Mata itu melihat tajam pada Elisa. Mata gadis berambut biru keperakan yang seolah penuh kebencian.
Ia memerintahkan pasukannya itu untuk bergerak sedangkan ia turun dengan santainya ke depan Elisa yang berdiri di bawah itu.
Mungkin pertahanan absolut yang ia miliki menjadi sesuatu yang membuatnya yakin tak akan terjadi apa-apa. Toh Elisa juga tampaknya tak terlalu menunjukkan niat untuk memusuhi.
Gadis berambut ungu itu terlihat iba melihat Melisa yang seperti iblis dan menggebu-gebu.
"Aku sudah lama berpikir akan hal ini. Mungkin karena aku tak peka" ujar Elisa memulai pembicaraannya.
Dilain sisi, Melisa masih tampak seperti karakter antagonis yang meremehkan ucapan Elisa. Ini tak mempengaruhi gadis cantik berambut ungu keperakan itu.
"Apa maksudmu jalang?" balasnya. Sama sekali tak ada sopan santun dari gadis berambut biru keperakan ini. Seolah Elisa yang di hadapannya tak lebih dari ember sampah yang mengeluarkan bau busuk.
"Dunia ini rusak, dan semuanya terhubung pada tindakan asusila. Nafsu mereka seperti binatang" ujar Elisa.
"Lalu?" Melisa malah berkacak pinggang seolah tak menganggap perkataan itu. Ia hanya suka melihat wajah Elisa yang tampak murung dan iba.
"Ini juga berhubungan dengan kekuatanmu Melisa, kekuatan pertahanan itu. Kamu bahkan tak mengizinkan siapa pun dekat lebih dari satu meter dari badanmu. Mereka hanya bisa mendekat jika kamu izinkan, bukan?"
"Betul, lalu apa hubungannya denganmu jalang?" balasnya.
"Kamu.." Elisa menghentikan kalimatnya sejenak. Seolah ada hal berat yang sulit ia ungkapkan.
"Apakah kamu penyintas kekerasan seksual?" ujar Elisa dengan lirih. Hanya itu yang ada dalam pikirannya saat ini.
Raut wajah Melisa langsung berubah, tampaknya dugaan Elisa itu memang benar. Ada keanehan tempat dunia yang ia datangi ini. Semua orang seakan terobsesi akan hal itu. Dan kesimpulan yang didapat oleh Elisa adalah tentang satu lembar itu.
Satu lembar halaman yang ditulis Melisa tentang kemarahannya sebagai seorang penyintas. Penyintas yang kadang dipandang sebelah mata oleh orang-orang dari dunia mereka. Kehidupan sulit dengan luka abadi dalam dadanya.
Melisa masih mencoba berkilah. Namun gerakan bola matanya itu tak bisa bohong. Jelas sekali kalau ia tengah resah akan hal itu. Mata dari seseorang yang mengalami pengalaman pahit dalam hidupnya tersebut.
"Aku juga tahu alasanmu ingin menghancurkan dunia ini, menjadi satu-satunya Dewa dan kembali untuk membalas dendam, bukan?" pancing Elisa lagi.
Ini bukan hanya tebakan. Elisa pasti akan hal itu. Semua kisah itu akhirnya terjalin dan mencapai sebuah kesimpulan memilukan. Kesimpulan yang juga membuat Elisa sedih.
"Kenapa aku tak menyadarinya? Atau apakah kisah yang ia tulis itu untuk menghibur Melisa?"
Carut-marut jalinan waktu itu semakin tak menentu. Terlebih saat Elisa sampai pada kesimpulannya kali ini.
"Aku tahu rasa sakitmu" ujar Elisa lagi mencoba mendekati.
"Tahu? Tahu? Kau tahu apa? Tak ada keadilan yang mereka berikan. Kau pikir uang ganti rugi akan sepadan dengan semua trauma itu?" teriaknya.
Tampaknya apa yang dikatakan Elisa itu benar. Semuanya tepat dan respons Melisa menunjukkan itu semua.
"Aku akan membantumu" ujar Elisa lagi.
Mata Melisa terbelalak, ia tak percaya begitu saja dengan perkataan gadis ini. Namun senyum Elisa itu tulus seakan tak ada beban dari perkataannya itu.
"Narator, apakah aku bisa pindah dimensi dan me-reset dunia ini?" tanya Elisa untuk memastikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)
FantasíaElisa terbangun di dunia yang asing itu. Ini adalah settingan abad pertengahan dengan sihir dan ilmu bela diri. Dia hanyalah siswi SMA biasa yang akhirnya harus berjuang untuk hidup di dunia itu. Kekuatan misterius yang mengikutinya secara perlahan...