan kartu akses kepadanya. Kenapa ia tidak menyebalkan lagi? pikir Dominic saat ia sadar sejak satu minggu yang lalu Charleen ia jemput dari bar, adiknya seolah tidak ingat dengan apa yang ia lakukan malam itu. Malam dimana Charleen menangis karena seorang pria.

Ia berdiri, "Saya hanya akan melihat Charleen untuk lima menit, Arthur. Ya, hanya lima menit dan segera kembali ke rumah - Charleen menyebalkan sekali."

____

Charleen mengakhiri semua kata-katanya namun sepuluh detik berlalu dan ia tidak mendapat tanggapan dari kakaknya, "You not listen me, right?"

"Dengar."

Charleen tahu betapa menyebalkan dirinya saat ini yang meminta Dominic untuk datang ke tempat ini, "Ya sudah kalau begitu, you can leave me. We'll talk later in home."

Dominic tidak mengangguk dan tidak menggeleng, ia lelah dengan semua ini setelah cukup kesulitan mendapatkan kartu akses masuk tetapi Charleen mengubah pertemuan mereka ke perpustakaan yang ada di lantai enam. Menyebalkan sekali. "Terserah kamu, Char."

Arthur mendekati Dominic saat Charleen berkata, "Temanku disini bilang kalau sushi bar dan avocado roll adalah sesuatu yang harus dicoba."

Dominic tersenyum mengejek, "Kamu punya teman?"

"Yes, I have. Pertama, karena aku manusia dan kedua, karena aku wanita yang enak diajak berbicara."

"Kamu kaku dan menyebalkan."

"Kakak menyebalkan dan adik menyebalkan, we have the same blood, right? Aku adalah cermin dari bagaiamana cara orang-orang bersikap kepada aku, Nickie. Kamu menyebalkan - aku juga bisa menyebalkan."

Dominic memasukkan tangannya ke dalam saku karena sekarang ia tidak memerhatikan adiknya, namun ketika ia melihat jendela besar perhatiannya teralihkan kepada seorang wanita yang duduk sendirian dengan jarak lima meja dengannya, dan sebuah laptop terbuka didepannya. "Charleen, dimana toiletnya?"

"Disana," telunjuk Charleen mengarah ke suatu tempat. "Aku harus ke bawah, jadi aku akan pergi duluan. Terima kasih sudah datang, Nickie." Ia berdiri dan mengajak ajudannya, Lucien untuk mengikuti langkahnya.

Dominic menghela napas panjang dan tetap duduk di kursinya hingga dua menit untuk memastikan Charleen benar-benar pergi. Ia kemudian berdiri dan meminta Arthur untuk tetap di meja mereka tanpa mengikuti dirinya.

"Excuse me," Dominic berhenti melangkah didepan meja itu. "Hi."

"Ya?"

Dominic menyunggingkan senyum karena ini adalah pertama kalinya ia sangat penasaran kepada seseorang. "Ingat dengan saya?"

" .... "

"Dominic," ia mengulurkan tangannnya namun wanita itu tidak balas menjabatnya. Ia bertanya lagi, "Tangan kamu baik-baik saja?"

Renata hanya mengangguk tipis setelah menyadari siapa pria yang mengajaknya berbicara disini. Ia menjawab dengan ragu, "Hmm, ya."

"Saya Dominic," katanya untuk memastikan Renata mengingat siapa dirinya. Untuk kedua kalinya ia mengulurkan tangan namun tetap tidak ada tanggapan apapun dari wanita ini. Ia berkata, "Kamu tidak ingin berjabat tangan dengan saya?"

"Saya tidak baik ke orang yang menabrak saya."

Dominic kemudian menarik tangannya setelah ia tahu Renata sudah mengingat siapa dirinya, "You standing in bike lane, Renata."

"And that's your excuse not to hit the brakes?"

....

Brooklyn Bridge sangat ramai di jam setelah makan siang dan wanita ini tetap menuduh salah dirinya. Dominic menganggukkan kepala, "Benar juga, saya yang salah."

"Apa yang harus saya lakukan untuk menebus kesalahan saya?" tanya Dominic yang masih berdiri karena ia tahu kalau Renata tidak memersilahkannya untuk duduk.

"Tidak ada."

"Tidak ada?"

"Saya dendam dan memaafkan dalam waktu yang singkat. Anda boleh pergi, Dominic."

Jean Aston Dominic Faillieres baik ke semua wanita karena ia tahu bagaimana cara memerlakukan mereka. Namun kali ini, dengan wanita berambut hitam yang terlihat tidak peduli dengannya membuat Dominic merasakan sebaliknya, ia tertarik untuk membicarakan sesuatu - apa saja - asal bisa bersama wanita ini.

Dominic lebih tidak suka dengan sikap wanita didepannya yang berubah-ubah, "Saya membuat Anda kesal?"

Renata menutup buku dan laptop untuk kelas time and space materiality yang akan dimulai lima puluh menit lagi. "More specific, Anda membuat saya berpikir untuk pindah dari sini. Saya akan mencari tempat lain, Nic."

"Nic?" ulang Dominic karena ini adalah pertama kalinya ia mendengar nama itu. Lucu.

Amyla Renata menghentikan gerakannya, "Anda keberatan saya panggil seperti itu?"

"Tidak. Terserah Anda. Orang-orang biasanya memanggil nama saya Dominic."

Renata menatap sekilas janggut tipis pria itu, "Dominic - like a dominant?"

"Dominan?" ulang Dominic sambil berpikir.

Umurnya dua puluh satu tahun dan Renata menggelengkan kepalanya dengan cepat, selera humor orang berbeda-beda dan ia segera menepis pemikiran anehnya, "Saya yang berbicara tidak karuan, Nic. Just forget it."

­­___

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang