Mesin Capit

497 73 0
                                    

Jika ditanya tempat hiburan terbaik, tentu jawabannya adalah pusat permainan. Terlebih permainan arcade dan beragam mesin capit yang tersedia. Mesin capit yang juga banyak variasi hadiahnya.

"Eee, aku mauu itu"

Gadis itu tampak bersemangat. Rambut bergelombang sebahunya itu agak melambai karena perubahan posisi yang mendadak itu.

Ini bukan yang pertama kalinya Elisa pergi ke tempat itu. Namun tatapan berbinar seperti anak kecil itu masih seperti yang dulu.

Elisa ingat saat ia membawa temannya ini pertama kali setelah mereka kenalan. Bagaimana Elisa dengan semangatnya mencoba banyak permainan itu.

Melisa yang menemaninya sudah seperti pemandu di sini. Tersenyum melihat Elisa yang begitu semangat setiap kali ia melihat rentetan hadiah itu.

"Melisa, Melisa.. aku mau itu" ujarnya sambil menarik tangan gadis berkacamata biru itu. Tampak seperti anak kecil yang tengah memeras ibunya di pusat permainan anak-anak. Sesuatu yang sudah biasa dialami Melisa dari teman lucunya itu.

"Sabar, kamu tahu aku kan, Elisa?" ujar Melisa sambil memperlambat jalannya.

"Tentu, pemain mesin capit yang tak pernah kalah. Ratu mesin arcade yaitu nona Melisa" ujar Elisa sambil tersenyum geli.

"Hei, jangan bawa istilah itu" ujarnya kesal.

Mungkin karena selalu memenangkan permainan capit itu, nama Melisa sudah lumayan dikenal komunitas permainan ini. Seseorang yang selalu mendapatkan hadiah meski pengaturan kekuatan capitnya sudah diturunkan mendekati nol.

Meski menolak, Melisa tak sepenuhnya enggan. Ia dengan senang hati mendekati mesin itu dan menanyakan benda yang diinginkan Elisa.

Gadis ini memang sangat lugu. Bahkan untuk memilih saja, ia makan waktu cukup lama dengan berdiri dan mematung. Sekali-kali Elisa menempelkan telunjuknya di dagu dan menggembungkan pipi seolah bimbang yang mana yang harus ia ambil.

"Bagaimana ini" desah Elisa. Tampaknya ada masalah besar dalam penarikan keputusannya.

"Ada apa?" Melisa juga heran, tak biasanya Elisa terlihat murung begini. Dia adalah gadis polos yang sudah penuh kasih sayang. Bak seorang tuan putri dengan teman yang bisa diandalkan.

"Hmm, aku mau semuanya" ujarnya dengan wajah tanpa bersalah. Terlebih bola mata yang melebar seperti anak kucing itu. Seakan meminta dengan iba menggunakan pesonanya. Sesuatu yang membuat orang lain tak akan bisa menolak permintaan Elisa.

"Hah, jantungku. Seperti yang diharapkan dari protagonis" batin Melisa dalam hati.

Permintaan itu memang tulus dan begitulah sifat asli Elisa. Toh tak mungkin ia mau menghancurkan dunianya hanya karena ingin menyelamatkan seorang Melisa.

Ia ingat bagaimana senyuman gadis yang dulunya berambut ungu keperakan itu. Gadis yang tersenyum seolah mengetahui semuanya dan mempercayakan aliran takdir itu pada Melisa. Melisa yang saat itu masih menjadi orang jahat yang ingin seluruh dunia merasakan deritanya.

Elisa adalah satu-satunya orang yang berani melawan aliran waktu. Berpindah antar dimensi dan mengubah nasib Melisa agar terhindar dari kemalangan itu. Sesuatu hal heroik yang dilakukan gadis lucu ini. Gadis yang mengorbankan kebahagiaannya sendiri.

Itulah yang menjadi beban bagi Melisa. Selama beberapa tahun ini, tak ada satu pun petunjuk yang mengarah pada pembentukan dunia itu. Ini seakan semua dunia yang penuh kenangan milik Elisa sudah sirna.

"Melisa? Melisa?" gadis lucu itu tampaknya bingung melihat Melisa yang tiba-tiba mematung. Menatap jauh seolah ada hal besar yang dipikirkan.

"Jika tak bisa, tak apa-apa" ujar Elisa sambil menarik lengan baju gadis berkacamata biru ini.

"Aa, ah bukan"

Melisa tersentak dan kembali lagi pada kenyataan.

"Bukan begitu, tuan putri" ujar Melisa sambil mencubit pipi gadis ini dengan gemas. Gadis yang tampaknya merasa bersalah karena meminta semua jenis hadiah itu.

"Apakah kamu ada masalah berat?" beginilah sifat Ellisa. Ia merasakan hal itu dari Melisa dan tak sungkan untuk bertanya. Kasih sayang yang diberikan Melisa benar-benar mengubah gadis ini seutuhnya. Seseorang yang tak memiliki keluarga dan tiba-tiba mendapatkan kehadiran seorang kakak yang bahkan mengizinkannya tinggal di rumah Melisa.

"Cring Cring"

Seolah mau pamer, Melisa menunjukkan koin-koin yang akan ia gunakan itu. Unjuk kemampuan akan bagaimana mahirnya ia menggunakan mesin capit tersebut.

"Setiap koin ini akan menghasilkan satu hadiah" ujarnya dengan penuh percaya diri.

Itu bukan pepesan kosong. Ini terbukti dengan setiap kali Melisa memainkan mesin itu, maka satu hadiah akan jatuh dan keluar.

Ini sebenarnya bukan tanpa sebab. Ada hal curang yang dilakukan Melisa dalam permainan ini dan jawabannya cukup jelas.

Pertahanan absolut itu, ia meningkatkan luasnya dan memenuhi mesin capit tersebut. Sebuah pertahanan di mana Melisa bisa melakukan apa pun dalam radius yang dikuasainya. Sebuah kekuatan menyebalkan yang tak ada lawannya itu.

Di sini triknya, setiap mesin capit memiliki pengatur kekuatan capit itu. Dan Melisa bisa dengan leluasa tetap membuatnya mencapit meski pengaturan mesinnya tidak begitu. Itulah kenapa ia bisa mengeluarkan hadiah itu dengan cepat bahkan mengalahkan para profesional bidang arcade ini.

Bukan tanpa alasan Melisa mendapatkan julukan "ratu mesin capit", sebuah kekuatan cheat yang mempermudah segala permainannya. Sebuah permainan dengan peluang menang seratus persen yang mengalahkan siapa pun juga.

"Ini yang terakhir" ujar Melisa sambil meletakkan boneka-boneka itu di atas tumpukan yang dipegang Elisa. Sebuah tumpukan yang bahkan hampir menutupi kepalanya.

Elisa cukup pendek, jauh lebih pendek daripada Melisa. Inilah alasan kenapa orang-orang sering menganggapnya kakak dan adik. Di mana Melisa berperan sebagai kakak di sana.

Ini berbeda dengan perawakan mereka di dunia fantasi itu, bertubuh tinggi dengan segala kesempurnaannya.

Elsia pernah dihina karena tinggi badannya itu waktu SMA. Sebuah penghinaan yang mengakibatkan pihak penghina menangis keras sambil bergelimang lumpur.

Pendek itu malah imut menurut Melisa, dan tak ada orang yang boleh menghina gadis pendek yang ia sayangi ini. Sesuatu yang menyebabkan tragedi masa SMA di mana Melisa menghajar para pembuli itu hingga tak berani bersuara.

"Hmm? Pulang?"

"Ayo" jawab Melisa sambil mengusap kembali rambut gadis itu.

"Hei, aku sudah besar" omel Elisa akan kebiasaan Melisa yang tak bisa ia ubah itu.

"Iya nona besar, pelayanmu ini juga tahu" canda Melisa yang ditepis langsung oleh Elisa.

"Hmph, kamu kebanyakan baca novel" ujarnya.

"Bukannya kamu juga sama? Kamu suka fantasi, kan?" balas Melisa lagi.

Ia sebenarnya sudah tahu semua itu, namun mendengar penjelasan Elisa yang berbinar itu menjadi suatu kesenangan bagi gadis berkacamata biru ini.

"Tentu, aku ingin menulis cerita tentang orang yang pindah ke dunia lain. Bertemu dengan duke dan menjadi ratu kerajaan mereka. Bukankah itu indah Melisa?" tanya Elisa sambil menceritakan preferensi fantasinya itu.

"Tentu, itu pasti akan seru. Aku menantikanmu menulis sesuatu tentang itu, Elisa" jawab Melisa.

Ia tahu preferensi Elisa, sesuatu yang ia hancurkan karena keegoisan dan traumanya., Karena satu lembar yang ia tulis, dunia itu jadi kacau penuh dengan asusila. Sesuatu yang harusnya tak terjadi di dunia indah ciptaan Elisa.

"Aku harus segera mencari cara mengembalikan dunia dan ingatannya" batin Melisa.

Ia bertekad akan mengembalikan semua kebahagiaan itu. Para iblis ciptaan Elisa, para Konig dan kesatria yang mengabdi padanya. Kehidupan indah keluarga kerajaan tanpa adanya perselingkuhan dan sengketa.



Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang