Cabai Rawit

1.6K 280 0
                                    

Sudah tiga hari semenjak perginya burung hantu kesayangan Elisa itu. Ia tampak gelisah sekarang, takut terjadi sesuatu dengan teman pertamanya itu. Dilain sisi, Regis tetap bersikukuh mengatakan bahwa burung hantu itu baik-baik saja dan tak melakukan hal berbahaya.

"Ah, ada-ada saja" batin Elisa.

Ia mempercayai pelayannya itu, namun hatinya cukup resah karena kepergian yang begitu lama itu. Lagi pula tak ada yang bisa ia lakukan, pergi mencari pun percuma karena Elisa tak tahu harus mencari ke mana.

Itulah kenapa ia sekarang mengenakan pakaian ini. Bukan gaun ungu yang biasa ia kenakan.

Hari ini Elisa tampak luar biasa. Mengenakan celana kulot pendek berwarna ungu gelap, dipadukan dengan kemeja putih yang tengah ia pakai.

Demi mengisi waktu luang, Elisa mencoba berbagai paduan pakaian yang sesuai dengan penampilannya itu.

Ini bak sebuah mimpi, Elisa tak menyangka bisa melakukan hal menyenangkan ini. Hal yang hampir mustahil saat ia berada di Bumi.

Siapa juga yang punya banyak uang untuk membeli pakaian yang sudah menggunung itu.

Tampak sisa pakaian yang ia coba sudah membentuk gundukan kecil, setinggi orang dewasa. Itu memperlihatkan berapa banyak pakaian yang sudah dipakai Elisa.

Pilihan terakhirnya jatuh pada celana kulot pendek di atas lutut itu. Jenis celana yang tampak mirip dengan rok. Ini karena pembagian tengah celana itu tak terlalu jelas jika dilihat secara sepintas. Sekilas mirip memakai rok, namun pada kenyataannya itu adalah celana.

"Akhirnya jadi juga" Elisa mencoba mengalihkan rasa waswas itu pada sesuatu yang lain. Seperti yang ia lakukan kali ini. Elisa yang bosan memilih pakaian, akhirnya memutuskan untuk berkebun.

Yang ia tanam bukanlah tumbuhan biasa, ini adalah tumbuhan yang hampir dipakai setiap masakan di Bumi. Sebuah tumbuhan yang memberikan rasa panas dimulut orang yang memakannya.

Sebuah benda yang dikenal sebagai "Cabai Rawit".

Ya, Elisa tampak tersenyum saat cabai kecil itu menyembul dengan cepat. Ini berkat bantuan sihirnya dan beberapa pohon cabai itu sudah tumbuh dengan lebat.

Elisa yakin kalau benda ini belum pernah dicicipi manusia dari dunia yang ia tempati sekarang. Sebuah penemuan dimasa depan yang akan mengubah penilaian lidah manusia. Sebuah tanam yang sangat tidak enak saat dimakan mentah. Tak seperti apel yang rasanya manis, benda ini malah menyiksa yang memakannya.

Ya, tapi beda cerita jika diolah dengan benar. Ini bisa jadi resep rahasia.

Sedang asyik menikmati keindahan cabai yang lebat itu, tiba-tiba Elisa mendengar langkah kaki. Awalnya ia berharap jika itu adalah burung hantu miliknya, namun bagaimana bisa? Kenapa juga burung hantu itu memilih jalan kaki alih-alih terbang? Elisa yakin kalau tamunya kali ini adalah Hailam.

Ia mendengar langkah kaki dari dua orang dan membukakan pintu itu. Benar saja, dua pria dengan usia terpaut jauh tampak muncul di sana.

Duke Hailam dan pelayannya yang bernama Whelam itu tampak hampir kehabisan nafas. Mereka buru-buru tampaknya.

"Silakan masuk" ujar Elisa.

Duke Hailam tak bisa memalingkan pandangannya pada betis indah itu. Ia tak menyangka kalau Elisa tak memakai gaun ungu kesukaannya itu. Alih-alih sekarang Elisa malah memakai sesuatu yang pendek dan menampakkan bagian pahanya itu.

Berbeda dengan Whelam, ia langsung memalingkan muka. Jelas sekali perbedaan usia dan perbedaan bagaimana mereka memandang wanita. Whelam tak ingin berlaku tidak sopan seperti tuannya dengan mata melotot seolah melihat harta karun itu.

Sekilas Hailam merasa memandangi surga. Bagaimana tidak, para gadis bangsawan itu biasanya mengenakan gaun panjang. Jarang sekali mereka memamerkan betis dan paha mulus seperti gading tanpa cacat itu.

Hailam seakan sudah bisa membayangkan bagaimana ia menyelam dalam keindahan itu. Ya, tampaknya semua pria sama saja. Termasuk Hailam yang berambut pirang ini.

Tampaknya rambut putih itu hanya muncul saat mereka memakai kekuatannya saja. Elisa melihat tak ada yang berubah dari kedua orang itu selain aura mereka saja yang sedikit terasa berbeda.

"Ehem"

Whelam terpaksa menyikut tuan tampannya itu karena tak melepaskan pandangan dari paha Elisa.

Elisa juga kesal, tampak ia menatap tajam ke arah Hailam.

"Para bangsawan ini tak pernah melihat paha atau gimana?" batin Elisa.

Ia tahu kalau mata Hailam tertuju dan terfokus pada paha terbuka itu. Namun bukankah itu terlalu lama?

"Apa harus kuberi pelajaran saja?" batin Elisa.

"Biar hamba yang lakukan, nona"

Tanpa disangka, Regis si boneka kayu malah menyerobot seakan ingin menempeleng Duke tampan bernama Hailam ini.

"Tunggu, tunggu. Cukup" teriak Elisa menghentikan pelayannya itu.

Ia tahu kekuatan Regis. Bisa-bisa kepala Hailam malah terlepas dari lehernya akibat tempeleng itu.

"Haaah, harusnya aku pakai pakaian biasa saja" gumam Elisa lagi.

Ia tahu kalau kebiasaan bangsawan itu cukup berbeda. Namun Elisa tak menyangka akan melihat tatapan mesum yang terkunci pada pahanya itu.

"Jika orang ini dibawa ke masa depan, aku rasa dia akan langsung jadi penjahat kelamin di hari pertamanya" gumam Elisa sambil sedikit tertawa kecil.

Hailam menyadari itu dan langsung mengalihkan pandangannya seraya meminta maaf.

"Ma,maaf. Aku kehilangan kendali"

Duke ini tampak malu-malu. Minta maaf, meski sesekali curi-curi pandang lagi ke arah Elisa. Tampak jelas rona merah jambu di wajahnya itu. Telinga juga memerah yang memb7uaty Elisa malah tertarik untuk mencoba menjahili pria ini.

"Silakan" ujar Elisa.

Ia memberikan dua cangkir cokelat panas itu. Tampak sekali kedua orang itu cukup[ kedinginan saat menerobos hutan penuh salju itu.

Ekspresi keduanya mirip manusia purba yang baru menemukan api. Atau mungkin mirip dua ekor kera saat melihat pisang untuk pertama kalinya.

Mata mereka berbinar saat melihat cairan coklat kental yang mengeluarkan asap tipis itu. Aromanya sangat harum seolah langsung menggelitik lubang hidung mereka.

"Slurrpp"

Keduanya menyantap coklat panas itu dengan lahapnya. Elisa malah geleng-geleng kepala saat mereka meminum coklat itu bak minum air putih.

Ini panas, bibir bisa saja melepuh karenanya. Namun kedua orang itu tampak lahap seolah itu bukanlah apa-apa.

Keduanya lalu tampak saling bertukar pandang, seolah ada sesuatu yang ingin disampaikan namun mereka urungkan.

Dua orang ini seperti sudah bisa membaca pikiran masing-masing. Entah apa itu, namun mereka mengurungkannya setelah merasakan cokelat panas itu.

"Mohon maaf, kami mau bicara sesuatu dulu nona Elisa"

Hailam memohon dengan sopan, tampaknya ia masih tak yakin dengan tanggapan pria tua yang jadi pelayannya itu.

"Apakah kita masih perlu menginformasikan ribuan mayat dipinggir hutan itu?" bisik Hailam.

"Aku rasa tak usah tuan. Ini mungkin perbuatan nona Elisa juga" balasnya.

Itulah alasan mereka terburu-buru tadi. Ribuan mayat di perbatasan hutan itu membuat Hailam dan Whelam langsung berusaha menuju tempat Elisa.

Namun sesampainya di sini mereka makin terpana. Seolah tak ada apa pun yang terjadi di sini, dan Elisa masih siap dengan sikap santainya itu. Tak ada tanda-tanda mahabahnya yang baru dilaluinya.

"Ah aku bodoh sekali" batin Hailam.

"Elisa kan, Dewi" batinnya lagi.

Keduanya berbalik dan memutuskan untuk tak membahas perkara itu lagi.


Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang