Bab 95: Undangan yang Tak Diinginkan

6 1 0
                                    

Hiruk-pikuk di Akademi Burlian mulai mereda. Ujian akhir semester telah selesai, meninggalkan jejak kelelahan di wajah para mahasiswa. Namun, bagiku, hanya ada kepuasan kecil ketika melihat angka-angka tinggi di layar hasil evaluasi akademikku. Nilai-nilai itu seperti angka-angka tanpa emosi.

Komunitas para esper semakin menjauh dariku. Tugas baru dari Esperheim tampaknya menjadi titik fokus mereka sekarang. Ekspedisi ke suatu tempat yang tidak terlalu ingin kutahu detailnya. Semua esper terlibat, kecuali aku.

Beasiswaku telah dicabut. Statusku sebagai bagian dari Forum Diaspora Esper juga sudah dihapus. Bagi mereka, aku hanyalah seorang kutukan, seorang esper yang jatuh. Dan aku merasa lega. Lepas dari mereka berarti lepas dari rasa kecil yang selalu membebani diriku sejak hari pertama aku datang ke Akademi Burlian. Tidak, bahkan itu adalah beban yang ada sejak aku kecil.

Ketika pintu kafe terbuka dengan bunyi lembut, aku mengangkat kepala. Langkah ringan seorang gadis terdengar mendekat.

"Boleh aku duduk di sini?" Suaranya lembut, seperti nada harpa yang dimainkan dalam kesunyian.

Aku mengangguk kecil. "Silakan, Orchis."

Orchis Mikier, gadis dari ras Hinian, tersenyum samar meskipun matanya yang buta tetap menatap lurus ke depan, seperti menembus ruang dan waktu. Aku tidak pernah terlalu akrab dengannya, tapi namanya sering disebut sebagai salah satu esper yang dihormati di komunitas mereka. Dia dikenal sebagai seorang visioner, seorang yang mampu melihat masa depan dengan cara yang bahkan tidak bisa dijelaskan secara ilmiah.

"Kenapa kamu di sini?" tanyaku langsung, mencoba memecahkan kebisuannya.

"Aku ingin bicara padamu, Savil," katanya dengan nada serius. "Kami membutuhkanmu dalam ekspedisi ini."

Aku mengerutkan kening. "Ekspedisi yang kalian bicarakan itu? Aku bahkan bukan bagian dari komunitas kalian lagi. Apa yang membuatmu berpikir aku akan ikut?"

Orchis tetap tenang, tangannya yang halus terlipat di pangkuannya. "Kamu memang bukan bagian dari kami lagi, tapi itu tidak berarti kamu tidak dibutuhkan. Ada sesuatu dalam ekspedisi ini, sesuatu yang membutuhkan keberadaanmu."

"Aku tidak tertarik," jawabku, singkat dan tegas.

"Kami sedang menuju tempat yang penting bagi Esperheim," katanya, suaranya tetap lembut tetapi tegas. "Aku tahu kamu merasa tidak ada hubungan lagi dengan Esperheim. Tapi ..."

"Tepat sekali," potongku. "Aku tidak punya hak untuk ikut, dan aku tidak ingin ikut. Aku sudah selesai dengan semua hal yang berhubungan dengan Esperheim."

Hening sejenak, tetapi aku bisa merasakan kehadirannya masih kuat. Seolah-olah dia mencoba membaca pikiranku, meskipun aku tahu itu tidak mungkin.

"Semoga masih ada ruang di hatimu untuk menerima Esperheim," ucapnya akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan. "Setidaknya demi kakek dan kedua orang tuamu."

Kata-katanya menghantam lebih keras daripada yang kuduga. Namun, aku tetap menjaga wajahku tetap datar.

"Orchis," aku memanggil namanya, pelan tapi tegas. "Kamu mungkin bisa melihat masa depan, tapi kamu tidak bisa memaksa orang untuk menjalani jalan yang mereka tidak inginkan. Aku tidak akan ikut."

Orchis berdiri perlahan, menghela napas kecil. "Aku hanya berharap kamu tidak menyesal nanti."

Dia meninggalkan meja tanpa berkata lagi, langkahnya hampir tidak bersuara. Aku menatap ke arah pintu yang tertutup di belakangnya, mencoba mengusir bayangan wajahnya yang tenang tapi penuh makna.

Aku kembali ke cangkir kopi di depanku, mencoba mengabaikan rasa gelisah yang mulai mengintip dari sudut-sudut pikiranku. Namun, pikiranku tetap teralihkan oleh kata-kata terakhirnya. Kakek dan kedua orang tuaku. Sebuah masa lalu yang selalu kukubur dalam-dalam.

Pintu kafe terbuka lagi. Kali ini, langkah yang lebih cepat dan penuh percaya diri mendekat. Aku mengangkat kepala, menatap seorang gadis dengan senyum cerah di wajahnya.

"Savil."

Ainun berdiri di sana, menyapaku dengan nada yang seolah membawa keajaiban.

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang