#20# - Twenty

1.7K 173 5
                                    

Estefany Raviv baru menyadari ponselnya berdering saat ia keluar dari kamar mandi dan itu membuatnya segera menghampiri benda itu walau rambutnya masih basah. Fanny kemudian menyadari bahwa ibunya, Julia Raviv yang ternyata menelepon ponselnya, "Halo, Ma."

"Kenapa lama mengangkatnya, Fanny?" tanya Julia begitu ia mendengar suara putrinya. Ia menghubungi sebanyak dua kali dan tidak ada jawaban dari keduanya.

"Aku sedang mandi," jawab Fanny kepada ibunya.

"Mama ada di Mulia, bisa kamu kesini?" Julia yang sebenarnya didalam mobil dan sedang dalam perjalanan ke Hotel Mulia kemudian melanjutkan, "Mama baru ingat ada teman arisan desainer, mungkin kita bisa berbicara tentang gaun-gaun yang akan kamu pakai di pernikahan. Dua jam apa cukup kamu kesini, Fanny?"

"Pernikahan siapa, Ma?"

"Kamu dan Benedict, we've talked about this, haven't we?"

Fanny memijat pelipisnya. Ia masih ingat pembicaraan ini sudah berakhir dua minggu lalu ketika ia akhirnya berbicara kepada ayahnya untuk memahami prioritasnya saat ini, karir. "Benedict melamarku bukan berarti aku akan segera menikah dengannya, Ma. Papa menerima keputusanku dan menyerahkan semuanya kepada aku-"

Julia menegaskan sesuatu kepada putrinya, "Fanny, Mama tidak membesarkan kamu hanya untuk seperti ini. Look, when you have the opportunity you should take it for your better life. Kita tahu kalau Jemond Canale sedang di masa periode kedua jabatannya dan itu berarti kita juga harus mempercepat pernikahan kalian sebelum ia berhenti menjadi Presiden."

"Yang menikah aku, bisa Mama hargai keputusanku?"

Julia berusaha membuat putri kandungnya paham dengan yang ia maksud, tidak ada kesempatan lain yang lebih baik daripada menjadi bagian dari keluarga Presiden Indonesia. "Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi kedepan kalau kamu menundanya, Fanny. Banyak keluarga yang ingin menjadi bagian dari Canale dan Mama kira kamu tidak ingin menjadi bagian dari mereka? Marrying him will make our family class higher, Fanny."

"Menurut Mama itu lebih penting?"

"Demi keluarga kita, demi kamu dan anak-anak kamu nantinya – ya. Mama sedang berpikir tentang kebaikan untuk kamu dan satu-satunya hal yang tidak Mama inginkan sekarang adalah kamu melawan Mama."

Melawan Mama? Ya Tuhan, kenapa ia harus dipaksa menikah saat ia masih ingin mengejar mimpinya sendiri? Fanny hari ini telah melewati hari yang cukup melelahkan karena hari ini merupakan hari terakhir ia mengambil kelas bela diri dan ia kira ketika ia datang ke apartmen Benedict daripada rumah orangtuanya akan membuatnya rileks untuk sementara waktu. "Kalau begitu maaf, Ma. Aku tidak bisa datang ke Mulia, Mama sedang bersama siapa? Pakai sopir atau taksi? Perlu aku minta yang lain menjemput Mama nanti?"

"Mama ingin kamu datang kesini," Julia menekan ucapannya.

"Mau berapa kali Mama memaksa – we can't do that, Ma. We won't get married if we're not ready."

"Kamu yang terlalu menuntut, Fanny. Mama paham dengan keinginan kamu untuk menjadi aktris, tapi kenapa kamu tidak berpikir untuk menjalaninya sekaligus dengan pernikahan? Empat tahun karir kamu hanya menjadi model – dulu Mama mengalah dan tidak memaksa kamu melanjutkan S2 keluar negeri tetapi kenapa sekarang kamu menuruti keinginan Mama juga? Apa kamu mengira akan ada kesempatan lainnya menjadi bagian dari Canale? All this time I have taught my children to take the best possible opportunity."

Fanny semakin pusing, "Ma, aku akan berangkat ke Portugal dua minggu lagi. That's a best reason, right?"

Julia Raviv menolaknya dengan tegas, "Tidak bisa."

Endless LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang