Kebangkitan

1.3K 212 0
                                    

"Hei, aku rasa niat membunuhmu itu terlalu berlebihan"

Tampak sekali perbedaan kelas mereka. Meski puluhan orang mengepung, Elisa tak banyak bergerak untuk menghindarinya. Dan itu dilakukan tanpa sihir sedikit pun, hanya gerakan seni bela diri biasa.

"Te, teknik itu! Tak salah lagi, itu dari bumi"

Lili si gadis kecil itu tampak melompat kembali ke belakang untuk ke sekian kalinya. Sapuan kaki Elisa terlalu kuat untuk mereka dan membuat orang-orang ini harus menjaga jarak.

"Hmm"

Elisa mengusap-usap dagunya. Ada yang janggal dari ucapan anak ini. Dia seperti tahu apa itu bumi, namun dilain sisi tampak seseorang yang baru pertama kali melihatnya.

Otak cerdas Elisa langsung menangkap pesan tersembunyi itu, tersenyum dan menengok ke arah gadis itu.

"Kau bukan berasal dari bumi" ujar Elisa sambil tersenyum seolah mengejek.

"Memang bukan!"

Tak gentar, Lili kembali mengarahkan pedang merah darah itu pada Elisa. Seolah itu memang bukan hal yang harus ia sembunyikan.

"Hmm, menarik. Perawakannya seperti orang Asia, namun ia bukan dari bumi? Atau jangan-jangan leluhur mereka?" batin Elisa.

"Takkk"

Elisa menarik pedang ungu itu dari kehampaan. Mengulur terlalu lama juga tak baik menurutnya. Terlebih Regis saat ini tengah dipukul mundur, hal yang tak biasa tengah terjadi sekarang.

Pedang itu mengilat, berwarna ungu dan tampak mendominasi. Ini sukses membuat orang-orang di sana tertegun. Tak kecuali pria tua yang tengah menghajar Regis itu. Ia sempat menghentikan serangannya saat melihat pedang yang dikeluarkan Elisa.

"Aku sudah lama ingin menguji ini"

"Slashhh"

Elisa mengayunkan pedangnya pada tempat kosong seolah ingin menguji coba. Lili dan pengikutnya bahkan tak menganggap hal itu sebagai sesuatu yang berbahaya. Ya, kecuali satu orang.

Pria berwajah buruk itu langsung terbelalak, menerjang dan memanggil nonanya itu.

"Nonaa, itu berbahayaaa!!!"

Dia sangat sigap bergerak ke depan Elisa. Menepukkan kedua telapak tangan itu seakan tengah mengeluarkan jurus tertentu.

"Domain Iblis" ujarnya.

Setelah mengucapkan nama jurus itu, Susana langsung berubah. Tampak jelas, seperti ada kubah abu-abu yang mengelilingnya dan semua orang di sana tampak seperti lukisan hitam putih atau hasil jepretan kamera kuno itu.

Semuanya melambat, seolah waktu tengah terganggu. Namun, itu tak membuat Lili dan pengikutnya berhenti terbelalak. Tampak jelas ada ribuan sinar hitam yang mengarah pada mereka.

"Tapp"

Pria buruk rupa itu dengan cepat menendang para pengikutnya agar terpental dari domain itu. Membuat aliran waktu mereka kembali seperti semula. Ini adalah sesuatu yang dilakukan dengan cepat, karena terlambat sedikit saja maka semuanya akan menjadi mayat.

Sabetan pedang Elisa, mengandung kekuatan dimensi di dalamnya. Satu sabetan yang memunculkan ribuan sabetan lain dalam bentuk sinar keunguan dari ruang hampa.

Itulah kenapa mereka melihat ribuan sinar hitam dalam kubah itu. Toh semuanya sekarang dibuat berwarna hitam dan putih.

"Ughhh"

"A, apa-apaan itu?" Lili seakan tak percaya saat melihat sinar-sinar kehitaman itu. Ini seakan mengarah pada leher mereka dan bersiap menghabisi orang-orang itu.

Lili bahkan sudah merasakan lehernya menegang seolah menunggu untuk ditebas. Paras anak buahnya bahkan tampak pucat seolah nyawa mereka seperti tali yang hampir putus. Beruntung pria buruk rupa itu menyelamatkan mereka dan memperlambat waktu.

"Apa-apaan ini?"

Elisa tampak terganggu dengan waktu yang melambat itu. Terlebih semua warna hitam putih yang membuat gaunnya tak bersinar lagi.

"Sett"

Ia mengibaskan tangannya, dan sekilas kubah hitam itu langsung hancur. Tampak seperti gundukan pasir yang meluruh, hancur dan tak tampak lagi.

Gelombang kibasan tangan itu begitu kuat. Sangat kuat sampai-sampai menghancurkan kubah memperlambat waktu itu.

"Pamaaaannn!!!"

Lili sadar akan bahaya yang ada. Berteriak seperti gadis kecil memanggil pria buruk rupa yang ia panggil Paman itu.

Pria buruk rupa itu tak menjawab. Ia hanya tersenyum dan menatap gadis yang ia layani itu. Tak ada berkata dan melemparkan sesuatu ke sana.

Sebuah bola berwarna putih seukuran kepalan tangan. Mirip seperti Mutiara indah dalam ukuran jumbo. Sesuatu yang mungkin bisa menjadikan seseorang menjadi jutawan hanya dengan memiliki salah satunya.

Lili terbelalak. Ia tahu benda apa itu. Dan ia tahu betul apa manfaatnya.

Gadis itu mencoba berlari dan beranjak. Namun ia kalah cepat dengan sinar putih yang mulai mengelilingi dirinya dan pengikutnya itu.

"Teleportasi" ujar pria berwajah buruk itu, dan kejap berikutnya Lili dan para pengikutnya sudah hilang dari sana. Seolah dimakan oleh kehampaan dan hilang bersama kehampaan itu.

Setelah memastikan kepergian nonanya itu, pria berwajah buruk rupa itu langsung menatap Elisa.

Matanya tampak berbinar, hendak menangis dan berurai air mata. Itu seperti ia bertemu dengan sesuatu yang amat ia rindukan.

Tak kuasa ia menahan itu, air matanya banjir dan pria berwajah buruk itu langsung bersujud dan tersedu-sedu. Elisa bahkan tak bisa berkata apa-apa.

Seorang pria sangar yang menjadi seperti bayi dalam satu helaan nafas saja. Entah ke mana perginya pria sangar yang membuat Regis kewalahan itu.

"Apa yang kau lakukan?"

Elisa tak bisa menahan untuk tidak bertanya pada pria yang tersedu-sedu itu. Aneh juga rasanya melihat orang yang menyerang mereka langsung berubah sikap begitu.

"Apaklah ia mau minta ampun akan nyawanya?" batin Elisa.

Perubahan itu terlalu dahsyat, bahkan nalar Elisa sendiri tak sanggup meng8ikutinya.

"Nona, Nona Dewi. Hamba sudah menunggu ribuan tahun lamnya. Hamba tak menyangka waktu kebangkitan nona akhirnya tiba"
Ia menengadah masih dengan berurai air mata. Sangat lucu melihat orang menangis namun dengan mulut tersenyum lebar begitu. Seakan tengah menangis haru akan sesuatu yang dirindukannya.

Elisa menepuk jidatnya. Untuk ke sekian kalinya mereka memanggil Elisa sebagai Dewi. Dan tampaknya ini memiliki kaitan dengan alasan kedatangannya ke dunia itu.

"Siapa kamu?"

"Dia adalah Konig"

Pria buruk rupa itu tak menjawab. Dan suara barusan juga bukan suara Regis si boneka kayu. Yang berbicara adalah Artie yang tengah bertengger di bahu Lalatina.

Ini jelas membuat Elisa tersentak karena ini pertama kalinya ia mendengar Artie berbicara. Pria buruk rupa itu juga tersentak. Ia tak menyangka ada sosok lain di sana. Sosok yang bahkan tak ia anggap saat awal kedatangannya tadi.

"Ka, kau. Arrkonig?"

Pria buruk rupa itu seakan tak percaya dengan sosok yang bicara itu. Itu sedikit, namun samar ia merasakan aura Konig itu dari burung hantu ini.

"Artie, kamu bisa bicara?" Elisa seakan tak menyangka mendengar sesuatu dari burung hantu putih kesayangannya itu.


Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang