#32# - Thirty Two

1.1K 132 7
                                    

"Lo dimana?"

"Kerja."

"Dimana?" tanya Benedict meminta jawaban lebih jelas kepada Gabrina.

"Oh ya, sebentar saja tunggu gue-" samar Benedict bisa mendengar suara Gabrina yang sedang berbicara kepada seseorang. Ia mengerutkan kening saat menyadari latar suara ponsel wanita itu yang terdengar ramai. "Ben, gue lagi di pasar – kalau nggak penting boleh gue tutup?"

"Gue di Pacific sekarang."

"Buat apa lo kesana? Dasar nggak jelas," kata Gabrina dengan spontan karena ia tahu kedua atasannya tidak sedang berada di Jakarta.

"Jemput lo, Gabrina. Udah gue kirim pesan kalau kita bakal pulang bareng hari ini." Benedict sedang bersandar di pilar yang ada didepan ruangan Gabrina yang tertutup. Hari ini ia merelakan waktunya untuk menyetir selama tiga jam ke gedung ini setelah menyelesaikan urusannya di luar kota hanya untuk berbicara tentang kontrak mereka. "Lupa lagi lo?"

Oh ya, tentu saja ia lupa. "Gue belum lihat ponsel, maaf."

Benedict melayangkan matanya melihat langit-langit kantor ini. Kebiasaan tentang ketidakpedulian wanita itu untuk mengecek ponsel sudah ia pahami. "Share location bisa? Biar gue jemput lo."

Gabrina menutup sebelah telinganya menggunakan tangan kirinya agar ia bisa mendengar suara Benedict lebih jelas, "It's traffic hour dan lo mau ke pasar? Bercandanya nggak tepat waktu, Ben. Lo sedang bersama Adam?"

"Nggak."

"Ya udah jangan kesini, gue nggak mau kena resiko dimarahi karena membuat anak Presiden negara ini pergi sendirian tanpa si pengawal ke pasar. Lagipula disini ramai, Ben."

"Ren, gue tunggu lo share location."

Gabrina melihat bagaimana lima model yang ikut dengannya telah selesai berganti baju dengan sandal yang mereka pakai. Ia menghampiri model-modelnya yang masing-masing dari mereka menenteng heels. "Buat apa? Tunggu nanti malam kan bisa lo datang ke tempat gue."

"Renata-" Benedict menghentikan kata-kata yang ia ucapkan saat ia mendengar suara terengah-engah. "Yo, biar gue bantu bawa sini kasian kameranya nanti-"

"Yoyo sedang bersama lo?" tanya Benedict saat ia mendengar nama yang ia kenal.

Dengan cekatan Gabrina mengambil dua pasang heels untuk ia bawa. "Gue sudah bilang kalau gue kerja. Yoyo nggak lapor?"

"Ya sudah setelah ini gue tanya Yoyo."

Gabrina menaikkan sebelah alisnya ketika menyadari betapa keras kepala Benedict untuk tahu dimana ia sekarang. "Terserah lo, Ben."

"Gue mau ajak lo makan bareng."

.... "Ya nanti, selesai? Itu aja yang ingin lo bicarakan?"

"Gue tetap jemput lo setelah ini."

"Ben, lo aneh tahu nggak?" Gabrina berkata dengan tegas dan ia menyingkir dari jalan sempit pasar tradisional ini. Ia membiarkan model-modelnya berjalan terlebih dahulu mengikuti asistennya, "Nggak usah ikut campur pekerjaan gue kalo bukan gue yang meminta lo."

"I do my responsibility," kata Benedict dengan singkat. "Gue sudah janji ke Fanny, bukan karena gue peduli dengan lo, Renata, tetapi memang gue yang nggak bisa mengingkari Fanny."

.....

"Oh ya, yang kerja tetap Yoyo, gue hanya akan menjemput lo, Ren."

Gabrina Clo menolak permintaan temannya. "Nggak perlu kalau begitu untuk saat ini, Ben. Gue sibuk dan nggak punya waktu meladeni lo, gue tutup ya."

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang