Pangeran Pertama

433 65 0
                                    

Pria dengan alis tebal dan rahang tegas itu tampak menengadah ke angkasa. Menyaksikan kejadian luar biasa yang bahkan mengguncang batinnya.

Regis adalah Dewa, terlahir dari ukiran kayu dan setetes darah Elisa. Menengok Artie yang bertarung saja sudah membuatnya bergidik ngeri. Entah sejauh apa perbedaan kekuatan mereka ini.

Namun, sosok kedua yang muncul hampir membuat rahangnya jatuh karena menganga. Sosok berwarna putih tanpa wajah dan jenis kelamin yang jelas itu tampak menghabisi semuanya seperti tengah menepuk lalat-lalat lamban. Kekuatan yang jauh lebih mengerikan daripada Artie si iblis kekejaman ini.

"Tuan Regis, yang terluka sudah dipindahkan"

Pria tampan berambut putih dengan ikat kepala merah itu tampak memberikan laporan. Ia adalah orang paling berkuasa di daerahnya, duchy Laba-Laba. Pangeran pertama yang diselamatkan oleh Regis dari gempuran adiknya sendiri.

Orang ini tampak banjir keringat. Ia tak henti bergerak memberikan pengumuman dan menepis serpihan-serpihan sebesar kepalan tangan yang jatuh itu.

Bagi orang terlatih, ini tak akan membuat mereka terluka. Beda cerita bagi orang biasa yang dihantam gumpalan daging sebesar bola kasti itu. Ini jelas akan menjadi petaka.

Itulah yang dilakukan orang-orang ini. Memanjat ke atas pohon tinggi dan menembaki semua benda jatuh itu agar tak terjun ke area pemukiman. Sesuatu yang dilakukan oleh duke Gifford bersama bocah dengan busur berwarna merah itu.

"Aku tak menyangka akan secepat ini" ujar Regis lagi. Peperangan yang ia prediksi akan makan waktu berhari-hari malah selesai sebelum matahari bergerak cukup tinggi. Kecepatan yang tentunya akan direkam dalam catatan sejarah mereka.

"Makhluk apa itu?" bocah itu juga mendarat tepat di dekat Regis. Langsung bertanya dengan nada biasa yang tanpa sopan-santun itu. Ia memang hidup dan besar di jalan, tak heran etikanya kadang asal-asalan jika bertemu orang asing. Terutama pada Regis yang memberinya trauma itu.

"Yang mana? Yang besar atau yang puluhan ribu itu?"

"Semuanya" ujar bocah yang agak kesal dengan tanggapan Regis yang setengah bercanda itu.

Kehadiran dan tingkah bocah in i kadang memang bagus untuk memperbaiki suasana. Tak heran jika Regis sedikit tertawa mendengar dengusannya barusan.

"Yang datang adalah para Dewa. Namun dengan ego yang salah. Yang mereka lawan adalah iblis dengan pasukan bayangannya. Dan yang terakhir datang, aku rasa juga adalah Dewa. Meski aku merasakan keanehan saat melihat gigi-gigi besar menakutkan itu" terang Regis lagi.

Meski sudah hidup ribuan tahun, ia tetap tak mengenal siapa orang ini. Seolah itu adalah makhluk baru yang diciptakan Elisa khusus untuk pertarungan ini. Eksistensi yang melewati Artie selaku yang terkuat di antara lima Konig itu.

"Apakah ini benar-benar berakhir?" bocah ini menyangsikan kesimpulan itu. Ia tak yakin jika ini adalah akhir dari pertarungan. Ia sudah hidup dengan berbagai kemalangan. Kemalangan yang biasanya datang silih berganti tanpa peduli kesulitan yang terjadi.

"Bahaya memang tak akan pernah hilang, namun masalah terbesar sudah diatasi" ujar Regis lagi.

Ia teringat bagaimana suara kuat Elisa sampai pada gendang telinganya. Suara yang muncul dari jarak jauh itu.

Bahkan pertarungan Artie dengan para Dewa tak lebih dari sebuah titik kecil diangkasa. Itu saking jauhnya jarak mereka, dan orang-orang ini bertarung dalam ketinggian yang jauh juga. Bisa ia bayangkan bagaimana nonanya ingin memberikan pesan terakhir itu.

Pesan yang membuat hatinya bergejolak sedih, namun detik berikutnya itu hilang. Regis tak tahu apa itu. Sedetik ia merasa kalau Elisa hilang dan tak akan kembali lagi. Namun detik berikutnya ia merasakan kembali ikatan dengan tuannya itu.

"Hmm"

"Ada apa?"

Regis bertanya pada pria yang sedang mengusap-usap belakang kepalanya itu. Seakan ada sesuatu yang ingin ia sampaikan namun masih tertahan di tenggorokannya.

"Aku ingin pamit dulu, aku harus segera menemui seseorang" ujarnya.

Dia persis seperti orang sedang kasmaran sekarang. Seperti tengah menanti janji untuk bertemu dengan gadis yang ia cintai.

"Pergilah" ujar Regis.

Ia juga memberi kode pada bocah busur itu untuk menemui pria tinggi yang merupakan pangeran pertama itu.

"Tapi ingat! Kita perlu berkumpul lagi, Raja perlu dijatuhkan" ujar Regis yang kembali mengingat tugas pertamanya.

Menyatukan kerajaan itu dan menghentikan tirani yang menyiksa umat manusia.

Sekarang masalah besar sudah lewat, saatnya melakukan hal remeh temeh dan membereskan para bajingan itu.

--

Langit malam terasa tenang kala itu. Langit dengan siraman jutaan bintang di mana cahaya bulan ikut menerangi seolah berpesta akan kemenangan itu.

Alam tengah akhirnya bisa menghindari takdir kehancurannya. Tak seperti alam bawah yang sekarang sudah tiada. Alam yang menampung jiwa-jiwa orang mati dan membawanya pada siklus reinkarnasi.

Itu sudah lenyap, membuat banyak jiwa orang mati itu hanya mengembara di tanah manusia itu. Sesuatu yang juga akan menjadi masalah nantinya.

Cahaya bulan itu keperakan, jatuh pada sepasang muda-mudi yang tengah berdansa. Seakan melepas rindu yang sudah lama, sepasang sejoli itu tampak meliuk dengan indahnya meski tanpa iringan suara merdu pesta itu.

Dia adalah Gifford, pangeran pertama yang langsung menyelamatkan tunangannya itu. Seorang gadis cantik yang dikendalikan oleh sihir misterius adik keduanya. Tunangannya yang diperlakukan seperti anjing, dan untungnya adiknya itu belum bertindak terlalu jauh.

Gifford tak sanggup menahan tangis itu. Air matanya jatuh saat melihat wajah yang ia sangat kenal. Tatapan mata yang sudah tak seperti ikan mati. Begitu bercahaya seakan penuh harapan dan kasih sayang.

Wanita yang dicintainya, wanita yang menjadi tunangannya. Itulah yang ia kejar dan berakhir pada dansa indah dimalam sunyi itu.

"Ck, kenapa aku harus menonton orang dewasa berdansa seperti ini?"

Bocah yang duduk di atas dahan kayu itu memalingkan wajahnya. Menatap ke arah bulan yang sudah bergerak cukup jauh semenjak dua orang ini mulai berdansa. Waktu yang lama, sampai-sampai membuat Aldaram bosan dan memutuskan untuk memainkan busur merah itu.

"Dia tak seperti dirinya yang lalu. Dasar bangsawan busuk" dengus Aldaram sambil mengintip lagi.

Diua orang itu sangat mesra seolah melepaskan rindu yang sudah lama. Membuat bocah ini sesekali mengumpat karena tak ubahnya nyamuk di antara sepasang anak manusia itu.

"Aku akan adukan pada boneka kayu itu jika kami terlambat nanti" Ia tersenyum jahil memikirkan ekspresi pria itu saat melihat Regis berang karena dibuat lama menunggu.


Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang