Mengembalikan Siang

1K 139 5
                                    

Hilangnya matahari tentu menjadi perkara. Tampak jelas benua itu dibuat ribut oleh tangis manusia. Semuanya ketakutan akan hukuman Dewa. Terlebih gigi-gigi penuh taring raksasa yang seolah mengoyak langit. Ini menampakkan kalau mereka hanya manusia tak bedaya.

Kembali ke tengah Hutan Salju yang dikenal sebagai hutan kematian. Di remang-remang itu tak ada lagi salju yang tampak. Pepohonan pun sudah hilang dan berganti dengan jutaan pedang yang tertancap itu. Seperti kuburan pedang-pedang kuno yang akan membuat siapa pun gemetar.

Tampak seorang gadis yang mengeluarkan cahaya terang bagai sebuah bola lampu raksasa. Ini bisa menerangi tempatnya, namun tetap tak bisa mengganti kemegahan matahari yang sirna.

Elisa tampak bergerak cepat, mendarat di depan gerbang rumahnya yang hancur itu. Menatap lekat pada dua sosok mayat di atas tanah tanpa salju.

Elisa sengaja menambah Batasan agar dua tubuh ini juga tak terserap lubang hitam. Diua tubuh yang sudah dingin itu., Tak memiliki lengan ataupun kaki, tampak memilukan dan tentunya menyedihkan.

Elisa tak menangis, ia tak tahu kenapa. Ia sedih, namun air mata itu tak kunjung menetes. Mungkin kemanusiaannya mulai ditelan oleh waktu puluhan tahun itu.

Yang datang akan pergi, dan yang hidup akan mati. Siklus yang tak bisa dihindari.

Di situ Elisa, membalikkan tubuh orang berambut kuning keemasan itu. Meski remang-remang hanya bergantung pada cahaya bola buatan Elisa. Namun wajah itu masih tampak dengan jelas.

Wajah mayat yang tengah menggigit bibirnya itu. Tampak terpejam tenang seolah sudah menerima nasib buruk yang datang. Namun dilain sisi, itu adalah wajah dari seseorang yang menyebut nama Elisa diambang kematiannya.

Elisa mungkin kuat, namun ia tak bisa menghidupkan yang sudah mati. Ataupun menciptakan manusia baru. Ia masih mengeksplorasi kekuatannya itu.

Alat-alat medis juga tak berarti, toh tubuh ini sudah tak lengkap. Jika pun Hailam bisa hidup dia akan menjadi orang cacat. Ini amat berat, Elisa bahkan duduk beralaskan lututnya di sana.

Dua orang pelayan terpaut usia yang kadang bertingkah nyeleneh itu tampak terbaring di sana. Tujuan mereka hanya untuk bertemu Elisa. Siapa sangka takdir berkata lain, mereka malah bertemu Iblis mengerikan itu dan semua tragedi ini terjadi.

"Aku harap kalian bisa beristirahat dengan tenang" ujar Elisa sambil mengelus darah yang belum kering dikepala Duke tampan itu.

Elisa sudah menyelamatkan nyawanya sekali, siapa sangka dia malah datang untuk mengembalikan nyawa itu pada Elisa.

"Tap Tap"

Beberapa pelayan itu turun dan mendarat di belakang gadis berambut ungu keperakan ini. Ikut prihatin akan musibah yang dialami teman manusia pertama Elisa.

"Kalian tidak apa-apa?"

Elisa berlbalik dan menatap pelayannya itu. Pelayan yang wajahnya tak ada perubahan, kecuali Lalatina yang mungkin masih manusia.

Ia tak bisa menahan air mata. Berderai sangat deras seakan tak kuas menahannya.

Hailam adalah saudaranya. Mereka juga kecil bersama, sama seperti pria yang menjadi pelindungnya itu. Pria yang menggantikannya untuk dieksekusi warga.

Wanita malang ini sudah kehilangan dua saudaranya. Entah apa yang merasuki kerajaan ini, namun semuanya selalu mengarah pada pertumpahan darah.

Ia tersedu-sedu, Elisa bahkan sesekali mengusap lembut kepala gadis itu. Berusaha menenangkannya yang menangis di antara orang-orang yang tak bisa menunjukkan emosi itu.

"Nona, biar aku jelaskan sesuatu" ujar Artie tiba-tiba.

Ia mungkin sadar kalau Elisa sudah mengetahui sedikit banyak soal hilangnya Artie dahulu. Misi yang ia lakukan sendiri dan membawa pemberontakan itu.

Transmigrasi Gadis Bumi (Gadis Sakti Dari Bumi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang