Pesta Mie Instan

2K 259 15
                                    

"Apakah nona yang memberikan sesuatu pada Duke Hailam"

Elmere ikut memanggil dengan sebutan nona pada Elisa setelah mendengar boneka kayu itu memanggil dengan sebutan sama berkali-kali. Ia melihat rasa tidak nyaman saat ia memanggil Elisa dengan sebutan Dewi. Tatapan Elisa yang seakan ingin mencakarnya setiap kali ia menyematkan gelar "Dewi" itu.

"Oh, ya. Aku memberikannya beberapa oleh-oleh"

"Kalau boleh tahu, benda apa itu?" tanya lagi.

Tampaknya ia adalah orang yang tak sungkan jika itu sudah mencakup tugas yang diberikan padanya.

Elsia mengangkat alis, seakan heran kenapa pria yang satu ini begitu memburu menanyakan perihal itu. Tak seperti pemuda yang ia ketahui sebelumnya. Tampak gugup bahkan untuk meminum cokelat panas tersebut.

"Aku tahu kamu penasaran. Tapi bukankah ada etika yang harus diikuti?"

Elisa menatap tajam pada pemuda itu. Pemuda yang seolah bersikap hormat namun tampak jelas tak ada keinginan menghormati Elisa dari matanya itu.

Mata indah, namun tampak seperti mata ikan mati. Tak ada kehidupan di sana, seakan hanya ada satu kesetiaan pada otak pemuda ini.

"Etika?"

Dia tampaknya tak paham maksud Elisa, dan membuat gadis ini semakin kesal.

"Nama! Kau harusnya mengatakan namamu dahulu" ujar Elisa kesal.

Menyebalkan juga menghadapi pria yang kadang bertingkah seperti robot ini. Kadang ia tampak seperti orang normal, namun sesekali tampak kaku seolah kehilangan pikirannya itu.

"Elmere, maaf namaku Elmere" ujarnya.

"Aku Elisa. Itu saja" jawab Elisa dengan ketus. Ia sudah terlanjur kesal dengan pria besar itu.

"Baik nona Elisa. Kalau boleh tahu, benda apa saja yang nona berikan padanya?"

"Aku memberikannya makanan dan ukiran kayu. Sudah cukup?" jawab Elisa ketus.

Ia sangat kesepian dan butuh teman. Namun bukan orang seperti Elmere yang ia butuhkan.

Tubuhnya ada di depan Elisa, namun otaknya seakan menerawang ke mana-mana. Seakan isi pikirannya saat ini hanyalah hal lain saja.

"Baik, terima kasih"

Ia bangkit dan sedikit membungkuk. Segera berbalik menuju gerbang itu dan tak lama jejaknya bahkan tak tampak lagi.

Ia sudah pergi meninggalkan rumah unik di tengah Hutan Kematian itu.

"Tidak sopan sekali" maki Elisa.

"Apakah aku harus menghabisinya, nona?"

Boneka kayu itu juga tampak geram dengan tingkah pria besar berambut pirang itu. Andai saja ia memiliki wajah, mungkin Elisa bisa melihat wajah murkanya itu.

Buktinya, suara boneka kayu itu tampak geram. Seolah ingin mencabik-cabik pria itu segera.

"Tidak usah, biarkan saja. Tak semua bangsawan mempunyai etika" ujar Elisa lirih.

Ia sangat menyayangkan kehilangan kesempatan mendapatkan teman itu. Walau dilain sisi jelas ia tak mau berteman dengan pria seperti Elmere tadi.

--

Di tempat lain yang cukup jauh, namun masih berada di wilayah selatan. Di dalam gedung tinggi di tengah kastel berwarna abu-abu kusam itu.

Tampak dua orang terpaut usia tengah melakukan upacara seperti melakukan penyembahan. Tampak ratusan lilin dihidupkan di tengah ruangan kosong itu.

Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang