25/99 Sometimes she talks a lot, sometimes she knows how to be a good listener.
26/99 She wanted to own an ice cream stand – specifically only sell choco-mint ice cream.
27/99 She has one of the most favorite professors in her design college.
____
Perutnya terasa melilit karena suara pria itu membuatnya gugup. "Kenapa kamu didepan ruanganku tadi?"
"Mengantar kemeja sekaligus bertemu. You need to know that I can't wait to meet you."
"Untuk secepatnya memperbaiki kemeja kamu?" Tangan Gabrina mengulur dan meminta tas yang dibawakan oleh Dominic.
"Karena aku harus mengenal dan melihat kamu lebih banyak, G. Aku sekarang menyukai kamu dan aku harus tahu apa saja yang akan aku lakukan untuk membuat kamu percaya dengan aku. That's it."
Bayangan Julia Raviv terlintas dibenaknya. Beragam hal mengikuti bayangan tersebut hingga membuat akhirnya Gabrina menutup mata. Ia mengepalkan kedua tangannya disamping, dan saat ia membuka mata hanya Dominic Faillieres sekarang yang menjadi fokusnya. "Kamu tahu apa saja yang aku pikirkan sekarang?"
"You can tell me."
"Pertama, aku berpikir kalau senyum kamu membuatku merasa berbeda, aku menjadi sedikit berharap untuk melihat senyum itu lebih lama tetapi aku kemudian sadar kamu pasti tersenyum seperti itu kepada semua orang. Kedua, aku sangat takut untuk jatuh cinta tetapi kamu dan kata-kata kamu, mengingatkanku bahwa dulu aku pernah berharap ada seseorang yang menginginkan dan menatapku seolah aku adalah hidupnya."
"For me, you are a dream that scare me away." Gabrina menarik napas panjang sebelum meyakinkan kembali hatinya. "Peluk dan cium aku kalau begitu, Dominic. I bet you will know something that you curious."
"Gabrina," ia memanggil nama wanita itu dengan nada yang sama untuk menirunya. "Apa kamu baik-baik saja?"
"Aku akan memeluk kamu," Gabrina berusaha untuk menyembunyikan ketakutannya. Aku akan memeluknya. Dominic bukan mereka.
"Jangan–" Dominic tidak mundur sama sekali dan ia berusaha menahan wanita itu tanpa membuatnya tersinggung. "Aku ingin kamu melihatku sebagai Dominic bukannya orang-orang yang menyebabkan kamu seperti ini. Aku tidak tahu siapa orang yang membuat kamu trauma seperti ini tetapi sekali aku menemukannya – I will make sure that person gets his punishment."
Sorot mata Gabrina berubah tetapi ia lebih dulu menggeleng, "Bukan Charleen, Gabrina. Charleen tidak pernah ikut campur dengan urusanku. You mentioned one name yesterday and I know it's not a good person."
"Kenapa," Gabrina berusaha membuat suaranya tidak getar. "Kenapa kamu seperti ini? Kenapa kamu tidak menjatuhkanku saja? Kenapa kamu tidak membuatku merasa tidak layak? Aku tidak memiliki siapapun, orang-orang menilaiku sampai diposisi ini karena uang dan relasi, banyak juga dari mereka menganggapku kotor–" ia tercekat, "Kenapa kamu baik kepadaku?"
"Karena Gabrina, ketika kamu menyukai seseorang kamu akan menggunakan perasaan kamu lebih sering dibandingkan dengan logika. It's normal, kita hanya manusia biasa. Bold and underline, aku bukan orang-orang yang menganggap kamu tidak layak. Aku Dominic dan kamu – adalah orang pertama yang menjadi teman seorang Aston Dominic tujuh tahun lalu."
"Lalu, apa kehadiranku sekarang – didepan kamu dan di kantor ini – membuat kamu tidak nyaman, Gabrina?" Dominic melihat bagaimana tangan Gabrina yang tampak gemetar sebelum wanita itu menyembunyikannya di balik punggung. "I will leave you – aku tidak ingin membuat kamu tidak nyaman."
" ... "
Bayangan Julia Raviv terlintas dibenaknya. Beragam hal mengikuti bayangan tersebut hingga membuat akhirnya Gabrina menutup mata. Ia menunduk, berharap Dominic tidak melihat semerah apa wajahnya. "Kamu bilang aku harus bertanya kepada diri sendiri kalau aku bingung." Gabrina menatap Dominic. "Aku bertanya kepada diri aku sendiri."
" ... "
"Aku juga menyukai kamu," kata Gabrina dengan tegas. "Tapi aku takut karena aku tahu kalau aku tidak pantas. Aku pernah menyukai seseorang dan orang itu menghancurkanku, Dominic. Kalian memiliki uang dan kekuasaan, it's so easy for people like you to be a cruel."
" ... "
"Apa kamu melihat siapa yang berdiri didepan kamu?" Dominic bertanya serius kepada Gabrina.
"K-kamu, Dominic."
"Benar, Dominic adalah pria yang berdiri didepan kamu sekarang. I think it's the time, G. Aku akan memeluk kamu ketika kamu membutuhkannya." Dominic menutup jarak diantara mereka dan memeluk wanita itu dengan lembut, perlahan namun pasti ia bisa merasakan ketegangan pada Gabrina. "Kita sama-sama membutuhkannya."
Tubuh Gabrina kemudian gemetar, jantungnya berdegup kencang bukan karena takut melainkan pria yang juga ia sukai memeluknya dengan lembut – seolah ia adalah sesuatu yang rapuh. "Kamu benar," gumam Gabrina. "Aku juga membutuhkannya."
Gabrina tidak peduli dengan tas kertas yang ia jatuhkan begitu saja.
Dominic tidak peduli bila wanita itu merasakan degup jantungnya yang menggila.
Gabrina tidak peduli dengan karyawan lainnya yang melihat mereka.
Dominic tidak peduli – bahkan jika ia harus merusak sendiri kemeja-kemejanya, atau ia ingin tetap melindungi Gabrina Clo. Dominic merasa dirinya berharga disamping wanitanya – Gabrina merasa dirinya ternyata layak.
Mereka menyukainya.
Ketika Dominic menarik tubuh mereka untuk menjauh, Gabrina merasakan kekosongan untuk pertama kalinya sehingga ia bertanya dengan wajahnya yang memerah, "Dominic, I've never been like this."
"Ya, tidak apa karena sama dengan aku. I've never been like this."
" ... "
"Nickie," Gabrina merasa jantungnya akan meledak karena ia baru menyadari bagaimana Dominic selalu menatapnya. "Love me at the point that you will hardy love me."
"Aku akan menunggu kamu untuk terbiasa dengan aku," balas Dominic. "We have time, kita tidak perlu terburu-buru."
"Apa rencana kamu setelah ini?"
"Bertemu dengan kamu sebelum kembali ke lokasi."
"Syuting Astrid?" Gabrina menatap tajam pria itu. "Aku ikut."
Dominic tidak yakin dengan apa yang ia dengarkan. "Gabrina?"
"Aku ingin ikut, apa boleh?" Gabrina setengah memaksa dan tidak mendapat tanggapan apapun dari pria itu. "Kalau begitu aku akan bertanya kepada Sara–"
"Gabrina, berhenti." Dominic mendekat dan meletakkan satu tangannya di bahu Gabrina, "Ada apa?"
"Try me. Drive me until I want you to be my lullaby, Nickie. Itu bukan ide buruk dan aku akan mencoba sehingga nanti aku tahu bagaimana caranya berhenti." Gabrina menutup mata sejenak dan menarik napas untuk memantapkan hatinya sendiri. "Aku tidak mungkin bisa menjadi orang yang selalu membuat keputusan yang benar di waktu yang tepat. Tapi sekarang – dengan kamu didepanku, aku juga ingin menjaadi egois untuk sesaat. Aku berharap aku tidak takut untuk mempunyai perasaan yang menyeramkan sekaligus menakjubkan ini."
____
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Lullaby
ChickLitEndless Lullaby | Mint Series #1 © 2020 Grenatalie. Seluruh hak cipta.