Ego Dewa

618 81 1
                                    

Ini adalah tempat yang tak terjangkau manusia. Tempat yang mereka sebut sebagai alam Dewa alias alam atas dari tiga alam yang ada.

Tak ada sesuatu yang menarik di sana. Hanya tampak seperti kawanan boneka berbentuk manusia dengan mata seperti ikan mati.

Mereka adalah para Dewa yang diberikan tugas monoton itu. Para Dewa yang belum mendapat egonya itu. Mereka tak ubahnya robot yang mengerjakan tugas monoton hari demi hari ribuan tahun lamanya.

Harusnya ini akan tetap terus begitu. Namun tidak dengan kehadiran wanita ini. Wanita berambut biru keperakan yang ditemani seorang pelayan berpakaian hitam dengan garis-garis putih.

Sosok yang harusnya tak bisa semudah itu melangkah ke alam Dewa malah tampak berjalan dengan santai di sana.

"Dunkel, apakah kau merasakan itu?" tanya gadis yang bernama Melisa ini.

Ada perubahan yang ia rasa dari alam manusia. Perubahan yang menjadi bagian dari rencananya itu.

"Betul nona, malam sudah lengkap dan siang sudah sempurna. Itu artinya para Dewa sudah bisa memasuki alam manusia" terangnya.

Iblis yang bernama Dunkel itu menjawab dengan sopan. Wajahnya juga tampan, dengan dagu agak lancip dan sebuah tanduk patah di atas dahi itu. Ia adalah salah satu dari Neokonig yang mengabdi pada Melisa.

"Betul, dan aku hanya perlu memberi mereka ego" ujar Elisa.

Ia mengeluarkan beda bulat itu lagi. Sekilas mirip dengan gelintir matahari itu. Namun tak ada ukiran matahari di sana. Warnanya juga bukan seperti perunggu pudar, ini berwarna hijau dengan cahaya yang menyilaukan.

"Emosi negatif manusia sudah kumpulkan cukup lama. Ini adalah pekerjaan melelahkan Dunkel. Bahkan lebih susah dari membunuh mereka" ujar gadis cantik ini sambil tersenyum sinis.

Ia teringat betapa susahnya ia mengumpulkan emosi negatif ini dalam benda berbentuk bola hijau itu.

Berbagai konspirasi harus ia buat sambil menunggu kekuatannya pulih.

"Konig sialan itu, aku melihatnya saat dia bersama si Elisa jalang. Aku akan membuatnya membayar semua ini" ujarnya geram.

Itu mengingatkan Melisa akan bagaimana ia datang ke dunia ini. Digempur tiga makhluk kuat yang membuatnya terluka parah. Butuh waktu lama baginya untuk dapat mengembalikan semua ini. Membuat konspirasi besar dan menyerap emosi negatif dari manusia kerajaan Yepales.

Itulah benda seperti bola kasti yang berpendar itu. Semua Emosi jahat yang ia kumpulkan. Benda yang ia dapatkan berkat informasi dari suara mekanik yang sudah meninggalkannya saat ini.

"Narator itu! Tak ku sangka kau juga akan meninggalkanku" ujarnya lagi.

Dia mengangkat bola itu. Cahaya kehijauan yang berpendar dan secara perlahan menyelimuti alam Dewa tersebut.

Semua emosi negatif itu merayap laksana kabut. Masuk dalam setiap pori-pori sosok yang disebut Dewa tanpa ego. Para robot dengan mata seperti ikan mati. Sosok yang melakukan tugas monoton ini.

Namun, emosi yang dikumpulkan Melisa sudah cukup untuk memasukkan ego pada mereka. Membentuk kepribadian baru pada para Dewa dan memberikan mereka kehendak bebas.

Para dewa itu tampak mulai menggeliat. Persis seperti cacing di atas penggorengan panas. Menggeliat dalam waktu singkat sebelum akhirnya kaku seperti tanpa nyawa.

Melisa awalnya skeptis melihat itu. Berpikir kalau emosi negatifnya masih kurang dan apakah rencana besarnya akan berakhir dengan kegagalan.

Ia rasa ini bukan emosi negatif yang sedikit. Ia sudah memorak-porandakan satu kerajaan. Menghabiskan hidup mereka. Memberikan kesedihan dimana ia menapak.

Melisa adalah dalang dibalik itu. Konspirasi yang membuat para bangsawan itu berubah menjadi bajingan. Mengubah dunia indah ini menjadi sebuah tragedi. Sesuatu yang harusnya penuh dengan percintaan dan romantisme malah berujung pada pembantaian dan pertumpahan darah.

"Krieek"

"Krieek"

Seperti sekelompok kecoak. Para Desa itu tampak mulai mengeluarkan lingkaran cahaya di atas kepala mereka. Lingkaran cahaya yang perlahan berubah menjadi warna kehitaman. Ini diikuti dengan semuanya yang bangkit seperti mayat hidup itu.

Ego mereka sudah terbentuk, dan kehendak bebas itu sudah muncul.

Ada puluhan ribu Dewa di sana. Sesuatu yang harusnya tak bisa dikendalikan Melisa jika ia tak memiliki benda bulat ditangannya itu. Benda yang menjadi sumber ego mereka dan sekaligus menjadi kontrak jiwa.

Melisa bisa dengan mudah memusnahkan mereka selagi ia memegang benda bulat yang ada di sana.

"Hahahaha, Dunkel! Aku berhasil! Aku berhasil!" teriaknya.

Ia sadar akan fakta Elisa tujuh belas tahun itu. Fakta yang berarti Elisa masih hidup di usia dua puluhannya. Itu artinya Melisa gagal membunuh gadis ini.

Tapi apakah akan terus begitu? Melisa sangat yakin kalau puluhan ribu makhluk ini akan meluluh-lantakkan semuanya.

Kekuatan besar para Dewa yang sudah mendapat egonya itu sekarang berada di bawah kendali Melisa. Sebuah persiapan untuk melakukan perang skala penuh. Penghancuran tiga alam tanpa ada yang tersisa.

"Nona, apakah kita akan langsung menyerang mereka?" tanya Dunkel si iblis dengan tanduk patah ini.

Melisa tampak berpikir keras seolah melakukan berbagai perhitungan dalam otaknya.

"Tunggu dulu. Aku rasa itu tak terlalu menyenangkan. Aku ingin melihat wajah Elisa yang kehilangan semua yang dicintainya" terang Melisa.

Ia benar-benar sangat kejam, entah apa yang terjadi antara dia dan Elisa dimasa depan hingga sampai berbuat seperti ini.

Menghancurkan sebuah dunia yang harusnya penuh romantisme dan komedi. Dan sekarang gadis berambut biru keperakan ini malah bersiap melakukan pembantaian lanjutan.

"Aku akan mulai dari ras Vampir. Kita akan menghabisi mereka" ujarnya.

Ini bukan tanpa alasan. Ras itu yang memiliki bentuk terdekat dengan manusia Bumi. Melisa yakin jika ini adalah sesuatu yang berhubungan dengan Elisa. Bisa saja wujud kecintaannya pada seseorang atau sesuatu. Dan menurut gadis berambut biru itu, ini adalah sesuatu yang menarik untuk dihancurkan.

"Dengarlah para Dewa. Kita akan bersiap melakukan perang skala penuh!" ujar Melisa dengan menggema.

Ini diikuti sorakan dari puluhan ribu Dewa itu. Dewa yang sudah mendapatkan kehendak bebas dan mengubah lingkaran cahaya itu menjadi sesuatu yang gelap dan berkabut.


Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang