EPILOG

3.7K 123 19
                                        

Sepuluh bulan kemudian,

"Look what I found." Sebelah tangan Dominic mengangkat benda. Draft. Naskah film dokumenter. Satu tahun yang lalu ia membawanya ke Versailles sebagai lelucon dan kini ketika ia membawanya didepan kamar Gabrina, lelucon itu bekerja dengan baik.

Gabrina mengusap air mata sembari sebelah tangan memegang perut setelah tertawa cukup lama. "Are you still gonna do this? Apalagi yang akan aku temukan tahun depan?"

"Salah satu buku keselamatan kerja workshop-mu?"

"That's awful, but worth to try." Gabrina menutup pintu kamarnya. "Bagaimana bisa kamu kesini?"

"Aku berjalan, Coeur. Dengan kaki aku sendiri."

"Kamu melanggar tradisinya." Dominic memiliki kamarnya sendiri dibagian barat Istana, sementara kamar Gabrina sangat jauh sehingga ia bisa bertaruh pria itu menggunakan berbagai cara agar tidak terlihat oleh orang lain semenjak Jeanne pernah menegur pria tersebut untuk menjalankan peraturan. "Seharusnya kita bertemu di altar."

Ia mengecup bibirnya. "Aku sudah melanggar peraturan semenjak kecil, Gabrina. Coba tanyakan ke Charleen bagaimana kami berdua sering ke dapur setelah tengah malam. Apakah kamu tidak ingin membaca naskahnya?"

"Delphine sudah mengingatkanku untuk menjaga kantung mata ini tidak terlalu parah."

"We hire the best makeup artists, let the team do the work." Dominic melempar naskah dokumenternya ke ranjang. Meraup tubuh Gabrina dan duduk disofa sehingga wanita itu sekarang berada dipangkuannya. "Kita tidak bertemu satu hari ini. How your day?"

"Kelasku hanya setengah jam hari ini. Delphine mengurus buket yang kita pilih dan aku sangat ... nyaman dengan hari terakhirku sebagai warga sipil. Bagaimana kunjungannya tadi?"

"A lot child. Mereka lucu." Ia menemani Herve datang mengunjungi salah satu rumah sakit anak-anak. "Aku menggendong beberapa anak. Mereka – kokoh."

Dominic meletakkan tangannya ke punggung Gabrina. "Bagaimana kamu mengetahui ia perempuan?"

"Siapa?"

"Ahana."

"I don't know." Gabrina mengangkat bahu, menggeleng pelan. "Aku hanya merasa seperti itu. Intuisi. Mimpi. Ditengah lapangan yang luas aku melihat punggung anak kecil. Aku tidak pernah melihatnya berbalik dan aku tidak pernah bisa meraih tangannya. Benedict bilang, Ahana berpamitan karena kami tidak sempat bertemu. Ahana ingin aku mempercayai bahwa ia nyata. Bahwa detak jantung kami pernah selaras."

"Nama yang indah." Kepala Dominic bergerak miring, masuk ke ceruk leher Gabrina sementara wanita tersebut mendongak, memberikan akses sebesa-besarnya untuk Dominic.

"You know what," Mata Gabrina terpejam beberapa saat. Merasakan sapuan hangat pada lehernya. "Sex is great, specifically for both of us."

"Save that for later, Coeur. Besok kita akan mengambil sumpah didepan pendeta." Dominic menyatukan kening mereka, menarik napas dengan berat.

"Any crazy ideas?"

"Abraham akan membunuhku kalau aku membawamu ke Las Vegas."

Gabrina tertawa, berbisik ke telinga pria tersebut bahwa ia mencintainya. Dominic berdecak, menghirup dalam-dalam aroma wanita dipangkuannya. "Kurang dari dua puluh jam lagi aku menjadi pria paling beruntung didunia, Coeur. "

"... "

"I hate when I have to say this, tapi aku harus kembali ke kamarku." Ada kekosongan yang Dominic rasakan ketika Gabrina berdiri dari pangkuannya.

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang