Aku menatap peta holografik yang melayang di atas meja Surya, memperlihatkan gambaran rinci Sistem Bintang Surya dengan dua belas planetnya. Tiga di antaranya, termasuk Burlian, adalah planet layak huni. Keempat planet tambang yang menjadi sumber daya utama keluarga Burlian juga tampak jelas dengan garis orbit yang menghubungkan mereka ke sistem logistik dan pertahanan.
Armada Angkasa Burlian, dengan dua belas kekuatan penuh yang mengelilingi sistem ini, menjaga keseimbangan, melindungi tambang, dan menekan ancaman perompak yang sering kali merampas hasil tambang.
Surya memutar peta itu, memproyeksikan planet-planet yang melayang di udara. Kilatan dari holografik yang berpendar biru semakin memancing rasa penasaranku.
"Apa kamu tahu peta ini, Savil?" tanyanya dengan senyum licik.
"Sistem Bintang Surya," jawabku tanpa ragu. "Keluarga Burlian mengendalikan empat planet tambang dan memanfaatkan 12 Armada Angkasa untuk mempertahankan wilayah ini, terutama dari ancaman eksternal seperti perompak."
Surya tersenyum lebih lebar, seolah puas dengan jawabanku.
"Benar. Kamu cepat menangkapnya," katanya sambil menggeser jarinya di atas peta. Hologram itu berubah, menampilkan detail lebih mendalam tentang jalur perdagangan, wilayah pertahanan, hingga markas besar militer di beberapa planet strategis.
"Aku mengagumi ketepatan strategimu dalam pertempuran, Savil. Namun, aku ingin melihat apakah kamu bisa mengelola sesuatu yang lebih besar." Surya menyandarkan tubuhnya di kursi, ekspresinya serius. "Bagaimana kalau kita melakukan simulasi? Aku ingin kamu mempertahankan Sistem Bintang Surya dari ancaman nyata—perompak angkasa yang mengincar sumber daya tambang kita."
Aku mengerutkan kening. "Simulasi?"
Surya mengetuk meja, dan tiba-tiba peta holografik menampilkan tanda merah pada beberapa planet tambang, menunjukkan jalur masuk perompak angkasa.
"Katakanlah, ada beberapa serangan terkoordinasi yang terjadi secara bersamaan di empat titik strategis ini." Dia menunjuk ke empat planet tambang. "Kamu bertugas mempertahankan planet-planet tersebut dengan menggunakan 12 Armada Angkasa kita."
Aku memperhatikan peta itu dengan serius. "Apa aturannya?"
"Aturan?" Surya tertawa pelan. "Tidak ada aturan. Kamu bebas mengambil keputusan apa pun—panggil bala bantuan, atur armada, bahkan korbankan salah satu planet jika kamu pikir itu perlu. Ini bukan permainan biasa, Savil. Ini adalah simulasi perang strategis yang sangat realistis."
Aku merasakan hawa dingin di sekelilingku. "Dan bagaimana hasil simulasi ini dinilai?"
"Berdasarkan seberapa baik kamu mempertahankan keseimbangan sistem ini." Surya menjentikkan jarinya, dan garis orbit berubah, menampilkan jalur perompak yang lebih rumit. "Ingat, musuh tidak selalu menyerang secara langsung. Ada politik, sabotase, bahkan pemberontakan yang harus kamu pertimbangkan."
Aku menarik napas dalam, menatap peta holografik di hadapanku. Ini bukan sekadar permainan, dan jelas Surya ingin lebih dari sekadar melihatku "bermain". Dia sedang mengujiku—melihat sejauh mana aku bisa berpikir strategis dalam situasi rumit seperti ini.
"Baiklah," kataku akhirnya, mengalihkan pandanganku dari Surya ke peta. "Tunjukkan rencana serangan mereka."
Surya tersenyum puas, lalu mengetuk beberapa titik pada peta. "Ini adalah informasi awal yang kita miliki. Perompak tampaknya mengincar empat planet tambang utama kita—Tura, Niron, Ikara, dan Viron. Masing-masing memiliki nilai strategis berbeda. Energi dari planet-planet ini menggerakkan seluruh sistem bintang."
Aku mengamati rute serangan yang tampak di peta. "Bagaimana dengan armada?"
"Kita memiliki dua armada yang ditempatkan di setiap planet. Dua belas armada semuanya siap, tetapi kamu harus memilih bagaimana kamu ingin menyebarkan kekuatan itu. Jika kamu fokus pada satu titik, kamu bisa kehilangan yang lain. Pilihan ada di tanganmu."
Aku memutar otak. Menjaga empat planet secara bersamaan dengan armada yang terbatas akan membutuhkan strategi yang sangat hati-hati. Menyebar armada terlalu tipis berarti melemahkan pertahanan di setiap titik. Fokus pada satu serangan bisa membiarkan musuh mengambil alih yang lain.
"Dan, ini bagian yang menarik." Surya melanjutkan dengan nada dramatis, "Di tengah serangan ini, salah satu planet tambang mungkin menghadapi pemberontakan dari dalam."
Aku menatapnya tajam. "Pemberontakan?"
Surya mengangguk, matanya berkilat.
"Ya. Kamu harus mempertimbangkan faktor politik juga. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan senjata. Ada saatnya kamu harus memilih siapa yang harus diselamatkan dan siapa yang harus dibiarkan."
Aku merasa tantangan ini semakin kompleks. Bukan hanya perang fisik, tapi juga keputusan moral dan politik yang harus kuambil.
"Apa yang terjadi jika aku gagal mempertahankan salah satu planet?" tanyaku, mencoba menggali lebih jauh.
"Jika kamu gagal," Surya menjawab dengan nada yang lebih dingin, "Planet itu jatuh ke tangan perompak, dan seluruh sistem ekonomi kita akan terganggu. Itu akan memicu reaksi berantai—pemberontakan bisa meningkat, kekacauan politik terjadi, dan mungkin... konflik dengan sistem bintang tetangga."
Aku mengangguk pelan, menyadari bahwa setiap keputusan yang kuambil di sini akan berdampak besar—yah, walaupun ini hanya simulasi sih, tapi ketegangannya terasa nyata. Surya menatapku dalam-dalam, menunggu responsku.
"Baiklah," jawabku dengan tenang. "Mari kita mulai."
✨️✨️✨️
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Bilim KurguSavil Ghenius lahir dari keluarga elementalis ternama-Keluarga Toya dan Keluarga Ghenius. Namun, sejak kecil, Savil tahu dia berbeda. Rambut hitam legamnya bukan hanya tanda unik, tapi juga simbol kutukan. Kutukan bahwa dia adalah seorang esper yang...