#72# - Seventy Two

912 114 0
                                    

46/99 It's really hard to get a chance to talk to her.

47/99 She called me in a very formal way, 'Bapak' Dominic was the funniest thing I heard that night.

48/99 She clearly draws the line between us – just a documenter cast and the executive producer.

____

"Aku hanya salah satu orang yang tidak tahu apa yang harus aku lakukan ketika berciuman." Gabrina memandangi jari-jarinya sendiri dengan enggan. Gorden di ruangan itu belum terbuka tetapi dari celah ventilasi sinar matahari masuk ke ruangan ini. "I don't have a good memory of that."

"Fine, kamu bisa belajar dengan aku — seharusnya tidak susah karena kita berdua sama-sama saling menyukainya, Gabrina."

"We can, but now we have to stop." Gabrina berusaha mengingat tujuannya meminta Dominic mengajaknya ke tempat ini. Julia Raviv sangat kejam dengan kata-kata yang ia dengarkan secara langsung dan ia butuh untuk melupakannya sejenak. "Nic, ada beberapa hal yang tidak bisa aku ubah di dunia ini walaupun kamu dan aku sangat berusaha — status sosial kita. It's like a torch that can't be extinguished."

Rahang Dominic mengeras, "Kamu menyerah sebelum kita mencobanya."

"Memang." Gabrina memasang wajah datar, "Anggap saja apa yang kita lakukan — yang kamu ajarkan — menjadi perpisahan kita. Karena Nickie, you need to know, aku akan mencoba berhenti menyukai kamu. I'll try to stop."

"I don't get it," Dahi Dominic berkerut bukan karena tidak mengerti tetapi ia merasa wanita didepannya sangat aneh dengan kata-katanya sendiri. "Bukankah kamu sendiri yang memintaku untuk mencintai kamu, Gabrina. I do, lalu kamu? Apa kamu mengkhawatirkan Allesia dibandingkan dengan aku yang baru kamu cium?"

" ... "

"Kamu nyatanya yang sedang bersama aku bukannya Allesia." Dominic berusaha menjelaskan bahwa ia dan Allesia tidak saling menyukai. Perjodohan yang hanya digagas oleh Ratu Kerajaan Perancis dengan sahabatnya yang seorang Perdana Menteri Belanda bertahun-tahun yang lalu — sementara itu ia sibuk dengan perusahaannya di New York dan Allesia Lafont serius dengan keinginan mulianya untuk menyelamatkan sesama dengan menjadi seorang gynecologist — Allesia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri untuk belajar dan bekerja hingga tidak berniat untuk menjalin hubungan serius.

"Aku dan Allesia hanya menyetujui rencana pertunangan ini tetapi kami sama-sama membuatnya samar sehingga keluarga kami tidak ikut campur," ungkap Dominic namun ia sengaja melewatkan satu bagian mengenai upaya ibunya agar Allesia membujuknya untuk pulang.

"Dan aku meminta kamu untuk percaya kepadaku, can you?"

...

"Allesia dan aku hanya berteman sejak dulu hingga sekarang. Apa kamu — Gabrina, apa kamu percaya dengan kata-kataku?"

"Aku tidak mau menjadi seperti Amyla Prasetjana," Gabrina bergumam kepada dirinya sendiri dan menggigit bibir bawahnya. "Aku tidak mau jatuh ke lubang yang sama," ulangnya.

"Apa kamu takut jatuh?"

"Ya."

....

"So when I decide to fight for us, you won't do the same?"

Dominic menyadari bahwa tatapan Gabrina yang ragu tetap tidak berubah. "You can lie to yourself, but Gabrina would it be fair to do that to me?" Dengan kasar Dominic mengusap wajahnya sendiri. "Kamu mengakhirinya dengan cara yang tidak pernah aku bayangkan."

"Kamu takut, kamu mempermainkan aku — you don't need to be villain. Jika ini juga tidak mudah untuk kamu sendiri, setidaknya jangan permainkan hati aku, Gabrina."

Gabrina yang merasa keputusannya untuk memulai rencana berhenti menyukai Dominic membalas, "Bagaimana kamu bisa menemukan atau tahu tentang wanita yang tepat, kalau kamu justru terjebak dengan wanita yang salah, make sense?"

"Tidak sama sekali."

...

"Let's make this easy."

"Apakah menurut kamu ini bisa menjadi lebih mudah setelah kamu menciumku? Kamu yang sekarang tidak masuk akal, Gabrina. Kamu melewati batasmu sendiri, kamu memutuskannya sepihak, dan kamu yang bermain terlebih dahulu."

"Yeah, I'm the real villain. Seperti sebuah bagian dalam buku yang selesai kamu baca, aku adalah karakter pendukung  yang tidak perlu diingat dan kamu adalah pusat dari buku itu — you don't need to rereading because no one will changed the ending of the main character."

... "You mean it, or you just scare of everything."

Ketukan pintu yang berirama teratur membuat mereka serempak menoleh ke arah sana. Keduanya kini berhenti berbicara untuk beberapa saat sebelum suara yang mereka kenal terdengar dari luar ruangan, "My Lord."

Dominic menyibakkan selimut, berjalan ke pintu dan membukanya sedikit — ia tidak ingin Arthur melihat Gabrina yang ada di kamarnya. "Ada apa?"

Gabrina memejamkan mata sejenak sebelum ia menoleh ke jendela kamar ini yang tertutup. Tubuh besar Dominic menghalangi celah pintu tetapi ia juga tidak ingin melihat Arthur.Ia tidak tahu apa yang mereka bicarakan karena mereka saling berbicara dengan suara yang rendah tetapi ia berusaha tidak memedulikannya — ia lebih tertarik untuk segera merapikan ranjang yang ia pakai semalam hingga Dominic kembali menutup pintu dan berbalik ke arahnya. Pria itu mendekat sementara ia berusaha tidak memedulikannya dengan memandangi lantai.

"Kita perlu mendinginkan kepala kita," Dominic merasa sangat marah dan kecewa pada dirinya sendiri dan Gabrina. Ia menyugar rambutnya sendiri dengan kesal, "But remember, kamu selalu mempunyai pilihan, G. Aku bukan seperti mereka, sama seperti kamu yang bukan seperti ibu kamu."

" ... "

"And you can choose to regret it or not, aku tidak bisa lagi kehilangan kamu. Aku tidak bisa lagi berpura-pura tidak mengenal kamu, aku tidak mau menghentikan perasaanku sendiri." Adalah kalimat terakhir yang diucapkannya sebelum melangkah kaki keluar dari pintu dan menutupnya dari luar. Satu menit penuh Gabrina terdiam, kemudian dengan perlahan turun dari ranjang dan merasakan dinginnya lantai. Aku tidak mau menangis.

Ia melipat selimut tebal itu untuk mencari ponselnya — nihil. Merasakan lantai yang diinjaknya semakin dingin, ia kemudian memutari ruangan dan baru menemukan ponsel dan beberapa barang miliknya diatas meja dekat pintu. Aku tidak boleh lemah.

Seumur hidupnya ia tidak pernah bertemu perempuan yang akan menjadi calon tunangan Dominic. Kami sesama perempuan, tangannya gemetar saat berusaha mengumpulkan mangkok bekas bubur dan gelas. Ia akan meletakkannya di dapur karena ia cukup tahu untuk tidak membuat kamar seseorang kotor karena barang-barang yang ia pakai. Aku tidak perlu berubah jahat hanya karena menjadi orang ketiga.

Gabrina sama sekali tidak membenci ibunya — ia tahu itu. Ia yang tidak pernah melihat wajah ibunya tidak akan pernah bisa ia benci — Amyla Prasetjana memang menjadi orang ketiga dan menyembunyikan kehamilannya sendiri, tetapi apakah keputusan orang yang membuatnya hadir di dunia ini harus ia benci karena sampai sekarang itu adalah satu-satunya alasan ia berada di panti asuhan selama delapan belas tahun lebih?

...

"I can't back too." Gabrina tersenyum getir berbisik agar hanya ia yang bisa mendengar kata-katanya sendiri. Wangi khas Dominic yang ia hafal melalui Kiton yang pernah ia bawa membuat hatinya menghangat sekaligus kosong. "Probably in a way, I will still like you, always. In a way. And probably it'll simply happen. It'll simply be the natural state — the beautiful core of the remains. I can't say holding that kind of love is wrong, or a mistake. Probably, that's just how it is."

­­____

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang