Dua orang itu duduk dengan nafas tersengal-sengal. Bukan, bukan karena letih namun karena kekenyangan.
Sesaat Elisa mengeluarkan benda yang ia sebut nasi itu, kedua orang ini menyantapnya dengan lahap. Seperti sudah berminggu-minggu dan mengonsumsi makanan yang layak.
"Yeey, orang dunia lain pun memilih paduan mie goreng dengan nasi" batin Elisa.
Ia merasa kalau ini adalah pencapaian besar karena bisa membawa keyakinan ini sampai ke dunia lain tersebut.
Tampak sekali nafas mereka sudah seperti orang olahraga keras. Dua pria yang tertaut umur itu seakan tengah berkompetisi. Tertinggal sedikit saja maka makanan bagiannya bisa saja berkurang karena diambil oleh yang lain. Inilah yang membuat mereka bersemangat menghabiskan satu bakul besar berisi nasi itu.
Elisa mulai paham akan misteri pengetahuan diotaknya itu. Itu tampaknya akan muncul jika ada sesuatu yang memicu.
Orang-orang yang tengah makan ini contohnya. Lautan pengetahuan itu membanjiri otak Elisa tentang bagaimana biasanya mereka menikmati makanan.
Makanan hambar dengan campuran roti kering dan bubur singkong itu. Hampir tak ada rasa yang dirasa dari kuahnya. Kecuali sedikit aroma harum ditambah manis singkong rebus tersebut.
Itu sudah setara makanan royalti. Meski sesekali mereka mengonsumsi daging, namun itu diolah dengan sangat buruk. Aroma anyir itu masih terasa dan itu sudah makanan mewah bagi mereka.
"Aku sering menyesal terlahir di era modern. Tapi mengingat jika orang zaman dahulu memakan makanan seperti itu, aku rasa aku sedikit bersyukur" batin Elisa lagi.
Ia tak tahu apakah ia mampu hidup di era medieval seperti itu. Makanan dengan rasa serba standar dan tak bervariasi. Bahkan pakaian orang-orang biasa yang semuanya tampak sama dan dibedakan dengan warna saja.
Hanya kalangan bangsawan yang bisa menikmati gaun-gaun indah itu. Sebuah era di mana garis keturunan adalah segalanya.
"Terima kasih, nona Elisa"
Hailam mencoba membungkuk, namun tertahan oleh perutnya yang penuh itu.
Elisa juga paham akan hal itu, dia mengibaskan tangannya seolah memberi tanda untuk melupakan ramah-tamah itu dan langsung menuju ke intinya.
"Bagaimana pengalaman makannya?" tanya Elisa.
Tampak ia tersenyum jahil, seolah ada rencana besar dalam otaknya itu. Ini adalah kesempatannya untuk bersenang-senang dan menikmati ekspresi kaum bangsawan itu.
Sebuah benda panjang yang bernama mie itu saja sudah cukup menggemparkan mereka. Bagaimana jika Elisa mengeluarkan makanan modern yang ada dalam otaknya.
Tak berlebihan jika dua orang itu nanti mati kekenyangan olehnya. Pada mie goreng dengan nasi saja sudah membuat dua orang ini seakan ingin meledakkan perutnya. Apalagi makanan kelas tinggi dengan rasa yang gila itu.
"Baguslah kalau kamu menyukainya" ujar Elisa.
Ia ingat akan statusnya di sana. Memanggil Hailam dengan sebutan Duke rasanya akan mengubah pandangan mereka. Terlebih kedua orang ini tampak sangat menghormatinya dan Elisa tak mau mengubah itu.
Terlihat jelas perbedaan tinggi antara status keduanya. Seorang Duke malah dipanggil dengan "kamu" oleh gadis cantik berambut ungu perak itu.
"Aku belum sempat berterima kasih dengan layak, nona" ujar Hailam lagi.
Nafasnya sudah mulai stabil dan karismanya tampak menyeruak lagi. Seperti yang diharapkan dari seseorang berdarah biru. Karisma itu seolah sudah menyatu dan mendarah daging dalam setiap sel ditubuhnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)
FantasyElisa terbangun di dunia yang asing itu. Ini adalah settingan abad pertengahan dengan sihir dan ilmu bela diri. Dia hanyalah siswi SMA biasa yang akhirnya harus berjuang untuk hidup di dunia itu. Kekuatan misterius yang mengikutinya secara perlahan...