Tangan Kanan

442 65 1
                                    

Meski makhluk itu adalah pelayan Elisa, namun tampak Artie kurang senang melihatnya. Sosok yang bahkan mengalahkan kekuatannya itu.

Makhluk berwarna putih tanpa wajah dan telinga. Apa yang mereka sebut sebagai "Narator" telah turun ke dunia. Dan kekuatannya jelas mengancam posisi Artie sebagai yang tertinggi di sana. Ia akan jadi yang kedua dalam lingkaran pelayan Elisa. Ini berbahaya untuk kelangsungan posisinya.

"Artie, kamu tak perlu memikirkan itu"

Seakan bisa membaca isi kepala pelayannya itu. Elisa berteriak dari bawah memberikan semangat pada pelayannya itu. Artie yang tengah dikeroyok melawan puluhan ribu. Sunggu kekuatan yang luar biasa.

"Krieek" Suaranya persis seperti seekor kera. Sosok putih itu mengentakkan kakinya dan membuat ia terbang ke atas sana. Sebuah penampilan unik dan agak eksentrik dari sosok yang baru muncul ini.

Perangai ganjil itu jelas tak normal. Melompat cepat dan menendang satu persatu Dewa itu seperti menghantam patung tanah liat rapuh.

Semuanya dibuat hancur menjadi debu, tanpa ada tersisa apa pun dari tubuh mereka.

"Krieeek, Hahaha akulah yang nomor satu" ujarnya seolah mengejek Artie yang masih memukul seperti memukul bola.

"Diam kau sialan?"

Pelayan nomor satu Elisa, Artie si burung hantu alias Arrkonig si iblis kekejaman. Ia tampak kesal yang dibuktikan dengan kertuan di dahinya itu. Tampak urat di sana menebal saat sosok putih itu mengambil alih sorotan yang ia dapatkan.

"Kraakk"

Tam mau kalau dengan itu, Artie menangkap leher dua Dewa yang kurang beruntung itu. Mencengkeramnya dengan kuat dan membuat tubuh tanpa kepala itu jatuh menghantam bumi. Para bayangan yang ia panggil juga semakin ganas dan membabibuta.

"Patahan Dimensi" sosok putih itu menyilangkan tangannya membentuk huruf "X" itu di depan dada. Berkonsentrasi dengan jurus yang akan ia keluarkan selanjutnya.

"Krieeeeekk"

Mulut itu muncul di wajah polos tersebut, Mengeluarkan gigi penuh taring dan lidah seperti lidah ular dengan liar menetes itu. Sosok yang harusnya menjadi Dewa ini malah lebih terlihat seperti Iblis di sana.

Artie saja tak memiliki penampilan seburuk itu untuk sosok iblis yang ditakuti. Dewa yang muncul ini malah mengalahkannya dari sisi seramnya wajah mereka.

Tampak petir dan kilatan warna hitam yang muncul dari kedua kepalan tangan itu. Petir yang tampak tak normal. Seperti namanya, Patahan Dimensi. Ini seakan mematahkan dimensi yang ada dan mengeluarkan serangan yang tak bisa dihindari itu.

Kejap berikutnya, kilatan-kilatan kecil itu muncul hampir di atas kepala semua Dewa dengan ego sesat itu. Seperti retakan-retakan kecil dalam dimensi dekat mereka. Sebuah jurus yang kejap berikutnya akan membuat Artie ikut menganga.

"Krieeeekkk"

"Trakkkk"

Secara serentak, kepala semua Dewa itu meletus seperti balon ulang tahun. Kepingan-kepingan kecil itu berserakan dan membuat tanah itu bermandikan darah. Bukan darah normal, melainkan darah para Dewa.

"Kekuatan macam apa itu?"

Artie yang melihatnya bahkan tak sempat merespons. Seolah kekuatan absolut yang tak bisa ia tolak juga.

Semua orang yang melihat itu bahkan tak bisa berkata-kata. Para Dewa yang muncul seperti ingin menghancurkan dunia itu malah dibuat meletus tanpa bisa berupaya melawannya.

Tak hanya para Dewa, tiga sosok Neokonbig itu sekarang benar-benar hancur. Sosok yang sebelumnya dianggap mati oleh Artie dan kembali muncul lagi melawannya. Sosok dengan kemampuan unik itu seakan tak berdaya melawan makhluk putih yang baru dipanggil oleh Elisa.

--

"Be, berakhir seperti ini?"

Gadis berambut biru keperakan itu dibuat kaget untuk ke sekian kalinya. Tak menyangka kalau seluruh kekuatan Dew itu dibuat hancur oleh satu sosok makhluk saja. Sedangkan Elisa masih tampak duduk seolah tengah piknik di sebelahnya.

"Apakah makhluk itu bisa menghancurkan pertahanan absolutku?" tanya Melisa. Ia memikirkan kemungkinan jika Elisa tak membantu dirinya. Kemungkinan di mana Melisa menjadi bos terakhir di dunia itu. Apakah ia akan bisa melawan serangan makhluk putih itu?

"Tidak, pertahanan absolutmu hanya bisa ditembus dengan mengorbankan bibit semesta. Dari sebuah semesta yang meledak dan mencapai akhirnya. Bahkan aku sekalipun tak akan bisa menghancurkannya" ujar Elisa.

Sesuai namanya, itu absolut kecuali jika berhadapan dengan nenek tua yang mereka temukan sebelumnya. Dunia mereka saja tampaknya tak lebihan dari sebuah buku pada batang padi dalam tubuh orang itu.

"Tapi, kamu mungkin akan dibuat terlempar melewati banyak bintang olehnya" canda Elisa.

Pikulan makhluk putih itu mungkin bisa membuat Melisa terlempar ke luar angkasa. Menghantam meteor dan batuan angkasa itu saat melawatinya.

"Aku paham? Lalu langkah apa selanjutnya?" Melisa ingin tahu rencana Elisa dalam memperbaiki dunia ini. Mengembalikan tatanan kehidupan mereka seperti semula dan mengembalikan kedamaian di sana.

"Aku akan membuat dunia yang lebih kompleks. Kamu lihat, hanya ada satu kerajaan manusia di sini. Ras pun hanya sedikit, dan tanah ini juga terlalu kecil. Aku rasa aku akan memunculkan benua baru dengan beragam ras dan kerajaannya. Sisanya terserah mereka untuk membangun peradabannya" terang Elisa.

Inti dari kehendak bebas itu memang begitu. Mereka diberikan kebebasan untuk menentukan cerita mereka sendiri. Takdir kejayaan dan kehancuran. Semua ada ditangan mereka tanpa campur tangan yang lebih tinggi.

"Para Dewa tanpa ego. Melakukan rutinitas itu setiap harinya. Lalu mendapat ego dan jatuh membawa masalah pada tanah ini. Aku rasa sistem dunia ini memang harus dirombak seutuhnya. Termasuk alam bawah yang sudah hancur itu" terang Elisa.

Gadis berambut biru keperakan itu hanya mangut-0mangut mendengar penjelasan sahabatnya ini. Sebuah rencana jangka panjang Elisa dalam mengubah tatanan dunia itu seutuhnya.

"Tapi untuk sekarang, kita istirahat dulu"

Elisa menjentikkan jarinya. Membawa mereka pada hutan kematian penuh lubang itu. Tempat yang dihancurkan salah satu budak Melisa dahulunya. Lokasi jutaan pedang di mana rumah kecil Elisa berada. Rumah yang juga telah hancur tanpa sisa.


Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang