Pedas

1.6K 245 3
                                    

Mata Hailam kini sudah bisa berpindah. Tak melulu menengok paha indah Elisa. Lagi pula tatapan membunuh dari Elisa itu sudah cukup untuk membuatnya kapok.

Hailam kini tertuju pada tumbuhan rimbun itu. Buahnya tumbuh menjulang menghadap atas, warnanya juga hijau kecil-kecil, serta ada beberapa yang berwarna merah tua.

Seumur-umur bari kali ini Hailam melihat tumbuhan unik seperti itu.

"Apakah ini beracun nona Elisa?"

Ia mendekat pada beberapa rumpun cabai rawit yang baru ditumbuhkan Elia. Tampak seperti anak kecil yang baru mengeksplorasi dunia.

"Hihi, kamu tak ingat sudah pernah makan itu, Hailam?" balas Elisa.

"Makan ini?"

Hailam membatin. Rasanya ia belum pernah mengonsumsi tumbuhan seperti itu. Melihat saja baru sekarang, apalagi memakannya.

Elisa tampak senang melihat Tindakan kikuk Hailam melihat benda baru itu. Memetikkan beberapa dan memberikannya pada Hailam.

"Coba cium" ujar Elisa.

Masih dalam keadaan kikuk, Hailam lupa berpikiran waras. Ia mencium benda itu langsung dari telapak tangan Elisa.

Ini membuat gadis yang seumur-umur itu belum pernah berkontak dekat dengan pria langsung hampir refleks mundur beberapa langkah.

Beruntung ia dapat dengan cepat kembali ke ketenangannya.

"Haa, apa yang terjadi denganku?" batin Elisa.

Tingkah sederhana itu malah membuatnya tersipu. Padahal ia sudah pernah melihat lekukan otot lelaki itu dahulu, saat ia merawatnya.

Elisa hampir berteriak dalam hati. Ia tak menduga Hailam akan langsung mencondongkan kepalanya pada tangan Elisa.

"Eh?"

Sadar akan Tindakan kurang sopan itu Hailam langsung mundur beberapa langkah dan minta maaf kembali.

"Tak apa, kamu sudah tahu benda ini, kan?" tanya Elisa lagi mencoba mengkonfirmasi.

Hailam mengangguk, masih dengan wajah merah padam. Ia hampir kehilangan kewarasannya saat mencium benda itu.

Aroma harum dan manis Elisa yang mengaburkan indranya itu.

"Aku ingat pernah menciumnya di bumbu mie instan dahulu"

"Tepat sekali, ini namanya cabai" ujar Elisa.

Ia sudah normal lagi, dan tampak elegan seperti Elisa yang biasa.

"Cobalah" ujar Elisa.

Ia mendekatkan beberapa buah cabai ke arah mulut Hailam itu. Sekilas tampak sangat romantis, terbukti orang ini langsung membuka lebar mulutnya.

Memangnya siapa yang tak ingin disuapi Elisa? Gadis cantik dengan perawakan mengalahkan Dewi itu.

"Kruuk"

"Aaaaaaaa"

Hailam melompat ke belakang, ternganga saat rasa pedas itu menghantui mulutnya. Ini seperti dibakar, namun dilain sisi terasa enak.

"Apakah aku menikmati siksaan?" batin Hailam tak percaya dengan pertengkaran batin dan otaknya itu.

Otaknya mengatakan kalau itu berbahaya, namun batinnya beranggapan itu menyenangkan. Itulah yang membuat Hailam menjulurkan lidah seperti anak anjing kepanasan.

"Hihihi"

Elisa terkikik saat melihat pemandangan itu. Ini pertama kalinya ia melihat seorang Duke bertingkah layaknya komedian. Ini benar-benar hiburan yang nyata.

"Nih"

Elisa menyerahkan segelas susu yang langsung disambar Hailam tanpa rasa basa-basi. Sebagai orang yang biasa makan makanan hambar, kehadiran cabai ini jelas menjadi teka-teki indra perasanya itu.

"Kenapa ada benda seperti ini? Benda yang menyakitkan namun membuat ketagihan" batinnya lagi.

Susu yang diberi Elisa tampaknya lumayan manjur. Terbukti, Hailam suah tak menjulurkan lidah lagi. Tapi badannya sudah terlanjur banjir keringat seperti baru saja tercebur kolam.

Elisa geleng-geleng kepala saat melihat bagaimana Hailam beraksi akan beberapa buah cabai rawit saja. Untung dahulu ia tak memberikan mie instan ekstra pedas. Bisa-bisa Hailam sudah tinggal nama sedangkan perutnya sudah berpulang pada pencipta.

"Ha, haaah.. nona Elisa. Benda aneh macam apa ini?" ujar Hailam tak percaya.

Akal sehatnya seakan dipermainkan. Dia takut mengingat rasa sakitnya, namun mulutnya seolah merindukan itu lagi.

"Ini cabai, dan bisa dipakai untuk pelengkap masakan" terang Elisa.

Hailam dengan otak encer itu jelas langsung paham maksud Elisa. Ia hanya bertanya untuk memastikan kebenarannya saja.

"Berarti ini bisa dihancurkan untuk daging dan ikan?"

"Ya" jawab Elisa singkat.

Ia bisa melihat bagaimana antusiasnya pria ini. Wajahnya tampak menerawang seolah tengah membayangkan pesta dengan bumbu baru itu.

"Kamu bisa mengambilnya jika suka"

Elisa menyerahkan daun pisang itu sebagai tempat membungkus cabai-cabai itu. Kadang Elisa bingung kenapa tak membuat kantong plastik saja? Namun otak warasnya langsung menolak. Apa jadinya jika plastik itu sampai di kerajaan dan ternyata ada orang yang sama datang dari Bumi seperti Elisa? Bisa bahaya kehidupan tenang yang didambakan Elisa ini.

Elisa tak tahu, tapi itu jelas pilihan bijak. Mie instannya saja sudah memicu peperangan tanpa ia ketahui. Apalagi dengan kantong plastik tipis. Itu bisa saja menyebabkan perang antar benua.

Hailam hampir berjingkrak sat mendapat izin itu. Ia amat Bahagia dengan izin Elisa yang membolehkannya membawa pulang benda-benda itu.

Ruang kosong tempat eksperimen itu kembali muncul di benak Hailam. Ia tak sabar untuk bereksperimen dan makan di sana. Ya, tanpa dia ketahui kalau rumor ia dalam pelayan tuanya melakukan hal terlarang sudah tersebar di penjuru kerajaan. Itu semua karena mie instan yang mereka makan dahulu.


Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang