Rumah Kosong

995 150 8
                                    

Takdir kadang suka bercanda. Kadang tak tertebak dan kadang malah menuntun pada perjalanan yang baru.

Hailam si Duke penguasa dukedom singa itu tampak berdiri Bersama seorang pria yang usianya terpaut jauh. Dua orang, tuan dan pelayan itu tampak melongo di depan gerbang besar rumah tengah Hutan Salju.

Beberapa kali pemuda tampan ini mengetok, mencoba menanti dan tak ada sahutan dari sana. Seolah rumah ini sedang tak dihuni.

Namun, anehnya dua orang ini merasa kalau ada orang di tempat itu. Entah mungkin bukan Elisa, namun yang jelas ada orang.

Itulah yang membuat Hailam dan pelayannya itu berdiri termenung di depan gerbang.

"Tuan, apa jangan-jangan ini adalah ujian dari nona Elisa" ujarnya tiba-tiba.

Pria tua ini memang kadang terlewat kreatif. Imajinasinya terlalu aktif dan idenya kali ini malah diamini oleh pria tampan di sebelahnya.

Pria berambut pirang pendek itu, pria yang bisa mengubah warna rambutnya saat memasuki mode Pahlawan itu.

"La, lalu bagaimana Paman?" tanyanya dengan panik.

Ia tak menyangka Elisa tak akan membukakan pintu sat ia sampai di sana.

"Atau jangan-jangan nona Elisa kesal karena tuan menatap pahanya tempo hari?" ujar pria tua itu lagi.

"Aaa,,aaa" tampak panik, Hailam langsung bersujud di depan gerbang itu dan berteriak.

"Nona Elisa, aku minta maaf atas apa yang terjadi" ujarnya.

Semenit berlalu, pria itu masih menekan kepalanya dalam salju. Dua menit berlalu dan belum ada sahutan dari dalam sana.

Ini sangat lama, dan akhirnya Hailam mengangkat kepalanya lagi. Tetap tak ada sahutan dari tempat yang tertutup gerbang itu.

"Hmm" Orang tua itu memijit-mijit dagunya lagi seolah berpikir keras. Sesekali ia memejamkan mata seolah memasuki konsentrasi tertinggi untuk memaksa otaknya bekerja.

"Pa, paman. Jangan-0jangan nona tahu kalau kita datang hanya karena cabai rawit itu habis" ujarnya lagi.

Itu memang salah satu alasan mereka ke sana. Cabai rawit yang memberikan ketahanan racun pada Hailam itu sudah habis mereka santap. Itu juga salah satu tujuan mereka, mencoba mencari peruntungan apakah ada harta lainnya yang akan didapat.

"A, aku rasa begitu" jwab pelayan itu dengan pucat.

Tak butuh waktu lama, dengan sigap ia membenamkan kepalanya mengikuti tuannya tadi. Memohon ampun pada Elisa.

"Tuan, kita terlalu tamak dan nona Elisa mungkin tak suka" lanjutnya.

Makanan Elisa itu memang seperti tiket VIP yang memberikan tiket gratis bagi mereka yang mau menembus ranah selanjutnya. Sesuatu yang harusnya didapatkan dengan pertaruhan hidup dan mati malah bisa diperoleh dengan beberapa suap makanan itu.

Siapa pun yang merasakan pasti akan memunculkan ketamakan itu. Sebuah makanan sakti yang bisa saja mengubah nasib mereka.

Takdir seorang gelandangan bisa saja diubah menjadi seorang Viscount hanya karena beberapa suap makanan buatan Elisa. Ini terlalu sakti dan bahkan bisa memicu perang antar kerajaan nantinya.

"Tuan, mu, mungkin lebih baik kita menunggu nona Elisa di sini" ujar pelayan itu lagi.

Ia mengangkat Kembali kepala itu dari tumpukan salju yang membentuk wajah manusia tersebut. Segitu kuatnya mereka membenamkan kepala di sana.

Rumah itu berada di tengah hutan penuh salju. Bak dunia sendiri yang tanpa sadar sudah mempengaruhi gerak dunia ini.

Elisa mungkin tak sadar, namun ada banyak perubahan yang terjadi karenanya. Takdir dunia mulai mengarah pada Gerakan yang berbeda.

Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang