Gadis ini unik, meski sudah duduk dengan pakaian lengkap tampak jelas kalau matanya itu masih seperti ikan mati. Sayang sekali pupil biru indah itu tak menampakkan sinarnya lagi.
Mungkin dia masih trauma akan kejadian itu, Elisa juga masih enggan bertanya. Ia cuma mengira-ngira, apa yang sebenarnya sudah dialami gadis ini.
Mata bak ikan mati itu sesekali tampak menerawang jauh, seolah membuka lagi ingatan-ingatan kelam itu. Ingatan yang tak akan dipercaya siapa pun juga.
Lalatina sudah kehilangan kendali akan tubuhnya, kehilangan kesuciannya dan terus bercinta dengan puluhan pria setiap harinya selama beberapa tahun belakangan.
Kaki wanita cantik berambut merah kehitaman itu tampak bergetar. Sekarang ia benar-benar kembali ke tubuhnya. Menatap jari-jari yang bisa ia perintah untuk menggenggam sendiri. Tak seperti dahulu, jari-jari yang seolah diperintah oleh kekuatan tak terlihat itu. Jari-jari yang sudah memegang ribuan kelamin pria itu.
Beban itu sangat besar. Ia sudah cukup kuat saat masih sanggup menjaga kewarasan saat ingatan pilu itu mendatangi.
Ia seakan menjadi orang yang berbeda, namun ingatan itu seakan masih segar dalam otaknya. Ingatan yang membuatnya ingin berteriak dan berguling-guling di sana.
Jika bukan karena kehadiran Elisa, orang ini mungkin sudah meraung-raung di sana. Entah kenapa ada sesuatu pada Elisa yang membuatnya merasa nyaman. Seakan mendapatkan perlindungan yang tak pernah ia rasakan dalam hidupnya.
"Dia masih gemetar?"
Elisa menatap jari-jari yang gemetar hebat itu. Berpikir jika gadis ini masih merasa trauma akan apa yang ia alami sebelumnya.
Apa pun itu, yang jelas jika seseorang telanjang bulat di tengah hutan salju pasti bukan kejadian kecil yang ia alami. Itu pastilah sangat mengguncang jiwa, dan Elisa paham akan rasa sakitnya.
Gadis berambut ungu itu tersenyum lembut, berdiri dan menepuk pundak gadis yang masih gemetar itu.
"Tunggu sebentar" ujarnya.
Elisa masuk ke rumah, mengambil beberapa daun teh kering itu dan menyeduhnya. Tak lupa ia menambahkan sedikit gula agar rasanya tak terlalu pahit.
Aroma manis itu menyerbak, Lalatina yang tengah depresi bahkan seakan melihat sesuatu yang cerah. Ia menatap dunia sebagai sesuatu yang kelabu saat ini, namun aroma itu seakan menyibak awan-awan gelap yang menghalangi Mentari itu.
"Aku mungkin tak bisa mengembalikan apa yang sudah hilang, namun aku harap ini bisa mengobati batinnya" pikir Elisa.
Dia meletakkan teh dalam gelas porselen indah itu. Ini memiliki tangkai yang agak meliuk, mirip seperti tumbuhan paku, atau beberapa orang menyebutnya sebagai pakis.
Tampak seperti sebuah karya seni, tempat minuman dengan aroma harum itu tercium.
Lalatina menatap Elisa dengan mata ikan mati itu. Mencoba mengkonfirmasi apakah Elisa memang ingin memberikan minuman mewah itu padanya.
"Kamu minum saja dulu, semua masalah pasti ada solusinya"
Elisa mengelus lembut rambut wanita itu. Mungkin karena sesama wanita, Elisa merasakan ikatan emosi yang cukup dalam dengan wanita tersebut.
Dia masih tampak ragu-ragu. Sesekali menengok kerahan Elisa yang terus tersenyum lembut seakan meyakinkannya untuk segera meminumnya.
Itu berbuah hasil yang baik, Lalatina akhirnya menempelkan bibir merah muda itu pada pinggiran cangkir porselen tersebut. Secara pelan mencicipi minuman dengan aroma menyejukkan hati itu.
Ia tersentak, seluruh tubuhnya terasa digelitik oleh tangan-tangan tak terlihat itu. Sangat nyaman saat Lalatina merasakan setiap inci tubuhnya itu seperti dibentuk ulang.
Ini seperti tumbuhan rambat yang bergerak dengan cepat. Mengelilingi tubuhnya dan membuat wanita ini terbelalak karenanya. Rasanya sangat nyaman, seakan dalam pelukan keibuan yang sudah tak pernah ia rasakan. Ia bahkan lupa bagaimana rasanya memiliki seorang ibu. Toh saat dia lahir dia sudah dianggap seperti orang asing dalam keluarga besar bangsawan itu.
"Elmere, Elmere" dia meneteskan air mata. Ini mengingatkannya akan sosok pria yang selalu menemaninya dari kecil. Seorang pria yang menjadi pedang dan perisainya, dan orang paling patuh padanya.
Lalatina masih memiliki kesadarannya selama beberapa tahun ini. Namun, tubuhnya seakan dikendalikan dan dia hanya seperti menonton adegan-adegan mesum yang diperagakan menggunakan tubuhnya itu.
Termasuk bagaimana ia melakukan hal terlarang itu dengan Elmere, hal terlarang yang belakangan ia ketahui ternyata dilakukan dengan kakaknya sendiri.
"Aa, aa, ku.. Elmereeeee" dia berteriak histeris.
Teriakan yang membuat Elisa juga terkejut karenanya. Siapa sangka, wanita ini akan menyebut nama dari pria bucin kurang sopan itu.
"Jangan bilang, kamu Lalatina?" tanya Elisa.
Itu adalah nama yang keluar dari pria tampan berperilaku tidak sopan itu. Lalatina, orang yang dicintai oleh pria berambut pirang dengan bekas luka dimatanya itu.
Gadis berambut merah itu mengangguk, entah kenapa teh Elisa membuatnya merasa semakin nyaman. Seolah sesuatu yang hilang itu sudah kembali, sesuatu yang direnggut ribuan pria itu seakan sudah diperbaiki. Dan traumanya seakan sudah dipulihkan.
Ia bisa mengingat jelas adegan-adegan itu, namun sudah tak mengganggu di otak Lalatina. Entah ramuan macam apa yang ditambahkan Elisa pada minuman harum itu.
"Benar nona, aku adalah Lalatina. Adiknya dari Elmere" ujarnya sambil tersenyum.
Siapa yang menyangka kalau segelas teh panah bisa membuat gadis ini kembali tersenyum ceria.
"Ooo, jadi begitu" Elisa mengangguk-angguk sambil membuka mulut membentuk huruf "o" tersebut.
Sekarang semuanya masuk akal. Elmere bukanlah seorang budak cinta, ia hanya terlalu mencintai adiknya ini.
"Ya, ya. Ini wajar, adiknya memang sangat cantik. Sosok yang sangat indah" gumam Elisa sambil menatap lekat pupil berwarna merah itu. Ini adalah warna yang amat langka yang bahkan belum pernah dilihat Elisa semenjak kedatangannya ke dunia itu.
Jauh disudut rumah itu, tampak sebuah boneka kayu yang tengah duduk dengan burung hantu yang bertengger dibahunya. Mereka tampak menikmati dua orang wanita yang sedang bercengkerama di sana.
"Nona Elisa memang baik, beliau mengembalikan keperawanan gadis itu dan menghapus semua luka batinnya" bisik boneka kayu itu seakan tengah bicara sendiri.
"Hoooo" Burung hantu itu hanya menjawab dengan bunyi yang biasa, dan secara Ajaib tampaknya boneka ini paham maksudnya.
"Ya, aku tahu. Aku melihat kabut putih yang mulai lenyap itu"
"Hoooooo"
"Apa, jadi itu adalah benih-benih yang ditinggalkan kakaknya itu? Sungguh mulia nona Elisa. Beliau bahkan menghapuskan hal terkutuk itu dan tak membiarkan wanita ini hamil dan mengandung anak dari kakaknya sendiri" ujarnya lagi.
Artie tengah menjelaskan situasi pada boneka kayu itu. Situasi di mana Iblis Nafsu itu menghapuskan penghalang dan memungkinkan Lalatina untuk hamil. Ini adalah teknik khusus yang dulu dipakai Lusttaut untuk berhubungan badan tanpa takut hamil. Sebuah teknik kontrasepsi level Dewa. Dewi yang jatuh ini malah sengaja membatalkannya saat sudah mencicipi pria tampan itu.
Itu seakan disengaja agar Lalatina bisa mengandung anak dari Elmere. Dewi sialan itu ingin membesarkan anak itu dan berhubungan intim, lagi dengannya. Memang pantas Dewi yang jatuh ini disiksa tanpa akhir oleh Artie sebelumnya.
"Lusttaut, jika benar begitu berarti Dewa tersesat lainnya juga sudah muncul. Ini bisa jadi masalah besar" gumam boneka kayu itu lagi.
"Hoooooooo"
"Aku rasa kamu harus mengumpulkan Konig yang lain" ujarnya lirih.
Konig alias raja, adalah sebutan untuk lima iblis tertinggi dan Artie adalah satu di antaranya. Nama aslinya adalah Arrkonig, seperti yang ia katakan pada Dewi Lusttaut itu tempo hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)
FantasyElisa terbangun di dunia yang asing itu. Ini adalah settingan abad pertengahan dengan sihir dan ilmu bela diri. Dia hanyalah siswi SMA biasa yang akhirnya harus berjuang untuk hidup di dunia itu. Kekuatan misterius yang mengikutinya secara perlahan...