Aku memantau pergerakan skuadron UE-1 dengan fokus penuh, memastikan setiap manuver mereka presisi. Situasi di lapangan semakin genting. Musuh di halaman Markas Area-X tampak bergerak taktis, tapi itulah yang ingin kupatahkan. Kami tak boleh kalah dalam taktik.
"Serang dari atas!" seruku kepada pilot, memberikan instruksi pertama, "Luncurkan rudal pada konsentrasi musuh di halaman tengah! Targetkan formasi mereka yang bergerombol!"
Tiga pesawat UE-1 yang kupandu segera melesat rendah. Rudal-rudal mereka melesat cepat, menghantam formasi musuh di bawah. Dentuman ledakan memekakkan telinga, membuat musuh berhamburan, tubuh-tubuh mereka terpental oleh gelombang ledakan. Senapan plasma mulai ditembakkan. Kilatan biru terang terlihat di monitor, menghancurkan drone dan pasukan infanteri musuh yang mencoba berlindung.
"Sekarang naik! Hindari antiudara!" seruku lagi. Pesawat-pesawat itu segera bermanuver naik tajam, meliuk ke udara, menghindari tembakan balik dari musuh yang baru saja mulai membalas. Puluhan meriam plasma dan misil antipesawat ditembakkan dari darat. Salah satu dari tiga pesawat terkena tembakan telak.
"Pesawatku rusak! Aku terpaksa keluar!" seru pilot dengan nada panik. Aku menahan napas sejenak, memperhatikan detik-detik berikutnya. Pilot tersebut berhasil keluar tepat waktu, melompat dari pesawat sebelum ledakan besar terjadi. Dalam sekejap, tubuhnya melayang bebas di udara, terjun menuju musuh di bawah.
Sebelum parasut terbuka, pilot itu melakukan sesuatu yang mengejutkan—dia menyambar drone-drone musuh di sekitarnya dengan kekuatan listrik bertegangan tinggi, melumpuhkan puluhan drone yang mengepungnya. Ledakan listrik berkilauan di monitor, membuat drone-drone itu jatuh berderak ke tanah seperti lalat.
"Hebat!" desisku kagum, tapi tak ada waktu untuk merayakan. Sisa dua pesawat UE-1 harus melanjutkan misi.
"Kalian! Fokuskan serangan pada artileri musuh di lini belakang!" instruksiku, suaraku tegas, penuh urgensi. Artileri musuh adalah ancaman terbesar. Jika mereka berhasil menggunakan artileri itu untuk meratakan markas Area-X, maka UE-2, Beta-7, dan pasukan evakuasi lainnya yang masih bertahan di dalam akan langsung habis.
"Artileri berada di sebelah barat daya!" lanjutku, menandai koordinatnya di monitor mereka. "Manuverlah dalam formasi zigzag! Hindari tembakan, tapi jangan terlalu tinggi! Fokus pada ledakan artileri!"
Dua pesawat UE-1 segera turun tajam, mengambil formasi zigzag seperti yang kuperintahkan. Mereka menghindari tembakan plasma musuh dengan kecepatan yang luar biasa. Lalu, mereka menembakkan rudal dan senapan plasma secara bertubi-tubi ke arah kendaraan lapis baja dan artileri musuh. Ledakan besar terjadi ketika salah satu artileri musuh dihantam rudal secara langsung, memporak-porandakan posisi mereka.
Aku mengamati dengan penuh kewaspadaan. Pesawat-pesawat itu bergerak gesit, menghancurkan artileri yang tersisa, lalu berbalik menyerang infanteri musuh yang terkonsentrasi di sayap kiri. Mereka menyapu musuh dengan serangan udara, membantu kawannya yang hampir tiba di permukaan Area-X.
"Bagus! Tetap bergerak, jangan beri mereka kesempatan untuk membalas!" seruku, memastikan tidak ada celah bagi musuh untuk kembali bangkit. Aku harus membuat musuh tetap dalam kondisi bertahan.
Pertempuran ini bukan hanya soal kekuatan. Ini soal taktik, soal pengambilan keputusan cepat. Dan dalam situasi ini, setiap keputusan yang kuambil adalah nyawa bagi teman-teman di lapangan. Satu langkah salah, dan segalanya bisa berakhir.
Sambil terus memandu, aku melirik sensor. Reina berhasil memobilisasi pasukan darat UE-1 untuk mendekati gudang amunisi. Jika mereka bisa merebutnya, kami punya peluang besar untuk bertahan lebih lama.
Namun, tiba-tiba, sebuah tanda merah besar muncul di monitorku. Sebuah unit musuh yang sangat besar sedang mendekat dari belakang kami.
✨️✨️✨️
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Science FictionSavil Ghenius lahir dari keluarga elementalis ternama-Keluarga Toya dan Keluarga Ghenius. Namun, sejak kecil, Savil tahu dia berbeda. Rambut hitam legamnya bukan hanya tanda unik, tapi juga simbol kutukan. Kutukan bahwa dia adalah seorang esper yang...