Aku terus menatap peta holografik yang memancarkan cahaya biru lembut, tapi pikiranku tidak sesederhana itu. Di hadapanku, gerakan armada tampak halus dan terkendali. Namun di balik itu, situasi semakin mendesak. Ketegangan terasa menyelimuti suasana, seperti gravitasi yang bertambah berat setiap kali aku menggeser armada di peta.
Dari sudut mataku, Surya masih memperhatikanku dengan seksama. Tentu saja, dia tidak akan sekadar diam melihat bagaimana aku menangani situasi. Simulasi ini lebih dari sekadar permainan taktik. Ini adalah ujian yang nyata. Surya ingin melihat sejauh mana aku mampu bertahan dalam tekanan, mungkin untuk memastikan apakah aku layak dengan tawaran militernya.
"Hai, kamu yakin?" tanya Surya tiba-tiba, suaranya menginterupsi pikiranku. Tatapannya tajam, meskipun senyumnya tetap terlihat. "Kamu hanya menggerakkan armada di Tura dan Niron. Apa kamu pikir mereka bisa menahan serangan dari beberapa arah? Kenapa tidak memaksimalkan seluruh armada yang ada untuk menghalangi mereka?"
Aku menoleh sebentar padanya, lalu mengarahkan pandangan kembali ke peta. Dia sengaja menguji keputusanku, dan aku tidak bisa terlalu terbawa suasana. Perlahan, aku merentangkan jariku ke beberapa jalur perdagangan kecil yang berserakan di sekitar sistem.
"Memindahkan seluruh armada akan membuka celah lebih besar di tempat lain," jawabku. "Jika aku terlalu memfokuskan kekuatan pada satu titik, sistem bintang ini akan rentan dari sisi lain. Kita harus menahan serangan awal di dua jalur utama ini dan memberikan dukungan tambahan saat situasi semakin jelas."
Surya tersenyum tipis, lalu menyilangkan tangannya di depan dada.
"Langkah yang cerdas," gumamnya pelan. "Tapi bagaimana kalau mereka menyergap di planet tambang seperti Viron? Tidak ada armada yang kau tempatkan di sana."
Pikiranku langsung berpacu. Viron, planet tambang yang jauh lebih kecil dan letaknya cukup terisolasi, tampaknya tidak memiliki banyak aktivitas—setidaknya dari laporan sebelumnya. Namun, ada laporan intelijen tentang adanya pemberontakan lokal. Aku tahu, jika aku salah melangkah di sini, pemberontakan bisa berubah menjadi pemberontakan bersenjata penuh.
"Planet tambang itu memiliki masalah yang berbeda," kataku, mencoba menelaah langkah terbaik. Tanganku berhenti di atas peta, menahan jari-jariku dari gerakan spontan. "Aku tidak akan mengirim armada besar ke Viron. Itu akan memancing pemberontakan lebih besar. Kita harus mendekati mereka secara diplomatis."
Surya menatapku lebih tajam.
"Diplomasi?" Dia menahan senyum, suaranya seperti menantang. "Jadi kamu mengesampingkan kekuatan militer di sini?"
"Tidak sepenuhnya," jawabku cepat. "Aku akan mengirim satu unit intelijen elit dan beberapa diplomat politik ke Viron untuk memahami sumber pemberontakan. Mungkin ada keluhan yang bisa diselesaikan tanpa menggunakan kekuatan penuh. Kita bisa menangani ini dari akarnya, tanpa memaksa pertempuran yang tidak perlu."
Aku menyeret tanganku dengan gerakan halus di peta, menunjuk Viron. Cahaya biru di planet tersebut berkedip sebentar, menandakan pergerakan tim kecil yang kukirim. Ketika aku memperbesar peta, tampak simbol unit elit yang siap bergerak menuju Viron, bukan sebagai kekuatan ofensif, melainkan untuk mendukung negosiasi.
Surya mengangguk perlahan, ekspresinya berubah lebih serius.
"Kau punya naluri yang bagus, Savil," katanya. "Tapi pertempuran ini belum selesai. Masih ada satu masalah yang harus kau hadapi."
Aku menatapnya, menunggu instruksi lebih lanjut.
"Armada keempat," ucapnya tiba-tiba. "Mereka berada dalam bahaya. Terjadi penyergapan di jalur perdagangan luar dekat Logos. Perompak yang tidak terduga menunggu di sana, dan kita belum memiliki armada cadangan yang cukup untuk menghadapinya. Apa rencanamu?"
Hatiku berdegup lebih cepat. Aku menekan beberapa tombol di peta, dan seketika proyeksi holografik beralih ke Logos, sistem bintang lain di dekat Sistem Bintang Surya. Benar saja, ada sinyal darurat dari armada keempat. Perompak berhasil menyergap mereka di tengah jalur perdagangan yang jauh dari sistem pertahanan utama. Mereka dikepung.
Aku menelan ludah, berpikir cepat.
"Aku akan mengirim armada yang berjaga di sektor dekat Logos untuk memberikan dukungan cepat," jawabku. Tanganku menyapu peta, memindahkan unit ke jalur Logos. "Namun, aku tidak bisa mengirim semuanya. Aku akan meninggalkan satu regu kecil untuk tetap berjaga di sektor lain, memastikan tidak ada celah yang terbuka di wilayah mereka."
Tanganku bergerak cepat, memindahkan unit di peta dengan ketepatan yang dipikirkan matang. Aku memastikan setiap gerakan tidak meninggalkan titik lemah yang bisa dieksploitasi musuh. Ketika armada mulai bergerak, cahaya biru mereka menyala di peta holografik.
Surya menatapku dalam-dalam, menilai setiap keputusan yang kubuat. Simulasi pertempuran ini lebih dari sekadar permainan—itu mungkin adalah ujian terhadap kemampuanku untuk berpikir secara cepat dan efisien di bawah tekanan.
Tiba-tiba, suara alarm kecil dari peta holografik terdengar. Sebuah tanda merah berkedip di sebelah Logos, tepat di tengah jalur perdagangan.
"Sinyal darurat lagi," gumamku, menatap tajam ke arah tanda itu. "Ada yang tidak beres..."
Surya tersenyum samar. "Apa kau siap untuk menghadapi serangan kedua, Letda Ghenius?"
✨️✨️✨️
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Ciencia FicciónSavil Ghenius lahir dari keluarga elementalis ternama-Keluarga Toya dan Keluarga Ghenius. Namun, sejak kecil, Savil tahu dia berbeda. Rambut hitam legamnya bukan hanya tanda unik, tapi juga simbol kutukan. Kutukan bahwa dia adalah seorang esper yang...