Seperti apa ketiadaan itu? Jika sesuatu tidak ada bagaimana bisa dilihat? Itulah yang terjadi dengan Elisa.
Ia merasa melihat sesuatu, namun dilain sisi terasa sangat tidak nyata. Jutaan bintang kerlap-kerlip itu seakan hanyalah ilusi belaka. Ia bahkan tak bisa merasakan tangannya sendiri.
"Aku ada di mana?" batinnya.
Matanya dengan bola mata indah itu tampak bergerak cepat. Menganalisis situasi, namun tak ada hasil meski sudah puluhan menit ia berdiri bengong di tempat itu.
Ia bahkan tak bisa merasakan ada keberadaan angin di sana, seolah hidungnya sedang tidak bekerja.
Elisa memutuskan untuk berjalan, terus berjalan menembus kegelapan kelam itu. Sinar bintang yang menemani perlahan hilang meninggalkan Elisa dalam kegelapan absolut.
Ini tak seperti gelap malam yang masih ada sisa-sisa cahaya. Ini adalah gelap sempurna, mata Elisa bahkan sudah tak bisa melihat tangannya saat ini.
"Aaakh, a. apa-apaan ini?"
Elisa seakan ditarik dalam ruang kegelapan itu. Membuat lehernya terasa tercekik dan kehabisan udara di paru-parunya. Ini bertolak belakang dengan bagaimana ia tak bisa merasa ada udara melewati lubang hidungnya itu.
"Aaaaaaaaaaaa"
Ini adalah teriakan pertama Elisa. Gadis berambut ungu keperakan itu merintih. Ini jauh lebih sakit daripada rasa jutaan jarum yang mencabik kulitnya dahulu.
Semua indranya seakan berontak. Dihancurkan dan dibentuk ulang dengan sangat sadir.
"Ti, tidak!!"
Elisa menggertakkan giginya, menggigit bibir indah itu agar tetap sadar dan tak tumbang akibat serangan itu.
"Ini, ini tidak nyata!!!"
Genggaman tangannya itu sangat kuat, Elisa bahkan mencabik telapak tangannya sendiri karena itu. Buktinya ia merasakan tetesan darah yang mengalir dari luka tersebut.
"Ini seakan nyata?"
Tetasan darah itu seperti nyata, tak seperti keberadaannya didunia itu. Ini membuat otak Elisa bekerja keras, terlebih tengah mengalami rasa sakit aneh tersebut.
"Huuh, Ahhh... C, Cretaion!!"
Dia mengibaskan tangannya itu, berusaha mengeluarkan sihir miliknya. Apa pun itu, seperti sumber cahaya dan sejenisnya.
".."
Mata Elisa terbelalak, sihirnya seakan tak merespons dan dia tak ubahnya seperti seorang gadis yang tengah bermain peran. Tak ada apa-apa yang keluar dari tangannya itu, seolah Elisa hanyalah orang biasa tanpa sihir yang memudahkan tersebut.
"Apa-apaan ini!!"
Kewarasannya seakan diputar balik. Saat ini Elisa bahkan sudah tak paham yang mana perintah untuk menggerakkan tangan atau kaki. Perintah dari otaknya itu seakan korslet.
Dia ingin berjalan, namun yang bergerak malah tangannya. Ia ingin membuka mulut, namun yang terbuka malah kelopak mata.
Seakan semua perintah diotaknya dipasangkan pada kabel yang berbeda. Persis seperti ia tengah kehilangan kendali akan syaraf otaknya itu.
"U,a aaa kklkkk"
Ia mencoba menggerakkan lidahnya itu. Ini sangat sulit, Elisa harus menghafal pola gerakan tubuh itu. Gerakan apa yang harus ia pikirkan agar lidahnya itu bergerak seperti seharusnya. Ini seperti ia mengubah kontrol akan organ tubuhnya itu.
[Perhatian! Intervensi dihilangkan!]
Inilah pertama kalinya Elisa sebahagia itu saat mendengar suara mekanis yang sama. Suara yang memberinya harapan dari keputusasaan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)
FantasíaElisa terbangun di dunia yang asing itu. Ini adalah settingan abad pertengahan dengan sihir dan ilmu bela diri. Dia hanyalah siswi SMA biasa yang akhirnya harus berjuang untuk hidup di dunia itu. Kekuatan misterius yang mengikutinya secara perlahan...