Tuan Muda

375 55 2
                                    


"Tuan muda sampah itu masih hidup"

Orang-orang di atas kapal itu tampak panik satu sama lain. Tak menyangka kalau orang yang mereka lempar masih bernafas di bawah sana.

Orang-orang ini cukup unik, pakaiannya seragam dan bermotif sama seolah itu memang adalah lambang dari kelompok mereka.

Pakaian putih dengan motif seperti arakan awan yang berwarna biru langit. Tak lupa ikat kepala yang berwarna putih terlihat sangat cocok dengan paduan busana itu.

Celana yang mereka pakaian berwarna biru dan itu tampak seragam, kecuali bagi beberapa orang dengan pakaian berbeda seolah menunjukkan kedudukan mereka dalam kelompok itu.

"Ketua Perguruan, apa yang harus kita lakukan?"

Beberapa orang itu berlutut, tampaknya mereka adalah orang-orang yang menjadi pemimpin kelompok kecil itu. Seperti ketua regu yang ditinggikan sedikit daripada anggotanya. Perawakan mereka juga tak buruk dan tak semuanya juga pria.

Pria yang mereka sembah itu berbadan besar, memakai kalung dari tengkorak kera yang ia ikat dengan berbagai ukuran. Jelas sekali tipikal orang jahat dalam kisah-kisah fantasi persilatan itu.

Gigi depannya sudah tak utuh, hilang beberapa buah yang membuat senyumnya terasa semakin angker. Belum lagi mata kanan yang buta dengan bekas sayatan di sana. Ia seakan ingin menunjukkan pengalamannya di kancah aliran sesat dari luka-luka bekas pertarungan itu.

"Aku hanya ingin menguji orang-orang di dunia ini. Tak ku sangka jika mereka tak membunuhnya"

Dia mengambil sebuah kendi arak itu. Kendi yang amat besar dan ia angkat dengan satu tangan saja seolah hendak memenuhi seluruh isi perutnya dengan cairan itu.

"Ketua perguruan, apakah kami harus turun dan membunuhnya?"

"Kuhaha, itu bagus. Aku ingin melihat ekspresi pak tua perguruan putih itu saat melihat mayat anaknya" tawanya seolah puas dengan memikirkan itu saja.

Orang itu bernama Yi Rang, dan seperti yang diduga ibu Elisa orang ini berasal dari buku seputar persilatan Tiongkok sana. Nama yang sebenarnya bagus, mengandung arti kemuliaan dan kehormatan. Namun entah apa yang terjadi di sana, orang ini malah berubah menjadi penjahat kejam itu.

"Aku tak ,menyangka artefak kapal ini bisa membawa kita pada dunia yang penuh sumber daya" ujarnya lagi.

Bagi pembudidaya, sumber daya adalah kebutuhan utama untuk meningkatkan ranah mereka. Baik itu batu mulia ataupun tumbuhan-tumbuhan langka yang bisa mereka pakai untuk naik ke ranah selanjutnya. Tak heran jika para pembudidaya itu sangat haus akan sumber daya yang ada di tanah mereka.

Yi Reng si penjahat kelas tiga yang harusnya mati ditepuk oleh karakter utama. Tanpa disengaja mendapatkan artefak luar biasa ini. Sebuah kapal yang mungkin dimiliki para Dewa dunianya dahulunya. Sebuah kapal yang membuat mereka bisa melewati dimensi.

Itulah yang ia lakukan, merampas dunia-dunia kecil yang baru tumbuh itu dan menjadi kuat seperti sekarang. Siapa yang akan menyangka ia bisa menculik anak dari pemimpin kalangan putih dan membuangnya ke bawah sana. Semua itu bisa ia lakukan berkat kapal sebesar gunung itu.

"Tuan, apakah kami harus bergerak sekarang?" salah seorang yang tengah bersujud itu tampaknya sudah tak sabar akan pembantaian itu. Begitu bencinya ia pada anak yang dicintai langit yang dilempar barusan. Seorang bocah berambut coklat dan kasar seperti jerami. Ciri khas dari seorang karakter utama biasanya.

"Lakukanlah dan jangan beri ia kematian yang mudah"

Perintah itu mendatangkan senyuman di bibir orang-orang ini seolah itulah hal yang paling mereka nanti.

--

"Hei bocah, apakah kamu mau dilepaskan?"

Ibu Elisa dan yang lain sudah turun ke bawah sana. Menghampiri remaja yang tak bisa diam itu. Mulutnya terus menceracau tak jelas dan membuat kesal dua wanita itu.

Ibu Elisa yang bernama Lyra dan gadis vampir yang bernama Elvira. Keduanya sepakat untuk menatap lekat remaja ini dengan tatapan kematian agar anak itu segera diam. Sesuatu yang efektif karena detik berikutnya mulut itu sudah tak mengeluarkan umpatan aneh lagi.

Tak butuh waktu lama bagi gadis vampir itu untuk membuka semua ikatan. Membuat remaja berambut jerami itu langsung tegak dengan senyuman. Siapa yang akan menduga kalau ia bisa lepas dari artefak sialan itu. Artefak yang membuatnya tak bisa melawan dan hanya berpasrah pada takdir.

"Kamu, teknik apa yang kamu pakai?" tanya remaja itu sambil memegang tali sisa yang diputuskan itu.

"Teknik? Aku hanya menariknya" ujar Elvira si gadis vampir berwajah Asia itu tanpa rasa bersalah. Sesuatu yang membuat kepercayaan remaja berambut jerami itu langsung tenggelam dan pudar.

"Bagaimana bisa?" batinnya lagi.

"Ah maaf, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku adalah Tan Xia yang berarti Langit Merah" ujarnya.

Jelas sekali kalau dunia mereka menggunakan bahasa yang berbeda. Namun kehendak dunia membuat semuanya bisa berkomunikasi secara biasa. Toh mereka adalah dunia yang terletak di tempat yang sama, sebuah kebun dengan tanaman padi yang memiliki buku tergantung diujung tangkainya.

Dari namanya saja jelas kalau orang-orang ini harusnya berbahasa Tiongkok, terlebih mereka memiliki nama-nama unik dengan arti keren itu. Berbeda dengan dunia ciptaan Elisa yang berisi sihir dan kerajaan. Sebuah fenomena yang tentu akan dipecahkan dimasa depan.

"Aku Lyra, dan dia Elvira. Dan lelaki tampan itu bernama Slegkonig"
ujar Ibu Elisa.

Mungkin karena ia yang terlihat cukup berumur di sana, jadi dia yang memberitahu anak yang dibuang itu nama-nama mereka. Meski Slegkonig alias iblis buruk rupa itu tentu lebih tua dari mereka semua.

"Terima kasih dermawan, dan maaf sudah bertingkah konyol sebelumnya"

Ia mengepalkan dua tangan itu di depan dada, lalu menundukkan kepala memberikan penghormatan. Persis bagaimana praktisi bela diri itu menunjukkan penghormatannya pada sesama.

"Nona, mereka datang!" Slegkonig yang dari tadi menatap ke angkasa akhirnya melihat itu.

Puluhan orang yang menaiki pedang terbang itu tampak menderu menuju tanah. Orang-orang yang tampaknya tak memiliki tujuan baik, terbukti dari niat membunuh yang mereka pancarkan.

"Pedang terbang? Sesuatu yang diharapkan dari genre Wuxia"

Ibu Elisa juga baru pertama kali melihat bagaimana orang-orang menunggangi pedang terbang itu secara langsung. Sebuah teknik keren di mana para pembudidaya menjadikan pedang sebagai tunggangannya.

"Yi Rang, kamu bisa bertarung?"

"Tentu saja" ujar remaja berambut jerami itu sambil tersenyum lebar. Ini adalah sesuatu yang ia nanti, pertarungan balas dendam itu.


Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang