"Aku belum makan."
"...."
"Gabrina, aku belum makan dan aku benar-benar lapar karena kopi tidak membantu lambung sama sekali," kata Dominic untuk menarik perhatiannya. Gabrina tidak menoleh kepada orang yang berbicara tetapi memandangi arah dimana Alec meninggalkan mereka berdua. "Anda bisa duluan saja, Yang Mulia."
"Bisa kamu merekemondasikan makanan enak didekat sini, Gabrina?"
"Yang Mulia, saya akan pulang sendiri."
Percakapan mereka tidak berkaitan sama sekali dan mudah melihatnya bagi Dominic bahwa Gabrina sangat keras kepala. Ia memasukkan salah satu tangan kedalam saku, "Aku belum pernah jalan-jalan semenjak datang ke negara ini, bisa kamu menemaniku?"
"Yang Mulia, saya harus membeli kopi baru untuk saya sendiri." Gabrina mengarang alasan karena ide bahwa ia semobil dengan Dominic adalah hal paling aneh yang ia pikirkan. Lagipula ia tidak ingin espresso hari ini dan akan membeli minuman lain untuk dirinya sendiri.
"Ya, kita bisa membelinya bersama."
Kalimat terakhir Dominic kini membuat Gabrina menoleh dan mereka saling menatap dengan cara mereka masing-masing. "Belum ada lima menit ketika saya mempersilahkan Anda untuk pulang terlebih dahulu, Yang Mulia."
"Siapa yang akan pulang duluan?"
"Anda."
"Tidak – aku tidak pulang duluan karena Alec membayarku dengan kopi untuk mengantar kamu pulang."
"Saya yang membelinya dengan uang saya sendiri, Yang Mulia."
"Sudah menjadi milik Alec ketika dia mengambil dari tanganmu dan menjadi milikku sejak aku meminumnya. Dimana tempat kamu membeli kopinya?" Tanpa menunggu persetujuannya Dominic menarik ujung lengan baju yang dipakai Gabrina.
"Anda tidak perlu menarik tangan saya, Yang Mulia."
Gabrina berusaha menyentakkan tangan Dominic darinya tetapi ia khawatir baju yang ia pakai akan sobek. "Yang Mulia-"
"Dominic. Dominic saja atau aku bisa marah kepada kamu yang tidak mendengarkan kata-kataku sama sekali. It will like this karena bagaimana aku akan memastikan kalau kamu tidak kabur?"
Bandara ramai dengan orang-orang yang memiliki urusan mereka masing-masing dan baik Dominic maupun Gabrina masih tidak mau saling mengalah. "Lepaskan dan saya akan memanggil apa yang Anda inginkan."
"Sekarang kamu juga ikut mengatur?"
"Apa salahnya mendominasi seperti apa yang Anda lakukan pada saya? Yang Mulia, ini semua sangat konyol. Apa kita kembali bertengkar hanya karena sebuah nama?"
"I don't mind fighting with you and ensuring victory for myself. In the end of this day, setidaknya aku ingin memastikan kamu selamat hingga rumah karena Alec. Ya – aku melakukannya karena Alec – Pamanku."
"Yang Mulia–"
"Dominic."
"– Anda harus melepaskan tangan Anda sendiri atau seseorang akan melihat seorang Pangeran–"
"Aku tidak terkenal."
"– tapi saya mengenal Anda. Bisa Anda – setidaknya – berpikir lebih panjang tentang apa yang Anda lakukan kepada saya?"
Jantung Dominic berdegup karena sesuatu yang pria itu tidak pahami. "I don't really care about other people, listen that. Hidup mereka adalah urusan mereka dan hidup aku – atau kamu – adalah urusan masing-masing juga. Kamu berpikir aku peduli karena apa, G?"
Gabrina kemudian berhenti dan tanpa ia duga pria itu juga ikut berhenti. Ia menangkap lengan Dominic, memilih jari tengah pria itu dan memelintirnya dengan kuat hingga membuat pria dihadapannya membelalakkan mata.
Dominic tahu jarinya sakit tetapi ia bertekad tidak akan berteriak sesuai harapan wanita itu kecuali ia ingin security menghampiri mereka. "Gabrina, seriously? Bagaimana aku nanti bisa menyetir kalau kamu melukai jariku?" Dominic menggertakan gigi dan berbicara dengan suara rendah.
"Yang Mulia, Anda tidak menganggap serius apa yang Alec katakan, bukan? I don't let anyone treat me well because it means I have to return the favor, jadi kita harus kembali ke urusan kita masing-masing."
"Jadi kamu egois – kamu tidak memedulikan aku yang berusaha memenuhi janji, tidak peduli dengan Alec yang mengkhawatirkan bagaimana kamu pulang karena jarak bandara dan Jakarta cukup jauh, apa seperti itu maksud kamu, G?"
"Untuk pertama kalinya sejak ia datang baru kali ini ia terdengar seperti paman bagiku." Dominic mengerahkan sedikit tenaga berusaha menggerakkan jarinya yang dipegang oleh Gabrina tanpa melukai wanita itu. "Aku yakin kamu mendengar apa kata-kata Alec. Jadi apa salah kalau kita – nantinya – akan berada di mobil yang sama?"
"Kamu yang memegangku terlebih dahulu ingat itu, Gabrina." Dominic kemudian membawa tangan Gabrina berada dalam genggamannya dan berjalan ke toko untuk membeli makanan untuk dirinya dan kopi untuk Gabrina. Ia merasakan jari Gabrina yang lentik tetapi tidak halus, kuku-kukunya biasa, ia bahkan bisa melihat beberapa bekas luka di jari-jari itu dan tiba-tiba ia – Jean Aston Dominic Faillieres membayangkan apa yang bisa dilakukan jari-jari itu kepada ...
"Yang Mulia, lepaskan tangan saya. Fine, Anda boleh ikut ke toko–"
Dominic mengusir sebuah angan-angan yang muncul, ia tidak mendengarkan Gabrina melainkan bertanya hal lain. "Kenapa kamu tidak suka espresso?"
"–saya tidak bisa membayangkan apa masalah yang muncul–"
"Americano bagiku dan bagi Alec seperti air comberan."
"– ini bahaya untuk publikasi brand saya dan semua film-film Anda–"
Dominic berhenti berjalan dan itu membuat Gabrina hampir menabrak punggungnya. Kali ini kekesalan Gabrina sudah memuncak sehingga ia menyentakkan tangan mereka, "Yang Mul-"
"Kamu cerewet, Gabrina." Bandara semakin ramai dan Dominic sedikit bergeser karena dari depannya sebuah rombongan melewati mereka, Gabrina mau tak mau mengikuti gerakan Dominic karena ia tidak ingin menabrak mereka dalam kondisi tangan mereka masih saling menggenggam.
"I have rules in here. Cukup panggil Dominic mulai sekarang dan seterusnya dan aku akan melepaskan tanganmu sekarang."
"Ajudan Anda – saya tidak tahu siapa namanya–"
Dominic menjawab singkat, "Arthur."
"Ya, Bapak Arthur – ajudan Anda – saya tidak ingin dimarahi olehnya. My dream is to live in peace, tanpa ada orang-orang yang seharusnya memang tidak perlu ada dikehidupan saya, termasuk Anda. Lucien, anda tahu siapa Lucien? Lucien menurut saya memiliki posisi yang sama seperti Arthur kepada Anda. He taught me everything about etiquette, butuh waktu lama bagi kami untuk bisa berbicara dengan tenang tanpa saling melemparkan bom. Cukup dengan Lucien menurut saya, tidak perlu ditambah dengan Arthur. Got it, Yang Mulia? Saya harap Anda melepaskan tangan saya."
"Tidak."
"Tidak?" Gabrina menatap tajam dan memajukan tubuhnya. Ia mencoba mencubit, mendorong, dan menggeliatkan jari-jarinya yang berada di tangan Dominic, "Yang Mulia, Anda brengsek."
" ... "
"Like I said, I have rules in here. Fine, aku juga tidak keberatan harus menggandeng tangan kamu mulai sekarang dan seterusnya. Oh, aku juga berharap untuk tidak lupa mengingatkan diriku sendiri untuk tidak memusuhi kamu, Gabrina. Mulai sekarang dan seterusnya."
____
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Lullaby
ChickLitEndless Lullaby | Mint Series #1 © 2020 Grenatalie. Seluruh hak cipta.