#96# - Ninety Six

876 85 2
                                    

Entah sudah berapa kali, Gabrina tidak ingin menghitung saat ia kembali melihat penampilannya yang terpantul di cermin yang hampir sama dengan tinggi badannya. Rambutnya diikat sederhana – ia tidak tahu apakah bisa mengkategorikannya sederhana karena seorang profesional yang menata rambutnya kurang dari tiga puluh menit. Ia memakai dress maxi hitam dan sandal pastel, berhasil memakainya dengan damai setelah berdebat dengan Fanny yang bersikeras untuk mencoba semua pakaian yang sudah diberikan oleh Dominic di kamar. Ia menolak saat wanita tersebut menawarkan diri untuk merias, Gabrina tidak berekspektasi tinggi tentang kencannya dengan Dominic semenjak ia lebih menyukai hal-hal sederhana mengenai pria itu.

Ini hanya kencan biasa, sama halnya saat di apartemen. Ia menarik napas, mengeluarkannya dengan perlahan untuk meredakan jantungnya yang menggila saat menemukan Dominic menunggu didepan pintu vila 'sementaranya' jam lima sore, dan hampir lupa bagaimana caranya berkedip saat menyadari Dominic tetap saja terlihat lebih menarik dengan jeans dan kaus berwarna sama seperti pakaiannya.

"Kamu terlihat cantik." Dominic tersenyum.

"Terima kasih." Gabrina tidak ingin pria itu mendengar detak jantungnya yang berdetak cepat dan keras – Demi Tuhan, apa aku terlihat gugup?

Saat keduanya berjalan kembali ke vila, Gabrina membiarkan Dominic menggandeng tangannya untuk berjalan bersisian. "Aku cukup terkejut dengan semua fasilitas yang kamu berikan kepadaku dan Fanny."

"Setimpal dengan waktu yang kutunggu untuk melihat kamu, Coeur."

Ketika melewati pintu utama, tidak ada yang berubah kecuali ruang tengah yang sebelumnya berantakan seolah baru saja dilewati oleh tornado kini bersih. Dominic tidak melepaskan tautan tangan mereka, "Kita tidak bertemu hampir satu hari."

Gabrina mengangguk. "Kata seorang pria yang mengunci vila ini."

Dominic mengangkat alis dan terkekeh. Terlebih Gabrina menatapnya saat mereka ada didepan anak tangga. "Lantai dua?"

"Satu lantai lebih tinggi. Be careful, Coeur." Dengan pasti ia berpindah ke belakang dan membiarkan Gabrina berjalan didepannya. Gabrina terlihat ragu saat mereka berada di lantai dua, "Vila ini setahuku hanya dua lantai."

Dominic membimbingnya ke bagian luar balkon, setengah memutar dan saat itulah Gabrina melihat anak tangga yang lebih kecil. Saat mereka sampai di lantai tiga, dimana hanya dibatasi oleh pagar setinggi dada tanpa atap, Gabrina membeku. Sebuah meja persegi dengan kursi bersisian menghadap ke laut lepas, dialasi oleh linen putih dan mawar merah ditengahnya. Lampu-lampu kecil mengitari pagar dan tergantung pada beberapa sudut, Gabrina membayangkan Dominic menggunakan tangga untuk memasang semua itu.

"Kamu suka?" Dominic bertanya dengan hati-hati setelah membiarkan Gabrina terbiasa dengan tempat ini.

"Wow." Wanita tersebut maju, menyentuh punggung kursi kayu dengan kedua tangan "It's gorgeous."

Dominic menarik kursi untuknya. Gabrina bahkan tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Dominic yang terkena bias cahaya kuning lampu kecil disekeliling mereka. "Kamu membuat tempat ini menjadi menakjubkan dalam beberapa jam saja."

"Banyak orang membantuku, Coeur. Benedict bilang tempat ini awalnya digunakan untuk bersantai namun tidak ada yang tertarik untuk merawatnya."

Langkah seseorang yang naik terdengar, membuat Gabrina refleks menoleh untuk menemukan seseorang yang tidak ia kenal membawa nampan makanan. Dominic berkata, "Kuharap kamu lapar." Ia membalas tatapan Gabrina yang lebih dulu menatapnya. Saat seorang pelayan meletakkan piring didepan mereka ia melanjutkan sekali lagi, "Aku membuatnya."

"Cheeseburger." Dengan piring lain berisi kentang dan segelas soda.

"Well-made cheeseburger. With chips."

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang