"Selamat datang!" seru semua orang di dalam kamar begitu aku tiba di asrama mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Antariksa. Mereka semua manusia. Hanya aku yang esper di sini. Namun, tampaknya mereka tak peduli dengan perbedaan itu. Toh, selain ciri khas fisik seperti warna mata atau kulit, kami semua tidak jauh berbeda. Sesuai dengan reputasinya, Akademi Burlian jauh dari kata rasialisme.
Aku melangkah masuk dan memperhatikan ruangan ini dengan lebih detail. Kamar ini cukup luas untuk empat orang. Ada dua kasur tingkat yang menempel di dinding, masing-masing dilengkapi dengan lemari pribadi di sisi kanan tempat tidur. Empat meja belajar berjajar rapi di dekat jendela besar yang menghadap ke Kota Hati, sementara di tengah ruangan terdapat sofa abu-abu yang nyaman dan sebuah meja bulat kecil. Temboknya dicat krem cerah, memberikan kesan hangat dan ramah. Dua lampu LED di langit-langit menerangi seluruh ruang dengan cahaya lembut, cukup terang namun tidak menyilaukan.
Ini adalah tempat tinggal baruku untuk beberapa tahun ke depan. Tidak buruk sama sekali.
"Wah, wah~!" seru suara yang familiar. Aku menoleh dan melihat Bintang, anak yang tadi kutemui di stasiun. "Bukannya ini Savil Ghenius? Ini pasti takdir. Senang bertemu denganmu lagi."
Dia mengulurkan tangannya, meminta berjabat tangan. Senyum lebarnya terlihat tulus, jauh dari maksud jahat tertentu. Yah, begitulah yang terlihat di mataku. Sepertinya, dia memang anak manusia biasa yang periang.
"Oh, jadi dia esper yang kamu ceritakan tadi?" sahut seorang pemuda jangkung berkacamata tebal. Dia terlihat cerdas, meskipun tidak menunjukkan senyum sedikit pun. Tatapannya tajam, seolah dia meneliti diriku dari ujung kepala sampai kaki, menilai tanpa banyak bicara.
"Namanya Satria Wira Alam," kata Bintang memperkenalkan pemuda jangkung itu, "Dia memang agak pemalu, jadi maklumi saja."
"Aku Chen Hao," sahut pemuda lain yang tampak lebih pendek dengan mata sipit. Senyumnya simpul saat dia mengayunkan tangan ke arahku. "Senang bertemu denganmu."
"Senang bertemu dengan kalian," balasku formal, sedikit kaku. "Aku Savil Ghenius. Terima kasih atas sambutannya."
Aku merasakan tatapan mereka semua tertuju padaku saat aku berjalan menuju salah satu lemari kosong di sudut ruangan. Tanpa banyak basa-basi lagi, aku langsung mulai menata barang-barangku di dalamnya. Baru saja aku mulai memasukkan beberapa buku dan pakaian ke dalam lemari, suara Bintang kembali menyela.
"Hai, Savil," panggilnya dengan nada penasaran yang sama seperti di Stasiun Kota Hati tadi pagi. "Apa kamu yakin tidak ada esper yang bisa terbang?"
Aku berhenti sejenak, tetapi tetap menata barang-barangku.
"Tidak ada," jawabku lugas. "Aku tidak pernah melihat seorang esper pun berkemampuan terbang di Esperheim."
"Benarkah?" Bintang terdengar tak percaya. "Tapi aku punya kenalan. Dia manusia berdarah esper. Katanya, dia bisa terbang."
Aku menoleh ke arahnya, perlahan. Mataku menyipit, menatapnya selidik. Manusia berdarah esper yang bisa terbang? Itu informasi baru. Aku telah membaca lebih dari 10.000 buku, dan 4.000 di antaranya membahas tentang esper dan segala macam kemampuannya. Namun, tidak pernah ada satu pun yang menyebutkan tentang esper yang bisa terbang.
"Serius," tegas Bintang, tanpa sedikit pun keraguan pada suaranya. "Kamu pasti tahu, kan, kalau ada darah esper yang mengalir pada darah keluarga kekaisaran?"
Pertanyaan Bintang itu membuatku terpaku. Pikiranku berputar cepat, mencoba memproses informasi yang baru saja kudengar. Dia bilang dia punya teman yang seorang manusia berdarah esper? Mungkinkah temannya itu anggota keluarga kekaisaran? Kalau benar, maka bocah penuh rasa ingin tahu ini pasti bukan anak manusia biasa. Setidaknya, dia pasti memiliki koneksi yang penting.
Aku mencoba mencerna implikasi dari perkataan Bintang. Bagaimana mungkin esper bisa terbang? Mungkinkah ini hasil dari campuran gen antara manusia dan esper? Ataukah kemampuan ini hanya dimiliki oleh darah bangsawan kekaisaran?
"Bintang," kataku, suaraku terdengar lebih serius kali ini. "Siapa temanmu itu? Apa dia anggota keluarga kekaisaran?"
Bintang tersenyum lagi, kali ini sedikit lebih misterius. "Yah, aku tidak bisa bicara banyak soal itu. Tapi... anggap saja begitu. Dia gadis yang sangat cerewet dan tertarik dengan para esper di Esperheim. Apa kamu mau bertemu dengannya?"
✨️✨️✨️
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
![](https://img.wattpad.com/cover/384680758-288-k355092.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Science FictionSavil Ghenius lahir dari keluarga elementalis ternama-Keluarga Toya dan Keluarga Ghenius. Namun, sejak kecil, Savil tahu dia berbeda. Rambut hitam legamnya bukan hanya tanda unik, tapi juga simbol kutukan. Kutukan bahwa dia adalah seorang esper yang...