Kehilangan Kendali

397 68 0
                                    

Tak salah jika orang-orang menganggap jika kiamat sudah tiba. Gempuran dari puluhan ribu sosok dengan lingkaran hitam dikepalanya itu mengeluarkan suara menyalak yang amat hebat. Memekakkan gendang telinga setiap itu bertabrakan dengan bayangan-bayangan hitam dalam berbagai rupa.

"Plakkk"

Artie alias Arrkonig si Iblis Kekejaman itu tak menahan diri lagi. Memukul sosok Dewa yang rusak itu seperti tengah bermain ­baseball. Lucu jika dilihat dari bawah, sosok mengerikan itu dibuat beterbangan bagai sebuah bola.

"E, Elisa. Aku tak bisa mengendalikan mereka" Melisa tampak kaget dengan artefak yang ia gunakan itu. Sebuah benda yang ia pakai untuk menghisap energi negatif dan memberikan Dewa ini ego yang buruk.

"Hmm, sudah kuduga" Elisa yang berambut ungu keperakan itu tampak mengelus-elus dagunya. Seolah tengah memikirkan langahkah terbaik lainnya.

"No, nona? Apa yang terjadi?" gadis vampir ini masih belum mendapatkan jawaban.

Elisa tiba-iba menghilang bersama gadis berambut biru itu. Dan kejap berikutnya tiba-tibna datang dalam keadaan bergandengan tangan. Sesuatu yang membuat Lili si gadis vampir tentu bertanya-tanya.

Tampak jidatnya mengerut. Seolah tengah mencerna apa yang terjadi.

"Apa yang terjadi dalam beberapa detik ini?" batinnya.

Apa pun itu, Lili tak mencapai kesimpulan pasti. Ia tak yakin apakah Elisa bisa melakukan perjalanan waktu lagi. Padahal sebelumnya Dewi ini meminta pelayannya untuk mengirim ke masa lalu. Jelas Elisa tak punya kemampuan itu.

"Jangan khawatir Lili, dia sudah menjadi bagian dari kita" Elisa hanya menanggapi singkat sambil tersenyum. Setidaknya agar gadis ini tak berbuat masalah lagi dan tetap waspada menengok Melisa seperti melihat seekor serigala.

Lili paham akan bagaimana Elisa melakukan sesuatu. Semua hal yang sudah berada dalam kalkulasinya. Terutama masalah cawan suci itu yang tampaknya juga sudah diprediksi Elisa. Ia sadar, dan tak bertanya lagi.

Mengalihkan pandangan ke atas melihat bagaimana Artie menghadapi semuanya seorang diri.

"Kekuatan Artie memang terpaut jauh dengan para Konig lainnya" ujar Elisa yang masih menengadah.

"Brakkkk"

"Takk"

Sebuah tubuh tanpa jiwa itu mendarat tepat di sebelah Elisa. Tampaknya itu akibat pukulan salah satu pasukan bayangan Artie.

Tubuh yang langsung ditangkap gadis berambut biru di sebelahnya. Melisa dengan kemampuan pertahanan absolut itu.

Lili bahkan dibuat ternganga saat melihat gadis itu menangkap dengan satu tangan saja. Seperti menangkap kapas tanpa berat yang berarti, bahkan tak tampak ada tekanan apa pun pada tubuh Melisa.

"Ini terlalu berbahaya" ujar Elisa sambil menoleh pada temannya itu.

Jumlah musuh terlalu banyak dan bisa-bisa malah jatuh seperti hujan meteor. Akan ada banyak korban lainnya yang jatuh akibat tertimpa mayat para Dewa ini.

"Narator apakah ada solusi?" Elisa bicara dengan keras, Melisa dan Lili bahkan mendengarnya bicara sendiri. Mencari solusi untuk mengatasi bencana ini dan menyelkamatkan semjuanya. Sesuatu yang harusnya dilakukan oleh seorang pahlawan dunia itu.

[Aku bisa datang untuk melawannya]

Baru kali ini suara mekanis itu mengajukan diri untuk bisa terlibat. Seseorang yang ada di dimensi berbeda, dan bagaimana caranya melakukannya?

"Bagaimana caranya?" itu juga yang terpikir oleh Melisa. Toh Narator hanya tukang catat, bagaimana mungkin ia bisa melawan begitu banyak pasukan Dewa yang mengambang di atas sana. Terlebih masih ada tiga Neokonig Melisa yang tampaknya juga sudah lepas dari kendali Melisa.

Tiga sosok yang mengeroyok Artie bersama ribuan Dewa lainnya.

[Apakah nona masih ingat saat nona berada di dunia malam itu?]

Narator malah balik bertanya, sebuah pengalaman unik yang dialami Elisa. Sebuah dunia di mana ia tak bisa merasakan indranya. Membuat gadis itu bahkan menggenggam sangat kuat hingga melukai tangannya.

"Ya, lalu apa hubungannya?"

[Darah nona yang jatuh kala itu adalah asli. Dan aku bisa menggunakannya untuk mencapai ranah lebih tinggi]

Baru kali ini Elisa teringat lagi akan hal itu. Ia pikir itu semua hanyalah mimpi. Mimpi saat ia bertemu wanita dengan nama "Malam" dan mengembalikan bulan ke dunia. Sebuah fenomena yang akan tercatat dalam sejarah umat manusia.

Darah itu tak sedikit. Elisa bahkan ingat kalau setetes darahnya saja bisa menciptakan satu Dewa. Apalagi luka sedalam itu yang membuat darah menetes tan pa henti. Entah berapa banyak Dewa yang bisa tercipta dari sana.

"Lakukanlah" ujar Elisa setelah cukup lama memikirkan kemungkinannya. Perintah yang langsung dijawab oleh suara mekanis itu. Suara yang kemudian hilang berganti dengan kesunyian. Elisa bahkan sudah tak merasakan keberadaan Narator itu lagi. Seolah ia ditelah oleh kehampaan dan tak akan pernah kembali.

"Kraaakk"

Kejap berikutnya, mata seluruh orang di dunia itu dibuat terbelalak. Tak terkecuali para Dewa yang sudah mendapatkan egonya. Mata yang melotot melihat bagaimana langit mulai retak lagi.

Ini sama seperti kejadian bulan yang muncul kembali dan menjadi lebih terang. Retakan itu seperti kaca yang tak kuat menahan panasnya air dan dinginnya es. Retak tiba-tiba seakan menjalar dan menghancurkan semuanya.

Yang muncul sekarang bukan gigi-gigi raksasa itu lagi. Namun sebuah kepala utuh dengan tangan berusaha mencabik langit biru itu.

Ini bukan kepala manusia ataupun Dewa. Bentuknya hanya putih tanpa ada wajah di sana. Telinga juga tak ada, seperti sebuah boneka putih yang tiba-tiba muncul dari lubang besar itu.

Seperti sosok raksasa yang hendak turun ke dunia. Raksasa yang ukurannya hampir menyamai benua mereka.

"Krieek"

"Krieeek"

Hal unik selanjutnya membuat semuanya bergidik ngeri. Mulut yang tiba-tiba muncul penuh taring itu seakan menampakkan wujud sosok iblis yang turun saat kiamat tiba. Mata yang tiba-tiba muncul menatap lekat seolah melihat semua yang ada di bawah sana.

Mata yang detik berikutnya kembali menghilang dan meninggalkan kepala tanpa wajah itu. Seolah semua pernik yang ada di wajahnya itu bisa hilang dan timbul sesuka hatinya. Ekspresi yang berubah-ubah itu juga membuat ngeri.

Kadang tampak buas, kadang terlihat tersenyum dengan mata penuh harapan. Namun di satu kesempatan malah terlihat seperti hewan buas yang ingin menghancurkan semuanya.

"Narator, apakah itu kamu?" tanya Elisa.

"Betul nona"

Pertanyaan yang dijawab dengan suara keras dan bergetar itu. Sesuatu yang mungkin membuat orang lemah jantung tewas seketika.

Tangan-tangan raksasa itu seakan menyibak langit biru tersebut. Membuka retakan cukup besar dan mengeluarkan tubuh raksasa itu menggantung dari sana. Suatu hal yang bahkan membuat Melisa ikut ternganga. Gadis berambut biru keperakan itu tak menyangka ada sosok seperti ini yang muncul tiba-tiba.

Narator yang muncul itu perlahan menyusut. Ini terjadi dengan cepat seperti sebuah balon raksasa yang ditusuk jarum. Kempes dan menjadi kecil, hingga pada akhirnya mendarat laksana meteor dengan kecepatan tinggi pada tanah kosong yang ia lihat.

Pendaratan yang menciptakan lubang berpuluh meter radiusnya. Seolah kedatangan pahlawan dunia penuh dengan estetika.

Tubuhnya tampak unik, tak mengenakan pakaian apa pun dan tam[paknya juga tak memiliki jenis kelamin. Seluruh tubuhnya berwarna putih seperti tanah liat putih itu. Wajahnya tak tampak, hanya tubuh ramping dengan kepala lonjong itu saja.

Sosok yang jatuh yang membuat semua pelayan Elisa menjadi terpana. Artie sekalipun bahkan sampai mengalihkan pandangannya pada sosok itu. Sosok terkuat kedua, hanya satu level di bawah Elisa.


Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang