Tirai holografik di pintu masuk Konsulat Esperheim bergoyang pelan saat aku melangkah masuk. Logo Dewan Persatuan Esperheim (DPE) yang berpendar di dinding, sebuah lingkaran biru dengan garis-garis bercahaya, menyambut setiap tamu yang datang. Suara gemerisik alat komunikasi dan aroma antiseptik bercampur dengan bau logam membuat tempat ini terasa seperti potongan kecil Esperheim di tengah modernitas Akademi Burlian.
Aku mendekati meja utama. Di belakangnya, seorang petugas dari ras Eklipsian berdiri dengan postur tegak. Pola-pola cahaya di kulitnya berpendar samar, seperti menyesuaikan dengan detak napasnya. Matanya yang tajam menangkap kartu di tanganku sebelum aku sempat mengucapkan apa-apa.
"Ini," kataku, menyerahkan kartu komunitas dengan ujung jariku.
Petugas itu mengambilnya tanpa suara, memasukkan kartu itu ke dalam pemindai di mejanya. Cahaya merah menyala di layar, diikuti dengan suara bip pendek.
"Kartu ini kedaluwarsa." Suaranya datar, seperti pengumuman cuaca, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang lain—simpatik, mungkin, atau hanya rasa tidak enak karena harus menyampaikan berita buruk.
Aku memiringkan kepala sedikit.
"Tapi ini masih berfungsi minggu lalu," ujarku, tenang. Tanganku terulur, meminta kartu itu kembali. "Tidak ada pemberitahuan atau indikasi apa pun. Sistem kalian mungkin perlu diperiksa."
Dia menghela napas, jemarinya melayang sejenak di atas konsol sebelum menatapku kembali. "Kami sudah memeriksa sistem beberapa kali, Tuan Ghenius. Tidak ada catatan keanggotaan aktif atas nama Anda. Saya tidak tahu apa yang terjadi, tetapi kartu ini tidak berlaku lagi."
Aku memutar kartu itu di antara jari-jariku. Mataku tertuju pada sisi-sisi tajamnya. Forum Diaspora Esper—satu-satunya penghubungku dengan Esperheim, sekarang tinggal sebuah nama yang kehilangan makna.
"Kalau begitu, saya ingin tahu penyebabnya," ucapku akhirnya. Nada suaraku tetap rendah, tapi cukup tegas untuk memastikan bahwa ini bukan akhir dari percakapan.
Petugas itu mengangguk kecil, seperti sudah menduga permintaan itu. "Anda bisa mengajukan banding. Kami akan membantu menyiapkan dokumen yang diperlukan."
Aku memasukkan kartu itu ke dalam sakuku dengan gerakan lambat.
"Terima kasih," ucapku singkat. Tidak ada gunanya memperpanjang diskusi ini.
Langkahku terasa berat saat meninggalkan konsulat. Logo bercahaya di dinding itu tampak memudar, menjadi bayangan samar dari planet asalku yang tidak pernah benar-benar kurindukan, tapi selalu menjadi bagian dari diriku.
Di luar, udara dingin menyentuh kulitku. Namun, kedamaian itu segera pecah.
"Hai, lihat! Si esper yang jatuh itu masih berani datang ke mari rupanya."
Suara itu, penuh ejekan, datang dari arah kanan. Khal Stroum berdiri dengan tangan terlipat. Senyuman sinis menghiasi wajahnya.
Aku berhenti, menoleh perlahan tanpa tergesa. Mataku menatap lurus, melewati wajahnya seolah dia tidak ada.
"Dia tidak tahu malu," kata Weldy Wardein yang berdiri di sebelah Khal. Mata Weldy, tajam dan dingin, memandangku seolah aku adalah noda yang sulit dihapus. "Setelah apa yang dia lakukan pada Yuni, berani-beraninya dia muncul di sini."
Aku meluruskan bahu, memastikan punggungku tetap tegak. Entah apa yang dia katakan, aku tidak ingin peduli.
"Ada apa?" Khal melangkah maju mendekatiku. Suaranya semakin keras. "Tak punya nyali untuk bicara, hah? Pantas saja Keluarga Toya membuangmu. Seorang esper yang jatuh memang seharusnya tidak ada di sini."
Aku memiringkan kepala sedikit, memastikan mereka tahu bahwa aku mendengar setiap kata yang mulut kotor mereka ucapkan. Tapi aku tidak menanggapi. Kata-kata mereka seperti bayangan di pinggir pandangan—ada, tapi tidak cukup penting untuk diperhatikan.
"Biarlah anjing menggonggong," gumamku pelan, cukup hanya untuk diriku sendiri. "Kafilah pun tetap berlalu."
Langkahku melanjutkan jalan, ringan meskipun suasana terasa berat. Namun, sebelum aku bisa benar-benar pergi, suara lain memanggil dari kejauhan.
"Savil!"
Aku berhenti, menoleh ke arah sumber suara. Di sana berdiri seorang esper paruh baya, berkumis panjang melingkar. Matanya tajam, penuh arti, seperti membawa kabar yang tidak bisa diabaikan.
Aku menarik napas panjang. Sepertinya hari ini masih jauh dari selesai.
✨️✨️✨️
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Science FictionSavil Ghenius lahir dari keluarga elementalis ternama-Keluarga Toya dan Keluarga Ghenius. Namun, sejak kecil, Savil tahu dia berbeda. Rambut hitam legamnya bukan hanya tanda unik, tapi juga simbol kutukan. Kutukan bahwa dia adalah seorang esper yang...