Perpustakaan Dunia

396 58 1
                                    

Langit itu biru dengan awan berarak membentuk kerumunan itu. Sesekali melewati bagian matahari dan membuat semuanya terasa redup. Sekilas mirip dunia normal, namun itu jelas keliru.

Ini adalah sebuah tempat yang tak masuk dalam nalar. Sebuah dunia yang tak dihuni apa pun selain tanaman berbentuk padi namun tanpa biji-bijian yang melekat padanya.

Pada ujung kecil tangkai lemah itu, tampak sebuah buku besar yang melekat padanya. Sesuatu yang harusnya membuat tungkai itu langsung patah, namun uniknya batang kecil itu mampu menahan beratnya buku dan tetap membuatnya tergantung-gantung di atas tanah itu.

Ini tak hanya satu tanaman padi, ada miliaran di sana. Tanaman padi dengan sebuah buku melekat pada ujung-ujungnya. Sebuah buku dengan berbagai macam judul dan nama penulis itu seakan menjadi bagian tak terpisahkan dari mereka.

Seperti sebuah rumput yang memiliki biji berupa buku yang ukurannya tak kecil. Seolah mengisyaratkan jika dunianya akan hancur jika rumput itu sudah mati.

Elisa dan Melisa berkeliling cukup lama. Menilik dan mengamati benda-benda dengan judul-judul unik itu. Ditulis dengan huruf yang tak pernah mereka lihat sebelumnya, namun uniknya kedua orang ini seakan mengerti akan tulisan itu.

Seperti penerjemah otomatis yang sudah melekat dalam kepala mereka.

"Melia, Melisa! Lihat, padi itu sudah mati" ujar Elisa sambil menunjuk tanaman layu dengan buku yang sudah terjatuh di atas tanah itu.

"Ini apa artinya?" Melisa bicara dalam hati seolah ingin mendengar pendapat suara mekanis yang menyebut dirinya sebagai narator itu.

[Aku juga tak tahu. Para narator dunia rendah hanya memiliki informasi terbatas akannya. Ini juga pertama kali aku datang ke tempat luar biasa ini, tapi kemungkinan itu adalah sebuah dunia yang mati]

"Luar biasa?" Melisa bertanya lagi seakan ada yang ambigu dari keterangan "Narator" ini.

[Jika orang jahat datang kesini, maka semua dunia itu bisa ia bakar dan membuatnya berakhir]

Firasat Melisa juga berkata demikian. Satu tanaman padi itu tampaknya mewakili satu dunia. Sebuah dunia yang akan mati jika tanaman itu mati juga. Itu artinya tempat ini merupakan "perkebunan dunia", di mana nasib miliaran orang ditentukan akan subur atau tidaknya tanaman padi tempat dunia mereka bergantung.

"Lalu apa judul bukuku?" tanya Elisa tiba-tiba.

"Transmigrasi Gadis Bumi" Melisa masih ingat itu dengan jelas, toh ia adalah orang yang menambahkan satu halaman yang membuat semua kekacauan ini.

Meski sudah tahu, namun ini jelas bukan perkara mudah. Mereka harus mencarinya diantara miliaran buku itu.

"Hmm?"

"Ada apa?" tanya Melisa saat melihat Elisa yang agak pendek ini tampak murung. Gadis yang biasanya periang yang tampaknya memiliki sesuatu yang tengah ia pikirkan.

"Tapi aku tak tahun judul buku ibnuku" ujarnya.

Itu benar,. Buku terakhir itu ditulis tanpa judul. Buku yang ditulis tangan sebelum ibunya menghilang.

"Lalu bagaimana caraku mencarinya?"

Melisa juga baru kepikiran akan hal itu, dengan cepat mengakses gudang informasi dengan suara mekanis itu.

"Tuan serba tahu, bagaimana ini?" olok Melisa karena semenjak kemunculannya, Narator sama sekali tak pernah memanggilnya "nona". Tampak sekali bagaimana suara mekanis ini membedakan dirinya dengan Elisa.

Dia sadar kalau ini juga salahnya. Ialah yang membuat kehancuran dunia itu. Namun lama-lama, sikap narator ini membuatnya kesal juga.

[Cih! Semua buku yang ditulis sudah mendapatkan judul dari otak penulisnya, terlepas apakah itu dituliskan dibuku atau masih dalam pikirannya]

"Oke, terima kasih tuan serba tahu!" jawab Elisa lagi.

Jawaban yang diacuhkan oleh narator ini saking kesalnya.

"Mungkin kita bisa mencari nama ibumu dan membaca isinya" tambah Melisa.

"Ah, benar juga"

Elisa tahu nama ayah dan ibunya. Toh itu diperlukan dalam berkas sekolahnya dan segala macam administrasi yang ia perlukan. Yang jadi masalah sekarang adalah memilah yang mana tulisan ibunya dan mana tulisan orang lain. Sebuah pekerjaan yang tentu amat melelahkan.

"Hmm?"

Elisa menunjuk ke arah sebuah buku dengan sedikit menukik. Sebuah pemandangan unik yang ia lihat dari sana.

Ada sebuah benda kecil bercahaya seperti kunang-kunang yang terbang dari satu buku ke buku lainnya. Sesuatu yang terlihat seperti ada yang berpindah antar dunia.

"Apa ini?"

Elisa berjongkok melihat itu dari dekat. Begitu juga Melisa yang tampak tertarik dengan fenomena yang ada di depannya.

"Itu manusia" ujar Melisa.

Berbeda dengan Elisa yang tak memiliki kekuatan, Melisa bisa mengetahui apa pun itu selagi masih berada dalam lingkup pertahanan absolutnya. Benda kecil bercahaya itu dikatakan sebagai manusia. Mereka berpindah dalam jumlah sangat banyak dari satu buku ke buku lainnya.

"Eh? Lalu kenapa mereka berpindah buku?" Elisa heran akan hal itu, bukankah artinya mereka keluar dari dunia aslinya dan pergi ke dunia lain?

"Aku rasa ini invasi" ujar Melisa yang masih menatap lekat benda bercahaya itu. Seperti kumpulan kunang-kunang mini yang bergerak berkelompok menuju buku lainnya.

"Invasi?"

"Itu sudah menjadi sifat dasar manusia, mengambil tanah lain dan menguasai semuanya. Mungkin mereka adalah orang-orang kuat dari dunia itu"

Elisa mengintip judul buku asal mereka, sebuah buku yang tampaknya berisi cerita tentang dunia bela diri itu. Sebuah buku yang dikenal sebagai para pejuang tenaga dalam untuk mencapai ranah Dewa. Cerita di mana mereka memang bisa berpindah dunia sesukanya.

"Berarti, dunia-dunia ini tak selamanya akan berdiri. Apakah suatu hari mereka akan runtuh?" tanya Elisa lagi.

Untuk pertanyaan ini Melisa sudah tahu. Justru itulah tujuannya dahulu. Membuat dunia runtuh dan mengambil alih seluruh kekuatan Dewa agar ia bisa melakukan perjalanan beda dunia. Sesuatu yang membuatnya melakukan hakl kejam dan menimbulkan emosi negatif hampir untuk semua orang yang ada di kerajaan Yepales itu.

"Melisa, Melisa!" Elisa berteriak lagi. Kali ini menunjuk pada sebuah tanaman padi yang tiba-tiba saja tercabut oleh angin misterius. Ada yang tiba-tiba terbakar atau malah disambar petir. Ini terjadi silih berganti seperti takdir buku-buku itu. Kiamat demi kiamat terjadi di depan mata mereka, sesuatu yang menghabisi miliaran jiwa dalam hitungan detik saja.

"Ini terlalu gila" ujar Melisa dengan terbelalak.

"Apa yang gila? Tamu-tamu yang terhormat?"

Melisa langsung melompat, menarik Elisa untuk menjauh dari sana. Ia bahkan tak mendengar langkah kaki orang ini, seseorang yang tiba-tiba bicara di samping telinganya itu.

Seorang wanita tua, berjubah lusuh dengan sebuah tongkat dengan ukiran unik seperti rambatan akar dipohon tua. Tubuhnya juga sedikit bungkuk, dan sesekali terkekeh-kekeh seolah menikmati ekspresi Melisa.

"Selamat datang di perpustakaan dunia" ujarnya lagi.

Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang