030: Gempuran Terus Berlanjut

2 1 0
                                    


Suara ledakan terdengar semakin dekat. Asap hitam pekat membubung, dan seluruh markas Area-X terguncang hebat. Setiap detik terasa semakin berat. Setiap detik adalah pertempuran melawan waktu. Musuh semakin mendekat, tanpa henti merangsek ke dalam.

Koridor utama markas kini dipenuhi oleh pasukan Sekte Leberynthos yang terus mengalir masuk bagaikan gelombang tanpa akhir. Dari layar monitorku, aku bisa melihat Instruktur Isy yang masih berjuang mati-matian di koridor, menunggu sisa personel Beta-7 untuk mundur. Wajahnya menegang, keringat membanjiri wajahnya yang dingin, namun dia terus menciptakan tameng logam dari reruntuhan bangunan di sekitarnya.

"Kapten Isy, cepat mundur! Mereka sudah terlalu dekat!" seruku melalui komunikasi, tapi aku bisa mendengar desahan lelah dari suara di seberang.

"Aku tahu! Sebentar lagi! Evakuasi hampir selesai!" Instruktur Isy menjawab, suaranya terdengar tegas dan penuh tekanan. Letusan plasma terdengar meledak di hadapannya, menandakan pertempuran jarak dekat sudah tak terhindarkan lagi.

Sementara itu, Weldy dengan kecepatan dan keterampilannya yang luar biasa berhasil memindahkan sebagian pasukan UE-2 masuk ke dalam markas menggunakan kemampuan teleportasi bayangannya. Mereka segera mencari posisi bertahan masing-masing, menyesuaikan dengan kekuatan yang mereka miliki.

Isla Caya, salah seorang eklipsian UE-2 selain Weldy langsung mengambil posisi duduk. Dia memejamkan mata, berusaha fokus. Sementara itu, Rahim dan Khal berjaga di sekitarnya, memastikan keselamatannya selama ini membuat ruang ilusi untuk pertahanan. Tak lama kemudian, ilusi tingkat tinggi muncul melindungi mereka begitu Weldy kembali dengan membawa beberapa personel Beta-7.

"Mundur sekarang, Kapten Isy!" seruku lagi. Namun, Instruktur Isy malah kembali menolak.

"Souli masih di sini," katanya penuh tekad untuk melindungi esper di bawah pengawasannya. Dia berseru seolah nyawa orang lain lebih berharga dari nyawanya sendiri. "Aku tidak akan pergi sampai semuanya pergi!"

Melihat Instruktur Isy yang semakin kewalahan bertahan dari gempuran musuh, aku merasakan ketegangan merayap di tubuhku. Sial! Kami terlalu terdesak, dan situasi di luar semakin kacau.

Souli hampir kehabisan seluruh energinya. Dia berlutut di belakang Instrukur Isya. Makhluk-makhluk astralnya telah menghilang ke dimensi lain. Hanya dua ekor macam yang tersisa. Keduanya melindungi Souli dengan gigih. Souli sudah di ujung batasnya. Tubuhnya gemetar, napasnya tersengal-sengal. Dia telah mendorong dirinya terlalu jauh demi menyelamatkan anak-anak yang terperangkap di zona pertempuran.

"Sial!" geramku dalam hati. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri—Souli seharusnya tidak mengambil risiko sebesar ini. Jika dia bersama UE-2 dan Beta-7 dari awal, kami mungkin punya kesempatan yang lebih baik. Tapi aku tak bisa menyalahkannya. Dia bertindak sesuai dengan hatinya, dan aku tak bisa mengabaikan fakta bahwa Souli adalah sahabat pertamaku. Bagaimanapun caranya, aku harus menyelamatkan dia.

Aku menoleh ke Reina yang sibuk mengatur strategi di konsol komunikasi. Matanya menyorot penuh fokus, tetapi peluh di wajahnya jelas menunjukkan tekanan yang ia hadapi. "Reina! Bagaimana status UE-1 dan Beta-1? Kami semakin terdesak di sini! Musuh sudah berada di dalam markas!"

Reina menatapku dengan tatapan penuh ketegangan.

"Kami juga mulai terkepung!" teriaknya, frustrasi. "Beta-1 sedang mundur ke kompleks militer, tapi musuh terlalu banyak! Kita terperangkap di sini!"

"Mayday, mayday, mayday!" suara salah satu pilot UE-1 terdengar pecah melalui komunikasi. "Aku tertembak! Drone musuh terlalu banyak! Sistem kendali pesawatku rusak—aku ejecting sekarang!"

Aku bisa melihat di layar, pilot itu membuka kokpit dan melemparkan dirinya ke luar pesawat. Di bawah, pesawatnya meledak keras, membara. Dia beruntung seorang eklipsian—saat jatuh dari langit-langit Area-X, dia berteleportasi ke tempat terdekat dari unit Beta-1. Namun, keberuntungan itu tidak berpihak pada pesawat UE-1 lainnya. Pesawat-pesawat tempur kami dipaksa melakukan manuver ekstrem di langit stasiun luar angkasa, menghindari rentetan serangan drone dan senjata anti-udara musuh. Tapi mereka terus tertekan, makin terdesak ke titik kehancuran.

"Sialan!" aku menghantam meja di depanku, tubuhku gemetar karena frustrasi. Ini tidak mungkin! Kami dipukul mundur dari dua sisi. UE-1 dan Beta-1, yang seharusnya bergabung dengan kami di markas, tidak mungkin bisa menembus garis musuh lagi. Situasi ini semakin kacau dan di luar kendali!

"Blis!" teriak Reina tiba-tiba melalui interkom, matanya melotot dengan intensitas baru. "Buat dinding api! Halangi pandangan mereka!"

Di lapangan, Blis yang lelah mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, bersiap melancarkan serangan api terbesarnya. Tangannya bersilang di udara. Dalam sekali ayunan tangan, dinding api setinggi tiga meter menyembur dari tanah, memisahkan pasukan Sekte Leberynthos dari personel Beta-1 yang tersisa. Namun, meskipun Blis telah mengerahkan segalanya, tubuhnya mulai goyah—ia hampir terkena rentetan peluru musuh sebelum Asta muncul di sampingnya, menyelamatkannya dengan teleportasi bayangan tepat sebelum peluru-peluru itu menghantam.

Keringat dingin membasahi tubuhku. Keadaan semakin mendesak. Tembok api Blis hanya bisa menahan musuh untuk sementara waktu.

"Kolonel!" Suara salah satu komandan di markas pusat terdengar melalui komunikator. "Izinkan kami untuk bergabung ke dalam pertempuran! Kita harus menyelamatkan mereka!"

"Tidak bisa!" Kolonel Amad membalas tegas, suaranya terdengar tegang namun pasti. "Jika Delta-1 keluar dari barisan, bagian belakang tim evakuasi akan menjadi sasaran empuk musuh! Kita akan kehilangan semuanya!"

"Tapi, Kolonel...!" seru komandan itu lagi, suaranya memohon. Kolonel Amad tetap bersikuhuh menolak. Sejak awal, dia menerima usulan kami agar UE-2 dan Beta-7 menjadi umpan selama pasukan evakuasi keluar dari Area-X. Begitu juga nasib UE-1 dan Beta-1.

Aku mengertakkan gigi. Sial! Sekarang, kami hanya bisa mengandalkan diri sendiri.

Kualihkan pandanganku kembali ke layar, memperhatikan posisi Souli yang semakin kritis di koridor markas. Makhluk-makhluk astral terakhirnya sudah melemah. Tiga personel Beta-7 masih bertahan mati-matian di koridor bersama Instruktur Isy, tapi mereka tak mungkin bertahan lebih lama lagi. UE-1 dan Beta-1 terdesak di luar, tidak bisa menembus masuk. Dan aku, aku di sini hanya bisa memberikan perintah dari balik layar, sementara sahabat-sahabatku bertarung mati-matian.

Perasaan tidak berdaya ini semakin menggerogoti pikiranku. Apa yang bisa kulakukan? Bagaimana kami bisa keluar dari situasi ini? Harapan semakin menipis, dan dengan setiap detik yang berlalu, rasa putus asa mulai menjalar ke seluruh tubuhku.

✨️✨️✨️

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang