010: Ruang Kontrol

2 0 0
                                    

"Ruang kontrol?" Aku tak menyangka sama sekali bahwa kami malah memasuki tempat sepenting ini. Harusnya, ini adalah ruangan yang tidak boleh dimasuki oleh pengunjung. Namun, kami terpaksa memasukinya agar tidak dikejar oleh musuh yang ada di luar.

"Iya, ada dua petugas juga di sini," kata Yuni lagi di dalam kepalaku, "Satunya sudah tewas, satunya masih hidup. Tapi, yang masih hidup sedang terluka parah sekarang."

"Aku mengerti," jawabku seraya mengambil keputusan. Daripada membiarkan musuh itu mengetahui keberadaan kami, lebih baik kami dulu yang mengeliminasinya.

Reina mengunci ruang kontrol pelan-pelan, sementara aku mengendap-endap di lorong menuju ruang kontrol. Benar yang Yuni katakan. Ada dua orang petugas yang gugur di dalam ruangan tersebut. Keduanya tergeletak di lantai dengan bersimbah darah.

Seorang pria bersenjata di punggungnya tengah mengutak-atik layar pengawas di ruang kontrol. Tangannya sibuk mengetik sesuatu, sementara kedua matanya memperhatikan layar yang ada di hadapannya.

Aku hampir saja siap menembak kepala pria tersebut, tapi tiba-tiba dia berbalik seraya menembakkan sebuah pistol ke arahku. Hampir saja sebuah peluru panas mengenai tubuhku. Aku berhasil sembunyi di balik dinding yang menyekat lorong dengan ruang kendali.

"Siapa di sana?" tanya pria itu dengan suara yang serak-serak basah, "Tunjukkan dirimu!"

Aku terdiam. Begitu pula Yuni dan Reina. Kusuruh kedua gadis itu untuk mundur agar tidak terlibat dalam adu tembak kami.

"Keluarlah, Pengecut!" katanya lagi dengan suara yang tegas, "Aku tahu kau di sana."

Yuni tiba-tiba mengangguk begitu mataku bertatapan dengannya. Aku tidak mengerti betul apa maksudnya. Mungkin dia mau menggunakan kemampuan espernya lagi memanipulasi pikiran pria itu, padahal kondisinya sudah semakin memburuk.

"Di sana kau!" Pria yang ada di ruang kontrol tiba-tiba menembak ke arah yang berlawan dengan tempatku keluar. Aku pun memanfaatkan kesempatan yang Yuni berikan itu untuk keluar dari dinding. Dalam sekali tatapan, aku menembaknya.

Dor!

Peluru tepat mengenai kepalanya yang botak telanjang. Dia pun tersungkur mati seketika. Setelah memastikan bahwa kondisi benar-benar aman, aku pun menyuruh Yuni dan Reina untuk masuk.

"Si-siapa kalian?" tanya petugas yang masih hidup. Reina memperbaiki posisinya agar tidak tengkurap. Kami bisa melihat pakaian petugas wanita yang bersimbah darah itu.

"Mahasiswa Akademi Burlian," jawabku, "Kami sedang transit ke stasiun ini untuk berangkat menuju ke sana."

"Akademi Burlian?" Wanita petugas itu mengerutkan keningnya. Ia terlihat kesakitan. "Kalian sungguh anak-anak yang hebat. Aku pernah mendaftar ke sana dulu, sayangnya aku ditolak."

Aku memandang ke layar pengawas. Ada banyak lokasi yang terpantau di sana. Tentu saja lokasi itu belum semua yang ada di Stasiun Interglobal Varsa. Pasalnya, stasiun ini sendiri besarnya lebih dari sebuah negara.

Setidaknya, aku bisa melihat kondisi kawan-kawanku di sini, termasuk hanggar tempat pesawat kami diinapkan. Tempat itu masih aman. Kulihat para musuh yang menyusup ke stasiun belum sampai di area tersebut.

"Ruang Kontrol Area-D!" sebuah panggilan suara tetiba masuk ke ruang kontrol tempat kami bersembunyi, "Apa kalian bisa mendengarku? Laporkan kondisi kalian."

"Ny. Furin, bolehkah saya menjawabnya?" tanya Reina menanggapi panggilan tersebut.

"Tentu," jawab wanita petugas ruang kontrol itu, "Saya bisa menyerahkannya pada Nona."

Hah? Bagaimana dia bisa menyerahkan hal sepenting itu pada Reina? Menjadi operator ruang kontrol bukanlah tanggung jawab yang ringan.

"Di sini Ruang Kontrol Area-D," jawab Reina yang kini telah memakai perangkat telekomunikasi lengkap, "Lapor! Kami terkepung oleh musuh. Sebagian besar Area-D telah dikuasai. Pasukan keamanan yang tersisa mulai terdesak. Memohon bantuan segera."

"Dimengerti!" jawab suara di seberang sana, "Bertahanlah sebaik mungkin. Kami akan segera mengirimkan bantuan ke Area-D."

"Savil," panggil Reina selepas mematikan mikrofonnya, "Tolong jaga pintu! Jangan sampai ada yang masuk."

"Baik!" jawabku singkat. Aku melihat ada aura yang berbeda dari gadis berkerudung itu. Dia tidak lagi seperti gadis yang tadi ketakutan dan kebingungan di aula peristirahatan.

Dari salah satu sudut ruangan, aku mengawasi pintu masuk ruang kontrol. Yuni beristirahat bersama Ny. Furin, sedangkan Reina terus berkomunikasi dengan pihak luar untuk mendapatkan bantuan.

"Delta-2!" seru Reina di depan layar pengawas, "Bertahan di Koridor D-214. Musuh ada di Koridor D-218. Delta-4! Bergerak menuju Koridor D-216. Bantu Delta dua menghadapi musuh."

Aku ikut memperhatikan pergerakan yang ada di layar dengan seksama. Pasukan keamanan ditandai dengan lingkaran biru, sedangkan musuh yang terdeteksi ditandai dengan lingkaran merah. Reina mengaturnya sedemikian rupa sehingga pergerakan sekutu dan lawan dapat tergambarkan dengan lebih sederhana.

Ny. Furin yang merupakan operator asli dari ruang kontrol ini pun juga terkesima. Ia pasti tidak menyangka bahwa Reina akan bertindak sejauh ini. Berkatnya, pergerakan pasukan keamanan jadi lebih terorganisasi dengan baik dan efisien.

"Savil!" panggil Reina lagi, "Bersiaplah! Ada musuh yang mencoba masuk ke ruangan ini."

Reina benar. Terdengar suara dentuman yang cukup keras dari arah pintu. Sepertinya, musuh sudah menyadari bahwa petugas mereka yang diutus untuk menguasai ruang kontrol ini telah tewas.

"Berapa jumlahnya?" tanyaku seraya menyiapkan senapan serbu di tanganku. Itu adalah senapan dari musuh yang kubunuh di ruang ini tadi. Dia membawa cukup banyak persenjataan, termasuk granat setrum dan granat EMP.

"Delapan," jawab Reina yang mulai terdengar gugup.

Suara dentuman yang masuk ke ruang kontrol semakin keras. Rasa-rasanya, pintu yang menahan ruangan ini akan hancur kapan saja. Tak selang lama, sebuah ledakan terdengar.

Hatiku sampai berdetak kencang bukan main saking kagetnya. Debu-debu pun beterbangan di lorong menuju ruang kontrol. Suara derap langkah kaki pun terdengar mendekat. Musuh mulai masuk menyerbu.

✨️✨️✨️

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang